Minggu, 20 Juli 2014

Kebangkitan Umat Islam

                                          Kebangkitan Umat Islam

Jamal Ma’mur A  ;   Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI, Asosiasi Pondok Pesantren) NU Jawa Tengah, Peneliti Fiqh Sosial Institute Staimafa Pati
SUARA MERDEKA,  19 Juli 2014
                                                


SEPULUH hari terakhir bulan Ramadan, umat Islam lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt karena meyakini pada hari-hari itulah Dia akan memberi­kan balasan berupa pembebasan dari api neraka. Malamnya, umat berpeluang be­sar ’’bertemu’’ Lailatulkadar (Lailatul Qadar), yakni malam penetapan dan ke­muliaan, yang menurut Alquran lebih baik daripada seribu bulan.

Menurut M Quraish Shihab (2007), Lailatulkadar adalah malam yang menentukan bagi perjalanan sejarah hidup seseorang pada masa mendatang. Malam itu menjadi titik tolak meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan kelak di akhirat. Malaikat turun untuk menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbit fajar kehidupan baru di kemudian hari.

Dalam 10 hari terakhir itulah Nabi Muhammad intensif beriktikaf di masjid dan membangunkan keluarganya untuk lebih aktif beribadah. Tapi ada pendapat cerdas yang menyebutkan bahwa Laila­tul­kadar tidak ditentukan tanggalnya, hanya yang pasti pada malam hari bulan Ramadan. Ada rahasia besar mengapa Allah tak pernah ’’menginformasikan’’  kedatangan malam penuh kemulaiaan itu.

Salah satu tujuannya supaya umat Islam selama bulan Ramadan meningkatkan amal salihnya, mengisi malam-malamnya, waktunya hanya dengan beribadah, dan meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat (Wahbah Zuhaili, 2007:1624). ’’Penghargaan terhadap waktu’’ itulah tujuan utama merahasiakan kedatangan malam Lailatulkadar. Umat Islam harus mengakui mayoritas dari me­reka masih lemah penghargaannya terhadap waktu. Meskipun sejatinya sebagian tahu bahwa kesuksesan dan kegagalan antara lain ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan waktu.

Bagi orang sukses, sedetik waktu adalah emas yang bisa digunakan mengubah hidup dalam banyak bidang, intelektualitas, sosial, teknologi, budaya, atau politik. Masdar Farid Masíudi (2002) mengungkapkan, ’’keberhasilan’’ pengeboman World Trade Center (WTC) di AS  pada 11 Oktober 2001 disebabkan oleh ’’kekalahan’’ negara adikuasa itu memanfaatkan waktu dalam hitungan detik. Satu detik saja kalah maka kekalahan bisa datang.

Allah dalam QS al-Mu’minun 23:3 menjelaskan bahwa salah satu sifat orang mukmin yang sukses adalah menghindari kesia-siaan perkataan dan perbuatan. Waktunya selalu bernilai positif, jauh dari kesia-siaan, semisal menghindari bega­dang, nonton televisi berlarut-larut, bercengkerama sepanjang hari, dan lain-lain. Disiplin waktu menjadi ciri utama mukmin yang sukses dunia akhirat.

Umat Islam sekarang hidup dalam era global dengan peta kekuatan yang berbeda. Sachs (2005) seperti dikutip Mastuhu (2007:1-12) membagi kekuatan dunia menjadi tiga. Pertama; kekuatan 15% penduduk dunia yang tergolong technological innovators, yaitu negara-negara maju. Kedua; 50% penduduk dunia tergolong technological adopters, seperti negara berkembang. Ketiga; 35% penduduk dunia tergolong technological excluded, yaitu negara miskin terbelakang.

Lorong Kegagalan

Dalam konteks globalisasi, kompetisi tidak terelakkan. Bahkan menurut A Qodri Azizy (2004:26), kata kunci globalisasi adalah kompetisi. Siapa yang punya mental juara, disiplin waktu, serta menguasai pengetahuan dan teknologi akan tampil sebagai pemenang. Kecepatan menjadi keniscayaan. Barang siapa lambat, menunda-nunda, dan membiarkan waktu berlalu tanpa hal bermanfaat maka ia akan dipaksa sejarah berada di lorong kegagalan dan sulit masuk dalam kancah persaingan yang butuhn dinamisasi, kreasi, dan inovasi terus-menerus secara konsisten.

Di sinilah pentingnya manajemen waktu agar waktu berjalan secara produktif dan berkualitas. Menurut Dr Ibrahim ibn Hamd al-Qu’ayyid (2007), manajemen waktu adalah proses pemanfaatan waktu yang tersedia dalam hidup, juga potensi untuk mewujudkan tujuan-tujuan penting yang diupayakan. Namun semua itu harus tetap menjaga keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kehidupan pribadi, juga keseimbangan jasmani, rohani, dan akal (intelektual). Jangan sampai ada waktu yang terbuang percuma.

VP Yance Chan Chan (2004) memberikan gambaran manajemen waktu sebagai berikut: 8 jam untuk kerja, 3 jam untuk investasi, 5 jam untuk lain-lain, dan 8 jam untuk tidur. Investasi adalah sesuatu yang bermanfaat dalam jangka panjang, misalnya membaca, membangun jaringan, berorganisasi, olahraga, dan kerja ekstra.

Pentingnya manajemen waktu yang menjadi pelajaran berharga dalam momentum Lailatulkadar ini, harus bisa menggugah umat Islam supaya bangkit dari tidur panjangnya. Jangan sampai membuang waktu secara percuma sehingga terus tertinggal dari bangsa dan umat lain.     

Lailatulkadar harus menjadi starting point untuk bangkit, memanfaatkan waktu secara disiplin guna menghasilkan karya besar. Pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang harus dikejar umat Islam pada era global. Tidak boleh menunda-nunda waktu bila ingin memimpin perubahan pada era sekarang. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar