Keberadaan
Agama dalam Peta Jalan Pendidikan Sigit Riyanto ; Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum UGM |
KOMPAS,
29 Maret
2021
Naskah Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang
disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan tujuan yang ingin
dicapai adalah membangun profil pelajar Pancasila sebagai SDM unggul. Kemendikbud menyatakan bahwa, dalam proses
penyusunannya, telah bertemu dan meminta masukan kepada berbagai pihak, seperti
organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, organisasi keagamaan, asosiasi
profesi, institusi pendidikan, dan organisasi multilateral. Selain kompetensi abad ke-21, Peta Jalan
Pendidikan 2020-2035 dirancang agar ekosistem pendidikan mampu menghasilkan
anak-anak Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berakhlak mulia. Visi yang ingin diwujudkan dalam peta jalan
ini adalah ”Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup
yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan
menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.” Apresiasi dan dukungan layak diberikan
terhadap rancangan peta jalan pendidikan yang disusun Kemendikbud untuk
menjawab tantangan pendidikan kontemporer di hadapan lanskap global. Namun,
rancangan Peta Jalan Pendidikan 202-2035 memicu polemik karena tidak
ditemukan frasa ”agama” di dalamnya. Kabar baiknya, Mendikbud Nadiem Anwar
Makarim telah menegaskan, Kemendikbud tak pernah berencana menghilangkan
pelajaran agama. Nadiem juga mengonfirmasi bahwa agama dan
Pancasila sangat esensial bagi pendidikan bangsa. Mengapa frasa agama menjadi
masalah yang krusial dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia? Tidak
adanya frasa agama dalam naskah peta jalan tersebut, prima facie tampaknya
memang sederhana. Namun, dalam kenyataannya agama merupakan hal esensial dan
hakiki bagi Indonesia. Dalam kehidupan, pribadi, sosial bahkan
bernegara di Indonesia, agama tidak sesederhana dalam konteks gramatikal
tentang ada tidaknya frasa tersebut dalam suatu naskah. Kenapa? Bagi bangsa
Indonesia, agama adalah sumber rujukan akhlak mulia, penuntun pemikiran dan
keyakinan yang menjangkau banyak aspek kehidupan. Agama juga penuntun dan
bahkan ukuran perilaku secara personal ataupun sosial; individual ataupun
kolektif. Banyak tafsir para ahli yang mengatakan :
agama adalah akhlak, agama adalah perilaku, agama adalah sikap. Semua agama
tentu mengajarkan kebaikan, kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama.
Agama mengajarkan hidup bersih, baik dalam pikiran maupun perilaku, lahir dan
batin, individual ataupun kolektif. Orang beragama adalah orang baik dan juga
berperilaku baik terhadap Tuhan serta sesama. Sebagai hal esensial dan hakiki, sangat
wajar jika kini muncul wacana tentang keberadaan agama dalam naskah peta
jalan pendidikan tersebut. Ada harapan di mana dokumen peta jalan pendidikan
tersebut layak dijadikan rujukan karena bersumber pada dan melestarikan
nilai-nilai esensial yang relevan bagi eksistensi Indonesia. Dokumen itu sudah selayaknya
mengidentifikasi, mempromosikan, dan merawat serta merevitalisasi nilai-nilai
esensial tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan formal ataupun nonformal.
Peta jalan untuk mendukung ekosistem pendidikan nasional harus jelas
merumuskan beragam aspek dan variabel, baik yang kasatmata (tangible) maupun
tidak kasatmata (intangible). Beberapa hal pokok yang relevan dengan
ekosistem pendidikan memang perlu mendapat perhatian dalam peta jalan
pendidikan, di antaranya tenaga pendidik, sarana dan prasarana, kurikulum dan
evaluasi, standar capaian dan kompetensi yang relevan dan kontekstual,
disparitas akses dan pemerataan, pendanaan, tata kelola, serta peran pemangku
kepentingan. Di samping itu, masih harus
mempertimbangkan juga aspek lain yang relevan dan mendasar bagi Indonesia,
yakni nilai-nilai esensial, tradisi dan kearifan holistik yang menjadi
inspirasi dan menjaga spirit fundamental keindonesiaan dulu, kini, dan masa
depan. Landasan
konstitusional Mengapa negara cq pemerintah wajib menjamin
keberadaan agama? Kewajiban dimaksud bukan sekadar frasa dalam naskah,
melainkan juga dalam program nyata. UUD 1945 Pasal 31 menjadi rujukan dan
landasan penting dalam penyelenggaraan dan keberlangsungan kegiatan
pendidikan di Tanah Air. Pasal ini memuat hak tentang pendidikan
dasar masyarakat dan amanah bagi pemerintah untuk memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pendidikan dan persekolahan adalah hak bagi
semua warga Indonesia. Pada saat yang sama, hal tersebut juga merupakan
kewajiban negara cq pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhinya. Konstitusi RI dan tujuan pembentukan negara
tegas menyatakan hal itu. Negara disepakati dan dibentuk sekaligus diberi
kewajiban untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak untuk beragama dan
atau berkeyakinan. Hak ini adalah sangat mendasar, tidak bisa disimpangi atau
dikalahkan, atau dikesampingkan oleh kepentingan atau situasi apa pun.
Tegasnya, agama bagi seluruh warga Indonesia adalah hak konstitusional yang
dijamin oleh keberadaan negara Indonesia. Sejarah
bangsa Rumusan dalam Konstitusi RI itu pada
dasarnya mengonfirmasi kenyataan sosial-kemasyarakatan yang telah ada dan mapan
sejak sebelum Negara Indonesia didirikan dan bangsa ini melepaskan diri dari
pemerintahan kolonial. Faktanya pendidikan dan pengajaran agama serta
keberadaan organisasi sosial keagamaan merupakan bagian dari perjalanan
bangsa sejak sebelum Republik Indonesia berdiri. Pendidikan dan penyebaran agama serta
pengaruhnya di Indonesia bahkan dapat dilacak lebih jauh ke belakang; sejalan
dengan perkembangan peradaban dan konsolidasi kebangsaan, budaya, dan politik
di wilayah Nusantara. Agama telah menjadi bagian dan mendorong
transformasi sosial kemasyarakatan, tradisi, adab dan budaya, bahkan
mengakselerasi pembangunan kesadaran politik kebangsaan di Indonesia. Agama
dan pendidikan agama adalah sejarah dan penanda eksistensi bangsa Indonesia. Kesempatan Pembelajaran abad ke-21 perlu
mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan
sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. Sementara UNESCO telah
merekomendasikan empat pilar pendidikan, yaitu belajar untuk mencari tahu,
belajar untuk mengerjakan, belajar untuk menjadi pribadi, dan belajar untuk
hidup berdampingan dalam kedamaian. Mengapa di Indonesia agama merupakan hal
esensial dalam pendidikan? Semua agama mengajarkan kebaikan dan sikap hormat
serta adil bagi sesama. Baik terhadap orang yang seagama maupun yang berbeda
agama; bahkan terhadap lawanmu sekalipun! Agama merupakan bagian dari
keindonesiaan. Dalam pendidikan, baik di sekolah maupun di
luar sekolah, siswa bisa belajar mandiri dan kolektif; dengan atau tanpa
guru. Ketika berada dalam kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah,
siswa akan berhadapan dengan orang lain dengan beragam keyakinan dan atau
agama. Berada dalam keberagaman itulah salah satu
kesempatan terbaik mendidik dan mengajarkan sikap inklusif, bisa menerima dan
menghormati mereka yang berbeda agama atau keyakinan serta mendidik kesalehan
sosial. Menghilangkan agama dalam sistem pendidikan
nasional berpotensi menghilangkan kesempatan bagi sekolah, guru, bahkan
orangtua dan negara untuk mengajarkan kebaikan-kebaikan agama dalam situasi
keberagaman (pluralitas) yang niscaya dalam proses pendidikan, baik di dalam
maupun di luar sekolah, formal ataupun nonformal. Menghilangkan agama dalam pendidikan
nasional juga dapat menghilangkan kesempatan mendidik dengan berkeadaban bagi
anak-anak Indonesia. Menghilangkan agama dalam pendidikan juga melanggar
konstitusi dan membuka peluang terjadinya degradasi peradaban Indonesia. Peta jalan pendidikan sebagai suatu naskah
yang disusun oleh Kemendikbud pada dasarnya merupakan dokumen publik yang
selayaknya bisa diakses oleh semua pihak. Sebagai dokumen publik, peta jalan
tersebut harus dilengkapi dengan naskah akademik yang sahih dan transparan
untuk memudahkan pemahaman dan pelaksanaannya. Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa peta jalan
tersebut hanyalah dokumen yang diharapkan dapat memandu penyelenggara dan
semua pemangku kepentingan yang relevan. Hal paling utama adalah program
nyata, konsisten, dan berkelanjutan. Tanpa program nyata, peta jalan
pendidikan ini akan tetap sebatas dokumen dan mungkin akan tergeser oleh isu
lain lagi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar