Kamis, 25 Maret 2021

 

Utusan Biden dan Xi Beradu Kata-kata ”Pahit” di Alaska (2)

 Simon Saragih ;  Wartawan Senior Kompas

                                                        KOMPAS, 25 Maret 2021

 

 

                                                           

Gaya sebagai tuan dan negara kuat, bukan sebagai sahabat setara. Demikian kesan saat Menlu AS Antony J Blinken (59) dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan (45) menjamu undangannya, 18-19 Maret, di Anchorage, Alaska, AS. Dua tamu penting mereka adalah Direktur Kantor Komisi Pusat Urusan Luar Negeri Partai Komunis China Yang Jiechi (71) dan Menlu Wang Yi (68).

 

Jika disebutkan quangxi adalah kiat persahabatan langgeng dengan China, unsur ini nihil dari sambutan itu. Jika faktor senioritas amat penting bagi budaya Asia, dua pejabat China yang jauh lebih tua dilayani secara sarkas. Yang Jiechi, seorang doktor bidang sejarah paham kisah China yang dipermalukan dunia, termasuk AS. Dia lama malang melintang untuk urusan luar negeri China. Demikian juga Wang, merasakan sambutan dingin si tuan rumah.

 

Tidak heran jika pada pertemuan itu terjadi aksi balas membalas dengan kata-kata pahit. Ini peristiwa langka dalam momen diplomatik tingkat tinggi, yang tujuannya justru hendak mendekatkan relasi AS dengan China.

 

Dalam sambutannya Blinken bangga dengan kunjungannya ke Jepang dan Korea Selatan, dilakukan sebelum pertemuan di Anchorage. ”Dua negara sekutu terdekat AS itu, tertarik pada diskusi yang akan kita lakukan di sini. Sebabnya, ada isu yang tidak saja relevan bagi China dan AS, tetapi juga bagi pihak lain di kawasan dan seluruh dunia. Pemerintahan kami berkomitmen pada diplomasi untuk meningkatkan kepentingan AS dan memperkuat tatanan internasional berbasiskan peraturan,” kata Blinken, saat membuka pertemuan.

 

”Peraturan yang dimaksud … menolong negara-negara mengatasi perbedaan secara damai, terkoordinasi dan berpartisipasi dalam perdagangan global dengan jaminan setiap orang mengikuti aturan yang sama. Alternatif bagi tatanan berbasiskan peraturan … di mana pihak kuat … dan pemenang bisa mengambil semua keuntungan, bisa membuat dunia lebih kacau. Hari ini kita berkesempatan berdiskusi tentang masalah domestik dan global sehingga China mengerti niat dan pendekatan kami,” kata Blinken.

 

”Kita juga mendiskusikan keprihatinan mendalam tentang tindakan-tindakan China di Xinjiang, Hong Kong, Taiwan, serangan-serangan siber atas AS, dan pemaksaan secara ekonomi terhadap sekutu-sekutu kami. Itulah sebabnya isu-isu ini tidak murni masalah internal sebab itu kami mengangkatnya di sini. … Relasi AS dengan China bisa berkompetisi jika diperlukan, bisa kolaboratif, dan bermusuhan bila itu suatu keharusan. Niat kami adalah berbicara terus terang tentang kepedulian kami, prioritas dan tujuan kami dengan arah lebih jelas agar dua negara kita bisa melangkah. Oh ya, saya undang Sullivan juga berbicara sedikit,” lanjut Blinken.

 

Gaya Blinken, seperti dia katakan, tanpa tedeng aling-aling, dan menyergap. Gaya bicara Blinken dilanjutkan oleh Sullivan. ”Kita bertemu di Alaska, juga khas Amerika yang berkualitas, berjiwa besar, berdaya tahan, pemberani … Saya dan Menlu Blinken bangga dengan kisah Amerika, di bawah Presiden Joe Biden, melakukan langkah pengendalian pandemi, penyelamatan ekonomi, penegasan kekuatan dan kelanggengan demokrasi. Kami bangga akan karya yang kami lakukan untuk merevitalisasi aliansi dan kemitraan … Baru saja Presiden Joe Biden memimpin diskusi Quad (AS, Jepang, India, Australia) dan berkomitmen merealisasikan semangat demokrasi dunia dan visi Indo Pasifik yang bebas dan terbuka …,” kata Sullivan.

 

Sullivan menambahkan, ”… Prioritas dalam pendekatan kami … memberi manfaat pada warga AS dan melindungi kepentingan sekutu. Kami tidak mencari konflik, tetapi siap dengan persaingan kuat dan kami akan selalu menegakkan prinsip, warga dan sahabat kami.”

 

Serangan balik

 

Yang Jiechi menjawab Blinken dan Sullivan. ”Kami datang ke Anchorage dan berharap ada diskusi yang tulus dan spontan. China dan AS adalah negara besar di dunia, bertanggung jawab untuk perdamaian, stabilitas, dan pembangunan dunia serta kawasan. Kami menapaki Repelita ke-14 dengan rencana pembangunan sosial dan ekonomi. … Kami kini ada dalam tahun bersejarah … dan pada 2035 akan mencapai modernisasi dasar. Pada 2050 kami akan mencapai modernisasi penuh.”

 

”China mencatatkan kinerja penting dan strategis melawan Covid-19, meraih kemenangan besar dengan mengakhiri kemiskinan absolut …. China juga meraih prestasi bersejarah di segala bidang. … Warga China berjalan dengan basis Partai Komunis China. Nilai kami sama dengan nilai umum tentang kemanusiaan, yakni perdamaian, pembangunan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan dan demokrasi.

 

China dan komunitas internasional berpegang teguh pada sistem internasional di bawah PBB dan tatanan internasional didukung hukum internasional, bukan sistem yang diadvokasi sejumlah kecil negara lalu menyebutnya tatanan internasional berbasis aturan. … AS memiliki demokrasi gaya AS, China memiliki demokrasi gaya China,” kata Yang.

 

Yang Jiechi melanjutkan, ”Dunia tidak hanya tergantung opini warga AS … warga dunia juga berhak mengevaluasi warga AS termasuk tentang caranya memajukan demokrasinya. … Dalam kasus China, setelah dekade demi dekade reformasi dan pembukaan, kami telah tampil di banyak bidang. Kami terlibat tanpa henti pada perdamaian dengan prinsip PBB.”

 

Berikutnya, Yang Jiechi dalam balasan sambutannya menyindir AS. ”Ada perang di dunia ini yang diluncurkan sejumlah negara, menyebabkan banyak korban. China meminta negara lain mengikuti jalur pembangunan yang damai dan inilah tujuan kebijakan luar negeri. Kami tak percaya dan tidak yakin dengan invasi ke negara lain lewat penggunaan kekuatan, atau penjungkalan rezim lewat berbagai cara, atau membantai warga di negara lain, sebab hal itu hanya akan menyebabkan kekacauan di dunia. Pada akhirnya, semua itu tidak akan memenuhi keinginan AS juga. … Jadi, kami yakin bahwa penting bagi AS mengubah citra diri dan berhenti menyebarkan demokrasinya sendiri ke seluruh dunia. …. ”

 

Sementara itu tentang pembangunan China, lanjut Yang Jiechi, tidak hanya bertujuan memakmurkan warga China, tetapi juga dunia pada Abad 21 ini. ”China dan AS dua negara utama yang mengemban tanggung jawab. Kita harus berkontribusi pada perdamaian, stabilitas, pembangunan dunia dalam area seperti COVID-19, … dan merespons perubahan iklim. Ada banyak yang bisa kita lakukan secara bersama. Namun, kita perlu membuang mental Perang Dingin, menyingkirkan pendekatan kalah menang. Kita harus menjamin di Abad 21 bahwa negara besar atau miskin bersatu memberi kontribusi pada kemanusiaan. Juga penting membangun tatatan baru dalam relasi internasional yang menjamin kesetaraan, keadilan dan sikap saling menghormati,” ujar Yang.

 

Tentang sejumlah isu regional, Yang Jiechi mengatakan, ”Saya kira masalahnya adalah AS telah memperluas jurisdiksi, tekanan, dan rentang keamanan nasionalnya lewat penggunaan kekuatan atau hegemoni keuangan, dan ini telah menciptakan kendala-kendala bagi aktivitas perdagangan yang normal, dan AS juga mendorong sejumlah negara meluncurkan serangan terhadap China.”

 

”Menlu Blinken, Anda bilang baru saja kembali dari Jepang dan Korea Selatan. Dua negara itu juga mitra dagang terbesar kedua dan ketiga bagi China. ASEAN mitra dagang terbesar China, mengambil alih posisi Uni Eropa dan AS. Kami sungguh berharap agar AS mengembangkan relasi secara saksama dengan semua negara di Asia Pasifik. Kita seharusnya punya sahabat bersama. Inilah cara terbaik di Abad ke-21. Tentang Xinjiang, Tibet, dan Taiwan, semua itu bagian dari wilayah China. China dengan tegas meminta agar AS jangan mencampuri,” kata Yang.

 

Yang melanjutkan, ”Soal hak asasi manusia, kami berharap agar AS melakukan hal lebih baik tentang itu. China melakukan kemajuan tentang itu dan faktanya ada banyak persoalan di AS terkait hak asasi manusia. AS mengatakan negara-negara tidak bisa mengandalkan kekuatan dalam menghadapi tantangan dan adalah kegagalan, sebuah aksi penggunaan kekuatan untuk menjungkalkan negara-negara otoriter. Masalah soal hak asasi manusia juga begitu dalam di AS, tidak hanya terjadi dalam empat tahun terakhir seperti Black Lives Matter. Jadi uruslah persoalan masing-masing ketimbang mengalihkan masalah sendiri dengan menuding pihak lain. China mengatasi masalah domestiknya.”

 

Kontribusi duet pada dunia

 

Yang mengingatkan, ”China dan AS telah meraih banyak hal. Pebisnis AS berkembang dan beruntung di pasar China. Kita perlu meningkatkan komunikasi, mengatasi perbedaan dan memperluas kerja sama ketimbang berkonfrontasi. Tidak ada untungnya berkonfrontasi. … Tentang serangan siber, izinkan saya berkata bahwa AS adalah kampiun soal serangan ini. Anda tidak bisa menyudutkan pihak lain tentang ini.”

 

”AS tidak mewakili opini dunia, juga tidak mewakili opini Barat. Dari segi proporsi penduduk, dunia Barat tidak mewakili penduduk dunia. Jadi, kami berharap, saat bicara soal nilai-nilai universal, … AS harus lebih dulu paham, karena AS tidak mewakili dunia, hanya mewakili diri sendiri.”

 

Menlu Wang Yi menimpali ucapan Yang Jiechi. ”China tentu, baik pada masa lalu dan di masa depan tidak menerima tuduhan sembarangan dari AS. Beberapa tahun lalu, hak dan kepentingan China berada dalam tekanan. Ini mendorong relasi AS-China ke dalam situasi pelik. China mendesak agar AS menghilangkan praktik hegemonik, apalagi keinginan mencampuri urusan China. Ini telah menjadi isu lama dan jangan dilanjutkan.”

 

”Menjelang pertemuan ini, AS mengumumkan sanksi baru pada China. Bukan begini cara menyambut tamu di Anchorage ini. Tidak jelas, apakah ini sebuah kesengajaan untuk meraih keunggulan posisi, jelas ini kalkulasi yang salah dan merefleksikan kerapuhan dan kelemahan AS. Tindakan seperti ini tidak akan menggoyahkan posisi China atau tidak akan menyelesaikan masalah,” demikian Wang Yi.

 

Intimidasi dari Blinken

 

Menlu Blinken masih melanjutkan dengan merespons balasan dari delegasi China itu. ”Izinkan saya menambahkan, bahwa saya sudah berbicara dengan mitra kami seperti Jepang dan Korea Selatan. Saya harus mengatakan bahwa kami mendengar hal berbeda dari apa yang Anda utarakan. Saya mendengar kepuasan mereka karena AS telah kembali, terhubung dengan sekutu. Saya juga mendengar langkah-langkah pemerintah Anda, … kita bisa mendiskusikan itu …”

 

Tentang kritik China soal kelemahan AS, Blinken mengatakan, ”Keterlibatan kami di dunia dengan aliansi dibangun atas dasar sukarela. Di dalam negeri, kami terus mendorong persatuan yang lebih kuat. Kami sadar akan ketidaksempurnaan, kesalahan, dan kelemahan kami. Namun, kami mendalami segala tantangan itu, tidak mengabaikannya. Dan hasilnya, kami adalah negara yang lebih kuat, lebih baik, lebih bersatu.”

 

Blinken mengulangi intimidasi implisit dari AS terhadap China. ”Saya mengenang ketika Presiden Biden menjabat Wapres dan bertemu Wapres China Xi Jinping (di masa lalu). Saat itu Biden berkata: Tidak pernah bagus jika bertaruh dengan Amerika, …”

 

Sullivan nyeletuk, ”Menambah ucapan Menlu Blinken, sebuah negara yang percaya diri, berani melihat balik kelemahan dan konstan mencari perbaikan. Itulah rahasia di balik sukses Amerika. Rahasia lain adalah warga kami pencari solusi. Kami yakin bisa mengatasi persoalan ketika kami bekerja bersama sekutu dan mitra di seluruh dunia.”

 

Tata krama yang hilang

 

Yang Jiechi tidak kalah gertak. ”Baik, inilah keburukan saya, harusnya saya memperingatkan pihak AS agar menjaga nada bicaranya saat memberi kata sambutan, tetapi saya tidak melakukannya. Pihak China terpaksa memberi pernyataan ini karena nada AS. Baik, bukankah ini niat AS, melihat dari cara penyampaian kata pembukaan, bahwa AS ingin berbicara pada China dengan nada menggurui layaknya dengan posisi kuat? Jadi, ini semua dirancang saksama? Beginikah cara Anda berdialog? Baik, aku kira aku sangat paham AS. Kami kira AS akan mengikuti protokol diplomatik. Maka karena itu, perlu bagi kami untuk memperjelas sikap,” kata Yang.

 

”Izinkan saya untuk menyatakan, di hadapan delegasi China, AS tidak punya kualifikasi untuk mengatakan bahwa AS ingin berbicara terhadap China dari sebuah posisi yang kuat. Pihak AS bahkan tidak punya kualifikasi untuk menyatakan itu 20 atau 30 tahun lalu karena bukan begitu cara berbicara dengan warga China. Jika AS ingin melakukan kesepakatan dengan baik bersama China, maka mari kita jalankan protokol yang diperlukan dan melakukan hal terbaik.”

 

Menlu Wang Yi juga menimpali. ”Anda mengatakan bahwa dua negara yang Anda kunjungi menyebutkan unsur pemaksaan dari China. Apakah ini keluhan langsung dari dua negara itu, ataukah ini opini AS semata? … Saya kira tidak perlu menuduh negara lain melakukan pemaksaan … Siapa sebenarnya yang memaksa siapa? Saya kira sejarah dan komunitas internasional punya kesimpulan sendiri. … Namun, jika AS tertarik berdiskusi dengan China, kita juga tentu tertarik asalkan dengan basis saling menghormati sehingga kita bisa meningkatkan rasa saling memahami atas berbagai isu. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar