Senin, 21 Juli 2014

Sekolah Demokrasi

                                                  Sekolah Demokrasi

Seto Mulyadi  ;   Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak
KOMPAS,  19 Juli 2014
                                                


ANAK--anak Indonesia saat ini sedang belajar di sekolah demokrasi. Guru-gurunya adalah para tokoh politik, ketua partai, capres dan cawapres beserta tim suksesnya masing-masing, serta tokoh lain yang banyak muncul di televisi, media cetak, dan media sosial.

Daya tangkap anak-anak amat cemerlang. Sebab, mereka anak-anak yang cerdas sebagaimana anak-anak lain di seluruh dunia. Mereka akan menangkap dengan cermat semua pelajaran tentang demokrasi yang diajarkan para guru tadi kemudian mengingatnya sepanjang masa. Para guru hebat tadi dikenal anak-anak, baik karena jabatan, nama besar, kemampuannya berorasi, maupun karena kepribadian dan prestasi kerjanya.

Apabila pengertian demokrasi yang diajarkan adalah perilaku penuh kebohongan, itu pulalah yang akan tercatat di hati anak-anak dengan sangat kuat. Bahwa demokrasi adalah saling menghujat, saling memfitnah, menyebarkan berita bohong, dan kampanye hitam yang kemudian diakhiri dengan saling bentrok manakala ada pihak yang tidak siap menerima kekalahan.

Anak-anak adalah peniru terbaik di dunia. Mereka dengan cermat akan mengikuti dan meniru semua perilaku para pemimpin dan tokoh dalam pelajaran demokrasi yang penuh ingar-bingar saat pesta demokrasi yang tengah berlangsung di sekolah demokrasi saat  ini. Pengertian demokrasi harus diajarkan dengan benar melalui contoh-contoh nyata para guru tadi.

Semua kini terpulang kembali kepada para guru luar biasa yang sangat dicintai dan diidolakan oleh anak-anak ini.  Apakah itu politisi, capres-cawapres, tokoh agama, artis, pejabat/mantan pejabat, atau semua tokoh masyarakat yang sering tampil di media dan disaksikan anak-anak.

Sekolah demokrasi adalah tempat anak belajar berdemokrasi sejak dini melalui pengamatannya yang cermat pada tokoh dan pemimpin negeri ini. Sebagaimana seharusnya semua guru, para tokoh itu pun sepatutnya lebih memahami makna demokrasi yang sesungguhnya untuk bisa diajarkan dengan benar pula kepada anak-anak.

Anak-anak sangat rindu pada guru-guru bangsa yang bijak untuk bisa diteladani. Yang bisa mengajarkan makna demokrasi dengan contoh-contoh nyata dalam perbuatannya.

Sikap kenegarawanan, sejati selalu rendah hati, santun, tidak arogan, berjiwa besar, berani mengakui kesalahan, berani menerima kekalahan, serta mengedepankan persatuan dan kepentingan terbaik bangsa, akan dicatat dengan tinta emas oleh anak-anak Indonesia di sekolah demokrasi. Sebab, mereka pun kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang akan membuat negara ini bisa lebih baik lagi di masa depan.

Saling menjaga

Saat ini, pilpres sudah selesai. Namun, tampaknya suasana masih belum sejuk. Gerakan massa masih mudah membara di berbagai tempat. Ini tentu sangat bergantung pada bagaimana para pemimpin mengendalikan massa  masing-masing dan peran media agar situasi tidak berkembang menjadi konflik horizontal.

Para elite harus bisa saling menjaga diri. Dalam suasana yang masih penuh ketidakpastian, para pemimpin mohon untuk tidak terburu-buru mengklaim sebagai pemenang mutlak dalam pesta demokrasi ini. Dengan rendah hati dan sabar kiranya dapat menunggu sampai saat pengumuman resmi hasil KPU tanggal 22 juli 2014.

Jika suasana seusai kampanye dan pilpres yang menegangkan ini bisa dilalui dengan aman dan damai, para capres-cawapres dan pendukungnya bisa tetap saling peluk penuh persaudaraan. Setelah resmi pengumuman KPU nanti, semua pihak tetap bisa saling bersatu bekerja sama mengabdi kepada rakyat dan membangun bangsa, ah, betapa eloknya! Ini semua adalah pelajaran paling indah bagi anak-anak Indonesia di sekolah demokrasi yang tengah berlangsung saat ini.

Anak-anak akan belajar bahwa pesta demokrasi bukan semacam Perang Badar, melainkan sebuah kompetisi mengabdi untuk rakyat dalam suasana persaudaraan yang penuh sukacita. Tentu ada yang kalah, ada  pula yang menang. Yang menang tidak jadi sombong dan yang kalah tak pula berkecil hati atau murka. Sebab, hasilnya adalah tetap untuk kepentingan terbaik bagi rakyat.

Apabila itu semua yang diajarkan oleh para guru bangsa tadi di sekolah demokrasi yang tengah berlangsung ini, sungguh suatu hadiah tak ternilai harganya bagi anak-anak Indonesia dalam menyambut Hari Anak Nasional, 23 Juli 2014. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar