Selasa, 30 Maret 2021

 

Keberadaan Agama dalam Peta Jalan Pendidikan

 Sigit Riyanto ;  Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum UGM

                                                        KOMPAS, 29 Maret 2021

 

 

                                                           

Naskah Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan tujuan yang ingin dicapai adalah membangun profil pelajar Pancasila sebagai SDM unggul.

 

Kemendikbud menyatakan bahwa, dalam proses penyusunannya, telah bertemu dan meminta masukan kepada berbagai pihak, seperti organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, organisasi keagamaan, asosiasi profesi, institusi pendidikan, dan organisasi multilateral.

 

Selain kompetensi abad ke-21, Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 dirancang agar ekosistem pendidikan mampu menghasilkan anak-anak Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.

 

Visi yang ingin diwujudkan dalam peta jalan ini adalah ”Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”

 

Apresiasi dan dukungan layak diberikan terhadap rancangan peta jalan pendidikan yang disusun Kemendikbud untuk menjawab tantangan pendidikan kontemporer di hadapan lanskap global. Namun, rancangan Peta Jalan Pendidikan 202-2035 memicu polemik karena tidak ditemukan frasa ”agama” di dalamnya. Kabar baiknya, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim telah menegaskan, Kemendikbud tak pernah berencana menghilangkan pelajaran agama.

 

Nadiem juga mengonfirmasi bahwa agama dan Pancasila sangat esensial bagi pendidikan bangsa. Mengapa frasa agama menjadi masalah yang krusial dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia? Tidak adanya frasa agama dalam naskah peta jalan tersebut, prima facie tampaknya memang sederhana. Namun, dalam kenyataannya agama merupakan hal esensial dan hakiki bagi Indonesia.

 

Dalam kehidupan, pribadi, sosial bahkan bernegara di Indonesia, agama tidak sesederhana dalam konteks gramatikal tentang ada tidaknya frasa tersebut dalam suatu naskah. Kenapa? Bagi bangsa Indonesia, agama adalah sumber rujukan akhlak mulia, penuntun pemikiran dan keyakinan yang menjangkau banyak aspek kehidupan. Agama juga penuntun dan bahkan ukuran perilaku secara personal ataupun sosial; individual ataupun kolektif.

 

Banyak tafsir para ahli yang mengatakan : agama adalah akhlak, agama adalah perilaku, agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kebaikan, kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Agama mengajarkan hidup bersih, baik dalam pikiran maupun perilaku, lahir dan batin, individual ataupun kolektif. Orang beragama adalah orang baik dan juga berperilaku baik terhadap Tuhan serta sesama.

 

Sebagai hal esensial dan hakiki, sangat wajar jika kini muncul wacana tentang keberadaan agama dalam naskah peta jalan pendidikan tersebut. Ada harapan di mana dokumen peta jalan pendidikan tersebut layak dijadikan rujukan karena bersumber pada dan melestarikan nilai-nilai esensial yang relevan bagi eksistensi Indonesia.

 

Dokumen itu sudah selayaknya mengidentifikasi, mempromosikan, dan merawat serta merevitalisasi nilai-nilai esensial tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan formal ataupun nonformal. Peta jalan untuk mendukung ekosistem pendidikan nasional harus jelas merumuskan beragam aspek dan variabel, baik yang kasatmata (tangible) maupun tidak kasatmata (intangible).

 

Beberapa hal pokok yang relevan dengan ekosistem pendidikan memang perlu mendapat perhatian dalam peta jalan pendidikan, di antaranya tenaga pendidik, sarana dan prasarana, kurikulum dan evaluasi, standar capaian dan kompetensi yang relevan dan kontekstual, disparitas akses dan pemerataan, pendanaan, tata kelola, serta peran pemangku kepentingan.

 

Di samping itu, masih harus mempertimbangkan juga aspek lain yang relevan dan mendasar bagi Indonesia, yakni nilai-nilai esensial, tradisi dan kearifan holistik yang menjadi inspirasi dan menjaga spirit fundamental keindonesiaan dulu, kini, dan masa depan.

 

Landasan konstitusional

 

Mengapa negara cq pemerintah wajib menjamin keberadaan agama? Kewajiban dimaksud bukan sekadar frasa dalam naskah, melainkan juga dalam program nyata. UUD 1945 Pasal 31 menjadi rujukan dan landasan penting dalam penyelenggaraan dan keberlangsungan kegiatan pendidikan di Tanah Air.

 

Pasal ini memuat hak tentang pendidikan dasar masyarakat dan amanah bagi pemerintah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

 

Pendidikan dan persekolahan adalah hak bagi semua warga Indonesia. Pada saat yang sama, hal tersebut juga merupakan kewajiban negara cq pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhinya.

 

Konstitusi RI dan tujuan pembentukan negara tegas menyatakan hal itu. Negara disepakati dan dibentuk sekaligus diberi kewajiban untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak untuk beragama dan atau berkeyakinan. Hak ini adalah sangat mendasar, tidak bisa disimpangi atau dikalahkan, atau dikesampingkan oleh kepentingan atau situasi apa pun. Tegasnya, agama bagi seluruh warga Indonesia adalah hak konstitusional yang dijamin oleh keberadaan negara Indonesia.

 

Sejarah bangsa

 

Rumusan dalam Konstitusi RI itu pada dasarnya mengonfirmasi kenyataan sosial-kemasyarakatan yang telah ada dan mapan sejak sebelum Negara Indonesia didirikan dan bangsa ini melepaskan diri dari pemerintahan kolonial. Faktanya pendidikan dan pengajaran agama serta keberadaan organisasi sosial keagamaan merupakan bagian dari perjalanan bangsa sejak sebelum Republik Indonesia berdiri.

 

Pendidikan dan penyebaran agama serta pengaruhnya di Indonesia bahkan dapat dilacak lebih jauh ke belakang; sejalan dengan perkembangan peradaban dan konsolidasi kebangsaan, budaya, dan politik di wilayah Nusantara.

 

Agama telah menjadi bagian dan mendorong transformasi sosial kemasyarakatan, tradisi, adab dan budaya, bahkan mengakselerasi pembangunan kesadaran politik kebangsaan di Indonesia. Agama dan pendidikan agama adalah sejarah dan penanda eksistensi bangsa Indonesia.

 

Kesempatan

 

Pembelajaran abad ke-21 perlu mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. Sementara UNESCO telah merekomendasikan empat pilar pendidikan, yaitu belajar untuk mencari tahu, belajar untuk mengerjakan, belajar untuk menjadi pribadi, dan belajar untuk hidup berdampingan dalam kedamaian.

 

Mengapa di Indonesia agama merupakan hal esensial dalam pendidikan? Semua agama mengajarkan kebaikan dan sikap hormat serta adil bagi sesama. Baik terhadap orang yang seagama maupun yang berbeda agama; bahkan terhadap lawanmu sekalipun! Agama merupakan bagian dari keindonesiaan.

 

Dalam pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, siswa bisa belajar mandiri dan kolektif; dengan atau tanpa guru. Ketika berada dalam kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah, siswa akan berhadapan dengan orang lain dengan beragam keyakinan dan atau agama.

 

Berada dalam keberagaman itulah salah satu kesempatan terbaik mendidik dan mengajarkan sikap inklusif, bisa menerima dan menghormati mereka yang berbeda agama atau keyakinan serta mendidik kesalehan sosial.

 

Menghilangkan agama dalam sistem pendidikan nasional berpotensi menghilangkan kesempatan bagi sekolah, guru, bahkan orangtua dan negara untuk mengajarkan kebaikan-kebaikan agama dalam situasi keberagaman (pluralitas) yang niscaya dalam proses pendidikan, baik di dalam maupun di luar sekolah, formal ataupun nonformal.

 

Menghilangkan agama dalam pendidikan nasional juga dapat menghilangkan kesempatan mendidik dengan berkeadaban bagi anak-anak Indonesia. Menghilangkan agama dalam pendidikan juga melanggar konstitusi dan membuka peluang terjadinya degradasi peradaban Indonesia.

 

Peta jalan pendidikan sebagai suatu naskah yang disusun oleh Kemendikbud pada dasarnya merupakan dokumen publik yang selayaknya bisa diakses oleh semua pihak. Sebagai dokumen publik, peta jalan tersebut harus dilengkapi dengan naskah akademik yang sahih dan transparan untuk memudahkan pemahaman dan pelaksanaannya.

 

Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa peta jalan tersebut hanyalah dokumen yang diharapkan dapat memandu penyelenggara dan semua pemangku kepentingan yang relevan. Hal paling utama adalah program nyata, konsisten, dan berkelanjutan. Tanpa program nyata, peta jalan pendidikan ini akan tetap sebatas dokumen dan mungkin akan tergeser oleh isu lain lagi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar