Sabtu, 19 Juli 2014

Mengetuk Nurani

                                                     Mengetuk Nurani

Mashuri NS  ;   Jurnalis SINDO TV
KORAN SINDO,  17 Juli 2014
                                                


Empat tahun silam, tepat sepekan sebelum Ramadan, saya menginjakkan kaki di tanah Gaza, Palestina bersama para relawan dari Tanah Air. Selama hampir dua pekan saya berada di wilayah konflik yang berkepanjangan itu dan melihat langsung bencana kemanusiaan yang menyesakkan hati.

Belakangan ini memori pilu kembali muncul tentang pengungsi yang berdesakan di Camp Jabaliyah akibat zionis Israel membombardir kawasan Gaza, tepatnya di Beit Al Hanun, Beit Lahiya (Gaza Utara) dan wilayah Khan Yunis. Kini kejadian serupa kembali terulang, intensitas serangannya pun cukup gencar dan yang menewaskan ratusan korban sipil yang tak berdosa serta ribuan orang terluka. Mempertahankan diri dijadikan argumen dalam aksi genosida. Waktu bergulir begitu cepat. Tidak ada perubahan yang mendasar yang tercipta di tanah Palestina meski kita memang harus terus berdoa agar kemerdekaan Palestina benar-benar terwujud, tidak terjadi lagi penjajahan terhadap warga negara Palestina.

Dunia seharusnya sadar bahwa penjajahan Israel atas Palestina merupakan aib terhadap peradaban manusia modern yang harus segera dihapus. Pemberitaan soal kepiluan dan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza sudah sering menghiasi ruang publik. Berita itu memang fakta yang perlu dipublikasikan agar kita sesama muslim mempunyai empati terhadap saudara-saudara kita yang tengah berjuang membebaskan wilayahnya dari cengkeraman kaum zionis. Sebenarnya jika kita berkaca, bukan hanya rakyat Palestina yang tengah dalam ujian dari Allah ini, melainkan kita sebagai pribadi muslim di seluruh dunia tengah diuji bagaimana sikap dan kepedulian kita terhadap penderitaan mereka.

Ini yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya bahwa sesama muslim adalah bersaudara (QS.49:10). Konflik panjang yang terjadi dan merenggut ribuan nyawa tak berdosa ini memang tidak lepas dari campur tangan asing yang bermain. Sementara negara- negara Islam maupun organisasi yang menaunginya juga tidak berdaya jika sudah terjadi perang berkecamuk. Beberapa negara Islam yang semestinya menjadi ujung tombak sejumlah bantuan untuk rakyat di Palestina justru tengah dilanda konflik internal di negaranya serta ada dalam transisi pucuk kekuasaan.

Kita menyaksikan ada dua negara Arab besar yang memboikot KTT darurat Liga Arab di Doha, Qatar yang sedianya direncanakan menghasilkan keputusan yang ”keras” dan efektif untuk menghentikan kebiadaban Israel. Mesir yang menjadi negara tetangga Palestina juga tidak berkutik di bawah bayang- bayang Amerika Serikat dan sekutunya. Mesir sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza seharusnya lebih kooperatif segera membuka pintu perbatasannya melalui Raffah agar sejumlah bantuan yang akan masuk, baik peralatan medis, obat-obatan, makanan, maupun relawan dari berbagai negara yang akan masuk lewat Jalur Gaza tidak menemui kendala. Berbagai pihak menyesali kebijakan Mesir yang melakukan buka-tutup gerbang Raffah seolah Mesir menganggap remeh penderitaan para korban.

Kita memang harus menggelorakan hasrat kita untuk membantu perjuangan rakyat Palestina yang tengah tertindas. Minimal doa yang bisa kita sampaikan bisa menjadi salah satu upaya untuk memberi spirit warga Palestina yang tengah terluka. Bagaimanapun perang yang terjadi adalah perang yang tidak seimbang. Jika kita menilik sejumlah peralatan perang yang dimiliki kedua belah pihak, terlihat kejomplangan yang luar biasa. Selama ini sayap militer Hamas yaitu Brigade Assyahid Izzuddin Al Qassam ini masih mengandalkan sejumlah peralatan tempur seadanya walaupun sudah memiliki beberapa roket yang cukup canggih.

Sementara pasukan Israel memiliki berbagai senjata modern ditopang teknologi canggih. Mereka memiliki tank Markava yang sudah terkenal hebat di dunia, pesawat tempur F16, heli tempur Apache, serta ribuan ton bom canggih buatan Amerika Serikat. Namun, hasil pertempuran selama ini tidak dapat diprediksi. Hingga kini negara penjajah tersebut kehabisan cara untuk bagaimana menguasai Jalur Gaza sehingga menargetkan kalangan sipil termasuk wanita dan anak-anak dalam setiap serangan. Namun, selalu saja muncul pertolongan Allah yang datang mengiringi pasukan mujahidin yang digambarkan Allah: ”Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu sekaligus meneguhkan kedudukanmu.” (QS 47: 7)

Perdamaian di antara dua negara tersebut tampaknya tidak mungkin kita sandarkan kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Setiap upaya diplomasi yang dilakukan beberapa negara dalam mencari solusi keamanan selalu menemui jalan buntu. DK PBB gagal menetapkan resolusi dan mengkriminalisasikan pelaku kejahatan perang Israel. Selalu saja negara-negara pembela keadilan bagi Palestina kalah oleh hak veto yang menjadi jurus kunci negara-negara adidaya. Kita juga tidak bisa menaruh kepercayaan kepada pihak-pihak yang tengah bertikai selama ini.

Sebut saja gagasan perdamaian yang digagas dua kubu berseteru yakni Hamas dan Fatah di Palestina sendiri berakhir dengan antiklimaks, nihil. Entah harus berapa banyak lagi nyawa harus melayang untuk menjadikan negara Palestina merdeka, berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri. Kini saatnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dan beberapa negara Islam lain bersatu lakukan langkah konkret untuk saudara-saudara kita yang teraniaya oleh zionis. Bukankah jauh sebelumnya pada 1962 mantan presiden pertama kita Bung Karno di forum resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa sempat berkata:

”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang terhadap penjajahan Israel”. Pemerintah Indonesia harus proaktif melakukan diplomasi menggalang negara-negara nonblok dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk ikut peduli dan bertanggung jawab terhadap penderitaan rakyat Palestina. Jangan merasa sudah cukup hanya melakukan pengecaman terhadap aksi biadab Israel, tapi tidak melakukan langkah konkret dengan cara diplomasi internasional yang akurat dan nyata. Negara-negara Islam yang selama ini tidur juga harus menjadi garda terdepan mengambil langkah konkret dengan upaya menggalang negara-negara nonblok untuk menerjunkan pasukan perdamaiannya menjaga bumi Palestina agar Israel tidak senaknya meluncurkan roket perangnya ke wilayah Palestina. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar