Minggu, 20 Juli 2014

Mimpi Buruk Dunia Penerbangan

                             Mimpi Buruk Dunia Penerbangan

M Wiman Wibisana ;   Pemerhati Penerbangan,
Mantan Ketua Pramuka Saka Dirgantara
JAWA POS,  19 Juli 2014
                                                


JATUHNYA pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH17 di Ukraina membuat dunia penerbangan tersentak. Setidaknya tahun ini Malaysia Airlines telah dua kali membuat dunia penerbangan sipil memandang serius maskapai nasional negeri jiran itu. Hilangnya MH370 dalam penerbangan Kuala Lumpur–Beijing dan kini tertembaknya MH17 di langit Ukraina memberikan pesan yang sangat serius bagi dunia penerbangan internasional bahwa Malaysia Airlines menghadirkan mimpi buruk pada 2014 ini.

Tragedi MH17 yang tertembak dan jatuh di Ukraina mengingatkan kita akan tragedi di Laut Okhotsk tiga dekade silam. Kala itu, 1 September 1983, Korean Airlines bernomor penerbangan KAL 007 dengan rute New York–Alaska–Seoul ditembak jatuh saat memasuki ruang udara di sebelah barat Pulau Sakhalin yang merupakan yurisdiksi Uni Soviet. Ketegangan perang dingin kala itu memang membuat AS dan Rusia saling curiga. Tidak jarang langkah-langkah kedua pihak pun menimbulkan korban.

Dari hasil penyelidikan sendiri, memang ditemukan fakta bahwa penerbangan KAL 007 melenceng dari rute yang seharusnya. Celakanya, melencengnya rute pesawat komersial jenis Boeing 747 milik Korea Selatan tersebut mengarah ke zona Uni Soviet yang sedang menguji coba rudal di Plesetsk, barat daya Rusia. Beberapa saat sebelumnya, Soviet memang sempat mengendus kehadiran pesawat pengintai AS jenis Boeing 707 yang disulap menjadi pesawat intai militer. Soviet pun berpikir bahwa KAL 007 yang masuk wilayahnya itu adalah pesawat pengintai lainnya. Nahasnya, pilot pesawat Korean Airlines tidak menyadari bahwa pesawatnya merangsek semakin jauh ke wilayah udara Soviet.

Soviet pun langsung menerbangkan pesawat tempur yang dipiloti Mayor Genadi Osipovich. Tanpa basa-basi, Osipovich menembakkan rudalnya. Dia lantas melaporkan bahwa target hancur. Dari hasil penyelidikan kemudian diketahui bahwa peluru kendali yang ditembakkan Osipovich memang mengenai pesawat KAL 007. Namun, pesawat tidak seketika hancur lebur. Menara pengawas Tokyo sempat menangkap permintaan KAL 007 untuk menurunkan ketinggian lantaran dekompresi hebat yang menimpa pesawat nahas itu. KAL 007 akhirnya berakhir di dinginnya Laut Okhotsk setelah kerusakan lantaran rudal yang menghantamnya dengan 269 nyawa melayang. Rusia mengelak dari tanggung jawab akan peristiwa itu, walaupun setelah era perang dingin usai sikap mereka berangsur lebih terbuka terhadap penyelidikan kecelakaan tersebut.

Iran Air 655

Lima tahun setelah tragedi KAL 007, 3 Juli 1988, dunia yang tengah dilanda huru-hara Iran vs Iraq pun mencatat sebuah pesawat sipil Iran Air dengan nomor penerbangan 655 ditembak kapal perang AS USS Vincennes. Berbeda dengan tragedi KAL 007, tragedi Iran Air yang mengakibatkan pesawat Airbus A300 itu ditembak jatuh lebih mengarah pada kelalaian Angkatan Laut Amerika Serikat dalam mengidentifikasi pesawat. AL AS mengira pesawat tersebut adalah F-14 Tomcat milik Iran. Celakanya, karena sinyal radio yang terlacak mirip yang digunakan militer Iran, USS Vincennes menembak pesawat nahas tersebut dengan peluru kendali permukaan ke udara karena mengira pesawat itu berniat menyerang. Total 290 nyawa melayang karena tragedi di Selat Hormuz tersebut.

Hingga hari ini, tragedi Iran Air 655 masih menjadi kontroversi. AS berdalih, karena penembakan dilakukan pada masa perang, tujuan penembakan semata-mata demi melindungi diri. Namun, Iran menganggap dalih AS hanya alasan yang tidak masuk akal.

Tragedi MH17 yang jatuh di Ukraina mungkin akan mirip dengan tragedi Iran Air 655. Apa penyebabnya? Keduanya terjadi di wilayah konflik bersenjata. Perbedaannya, ketegangan Ukraina lebih disebabkan adanya gerakan bersenjata yang muncul karena kekisruhan politik. Sementara itu, tragedi Iran Air dan Korean Airlines disebabkan adanya perang antarnegara. Hingga kini pemerintah Ukraina masih menyangkal bahwa MH17 jatuh karena ditembak Ukraina. Mereka justru menunjuk hidung gerakan separatis yang pro-Rusia di balik penembakan pesawat komersial rute Amsterdam–Kuala Lumpur tersebut.

Investigasi menyeluruh harus segera dilakukan. Mengingat, kejadian tersebut bukan saja sebuah preseden buruk, melainkan juga mimpi buruk bagi dunia penerbangan. Dunia internasional perlu mengambil langkah penyelidikan gabungan semata-mata demi objektivitas hasil penyelidikan tragedi ini. Sebanyak 295 korban dari berbagai negara yang diperkirakan tewas dalam tragedi itu langsung menempatkan kejadian tersebut di urutan ke-6 dalam 10 tragedi penerbangan yang menelan banyak korban.

Sudah sewajarnya dunia internasional bertindak dalam tragedi itu. Mengharapkan penyelidikan oleh Ukraina merupakan langkah yang tidak bijak karena situasi politik negara tersebut yang tidak stabil. Selain itu, kecelakaan ini jangan sampai menjadi preseden buruk yang mengorbankan pesawat sipil komersial dalam konflik bersenjata. Semoga saja ini adalah mimpi buruk terakhir bagi dunia penerbangan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar