Minggu, 20 Juli 2014

Jembatan Selat Sunda

                                              Jembatan Selat Sunda

Yuliarti Kusumawardaningsih ;   Dosen Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang (Unnes); Penulis sedang mengambil Studi Doktor Teknik Sipil (Teknik Struktur) di Universität Kassel, Jerman
SINAR HARAPAN,  19 Juli 2014
                                                


Ide brilian menyatukan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa telah dikemukakan pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno (1960).

Di era pemerintahan Presiden Soeharto (1990), model struktur jembatan gantung (suspension bridge), diajukan Prof Wiratman Wangsadinata bersama timnya, sebagai desain struktur paling tepat dan aman untuk menghubungkan kedua pulau ini.

Selanjutnya, peraturan presiden oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Keppres No 36/2009, Perpres No 32/2011 dan Perpres No 86/2011 semakin mempertegas niat pemerintah terhadap rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).

Langkah lebih jauh dilakukan pemerintah. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang juga perlu diperhatikan, proyek JSS telah dikategorikan dalam program pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS), bagian dari rencana megaproyek pembangunan infrastruktur Indonesia (tercantum dalam MP3EI: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011-2025).

Nantinya, yang berperan sebagai tim developer JSS adalah konsorsium antara BUMN dengan PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS), tim pelaksana studi kelayakan JSS.

PT GBLS merupakan konsorsium badan usaha, yang didirikan Artha Graha Network (konsorsium PT Bangun Graha Sejahtera Mulia, serta Wirawan and Associates) bermitra dengan BUMD Provinsi Banten serta BUMD Provinsi Lampung. Konsorsium ini memiliki tugas, salah satunya melakukan percepatan pembangunan JSS.

Estimasi total biaya megaproyek pembangunan JSS adalah ± Rp 100 triliun (US$ 10 miliar), dengan durasi waktu penyelesaian pembangunan ± 10 tahun. Dengan total biaya pembangunan sebesar ini, tentu saja kemampuan pemerintah Indonesia sangat terbatas.

Negara membutuhkan investasi modal dari pihak swasta, dengan pemberian hak kompensasi berupa pengelolaan dan pengembangan kawasan Selat Sunda untuk kepentingan pariwisata, real estate, bisnis, dan pendidikan.

Sementara itu, untuk negara sendiri, pengembalian investasi modal bisa diperoleh dari pemasukan menggunakan JSS.  Sebagai megaproyek, sudah sewajarnya bila investasi modal yang ditanamkan dalam proyek pembangunan JSS tidak dapat kembali secara instan. Namun, perlu ditegaskan manfaat multiple keberadaan JSS.

Pertama, investasi untuk menopang masa depan perekonomian Indonesia. Kedua, untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di Pulau Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya. Keberadaan JSS sudah merupakan suatu kebutuhan.

Desain
JSS akan menjadi jembatan gantung bersegmen bentang terpanjang di dunia (± 3 km), mengungguli Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang yang berbentang jembatan ±2 km. Sebagai struktur tahan gempa, JSS didesain mampu menahan gempa berkekuatan maksimum (10 skala Richter), serta mampu menahan gelombang tsunami setinggi ± 85 m dpl (hampir dua kali tinggi gelombang tsunami di Selat Sunda, tahun 1883).

Dibangun pada lokasi berjarak ± 50 km dari Gunung Krakatau, JSS akan melintasi tiga pulau kecil: Pulau Panjurit, Pulau Sangiang, dan Pulau Ular. JSS memiliki total panjang ± 31 km, lebar sekitar 60 meter, tinggi 75 meter, serta terbagi dalam beberapa segmen. Segmen Pulau Jawa-Pulau Ular dan segmen Pulau Panjurit-Pulau Sumatera didesain berupa jalan layang (viaduct) sepanjang masing-masing 3 km.

Segmen Pulau Ular-Pulau Sangiang dan segmen Pulau Sangiang-Pulau Panjurit akan dibangun berupa jembatan gantung sepanjang masing-masing sekitar 8 km. Ada juga pembangunan jalan raya darat dan rel kereta api sepanjang 5 km di Pulau Sangiang, dan 7,6 km di Pulau Panjurit.

JSS akan menahan beban dua jalur lalul intas jalan raya, dengan setiap jalur melayani tiga lajur lalu lintas kendaraan roda empat. Bagian tengah jembatan digunakan sebagai lintasan ganda (double track) kereta api. Bagian tepi jembatan sebagai lajur darurat. Selain itu, JSS direncanakan mampu menahan beban-beban tambahan.

Aplikasi

Selain biaya tinggi yang wajib disediakan, pihak konsultan dan developer proyek pembangunan JSS perlu memiliki pengetahuan dan data yang detail tentang kondisi alam dan situasi Selat Sunda.

Pengetahuan ini, seperti potensi lalu lintas dan ketinggian yang diperlukan untuk alur transportasi laut, arah, dan besar kecepatan angin laut dan darat, tinggi dan kekuatan gelombang air laut, kondisi geologi serta identifikasi sesar dan patahan di permukaan tanah bawah laut.

Potensi serta riwayat gempa yang pernah terjadi di Selat Sunda dan daerah sekitarnya juga perlu diperhatikan.

Selain itu, penggunaan peralatan proyek berteknologi tepat perlu diaplikasikan. Dalam megaproyek JSS, selain menggunakan tenaga ahli sumber daya manusia Indonesia, pihak konsultan dan developer proyek perlu melibatkan sejumlah tenaga profesional asing yang memiliki track record keberhasilan pengalaman membangun jembatan serupa di luar negeri.

Kita tidak perlu malu dan gengsi untuk melibatkan tenaga ahli asing dalam supervisi proyek pembangunan JSS yang sudah jelas dan pasti, memiliki tingkat kesulitan dan risiko yang sangat tinggi.

Tentunya, masih segar dalam ingatan kita, peristiwa tiga tahun yang lalu, kejadian ambruknya jembatan Kutai Kartanegara (2011), jembatan gantung terpanjang di Indonesia (panjang total 710 m, bentang 270 m). Kita tidak ingin musibah ini terulang lagi, kan?

Ingat, hasil investigasi mengatakan, ambruknya jembatan Kutai Kartanegara diakibatkan akumulasi kelemahan yang timbul sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai operasional. Dengan kata lain, kita harus menerima kenyataan.

Pengetahuan dan pengalaman kita tentang konstruksi pembangunan jembatan gantung adalah minimalis. SDM Indonesia belum memiliki pengalaman yang dalam, intensif, dan layak guna pembangunan proyek jembatan gantung, apalagi megaproyek seperti JSS.

Setidaknya ambruknya jembatan Kutai Kartanegara menjadi pelajaran berharga bagi kita, dalam membangun jembatan gantung. Tidak malahan melemahkan semangat kita untuk tetap belajar, berkreasi, dan berkarya. Terkait struktur JSS, hal penting yang wajib diperhatikan adalah desain konstruksi JSS dan operasional pembangunan JSS, baik konstruksi atas, konstruksi bawah, dan sistem fondasi. Semuanya harus dirancang dan dibangun secara cermat, detail, dan tepat.

Juga harus mempertimbangkan berbagai persyaratan desain struktur dan material yang bisa digunakan untuk konstruksi jembatan gantung, serta memperhatikan batasan-batasan yang harus ditanggulangi terkait kondisi alam dan situasi Selat Sunda.

Urungkan niat berkorupsi dalam proyek JSS. Itu karena hanya akan menambah beban dalam kelancaran dan kesuksesan pembangunan JSS yang memiliki risiko sudah tinggi. Proyek ini adalah untuk peningkatan kesejahteraan!

Penulis yakin proyek JSS bisa nyata diwujudkan, bukan cuma impian. JSS akan menjadi salah satu karya dan kebanggaan kita semua. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar