Kamis, 25 Maret 2021

 

Alasan Impor Pangan

 Pangeran Toba P Hasibuan ;  Pembaca Kompas

                                                        KOMPAS, 24 Maret 2021

 

 

                                                           

Pada pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan (4/3/2021), Presiden Joko Widodo berharap masyarakat bisa menjadi konsumen setia produk lokal. Namun, kementerian di bawahnya justru akan mengimpor bahan pangan, beras, dan garam.

 

Kementerian Perdagangan berencana impor 1 juta ton beras 2021, padahal saat ini petani sedang panen raya.

 

Menurut Menteri Perdagangan, tujuan impor untuk menjaga harga beras di pasaran. Sementara Direktur Bulog mengatakan saat ini Bulog masih memiliki 275.811 ton beras impor 2018 yang tidak terpakai.

 

Syukurlah, pada rapat Komisi IV bersama Menteri Pertanian, disimpulkan bahwa Komisi IV DPR menolak rencana impor beras itu (Kompas, 19/3/2021).

 

Batalnya rencana impor beras harus diikuti langkah kementerian terkait untuk semakin meningkatkan produksi padi. Lampung bisa menjadi contoh dengan kenaikan produksi padi 22,47 persen pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Lampung menjadi salah satu daerah surplus beras, bisa memasok kebutuhan daerah lain.

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga berencana mengimpor 3 juta ton garam 2021. Padahal, stok garam melimpah tidak terserap pasar (Kompas, 16/3/2021). Menurut juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, harga garam impor jauh lebih murah daripada garam lokal.

 

Sungguh kebijakan yang tidak berpihak kepada nasib petani garam. Bukannya membuat kajian agar produk garam rakyat bisa kompetitif dengan garam impor, mencari langkah inovasi atau perbaikan yang bisa dilakukan.

 

Indonesia adalah negara kedua dengan garis pantai terpanjang di dunia, potensi besar untuk produksi garam. Mengapa ini tidak menjadi titik perhatian? Mestinya kita menargetkan menjadi produsen garam dunia.

 

Seorang pejabat pemerintahan mengatakan, persoalan impor adalah hal yang biasa. Benar, impor adalah hal yang biasa dalam perdagangan. Namun, jika impor dilakukan saat produk lokal kita masih mencukupi, berarti tidak menghargai kemandirian pangan.

 

Kebijakan impor pangan seharusnya pilihan terakhir jika produksi lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Kembangkan lumbung pangan lokal untuk kesejahteraan para petani kita. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar