Kemendikbud melalui Panitia
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2013 sudah mengumumkan
sistem dan metode seleksi mahasiswa baru tahun 2013.
Pendaftaran mulai 1 Februari 2013
sampai 8 Maret 2013 dengan kuota 50 persen jatah kursi PTN diisi melalui
SNMPTN dan 30 persen melalui seleksi bersama masuk PTN. Sisanya, 20 persen
seleksi mandiri, diserahkan PTN untuk menentukan sendiri sistem dan seleksi
penerimaan mahasiswa baru yang dikehendaki PTN itu.
Harus Dicermati
Beberapa hal mendasar patut
dicermati pada sistem dan seleksi SNMPTN 2013. Pertama, panitia SNMPTN 2013
mengatakan, yang berhak ikut SNMPTN adalah sekolah yang sudah mendaftarkan
siswa ke pangkalan data sekolah dan siswa (PDSS) dan mendapat rekomendasi
dari kepala sekolah. Sementara itu, panitia SNMPTN juga mengatakan, sekolah
yang sudah mengirimkan data siswanya ke PDSS baru 11.965 sekolah
(SMA/MA/SMK) dari 27.670 sekolah yang ada.
Jika sekolah yang memasukkan data
ke PDSS masih jauh dari yang seharusnya, panitia SNMPTN seharusnya berpikir
ulang dengan konsep dan sistem seleksi yang ditawarkan. Panitia harusnya
bertanya dan koreksi diri atas konsep dan sistem yang dibuat. Jangan-jangan
konsep dan sistem seleksi yang dibuat itu hanya berdasarkan asumsi yang tak
berdasarkan fakta dan kesiapan sarana dan prasarana di lapangan.
Kedua, panitia SNMPTN juga tidak
menjelaskan apa dasar penentuan persentase 50 untuk SNMPTN, 30 persen
seleksi bersama PTN, dan 20 persen seleksi mandiri. Mengapa tidak 100
persen saja SNMPTN, mengapa harus ada SNMPTN atau seleksi mandiri masih
ada. Sederet pertanyaan lain dapat diajukan untuk mempertanyakan keunggulan
sistem seleksi mahasiswa baru PTN 2013. Terkesan seleksi masuk PTN yang
ditawarkan pemerintah saat ini seleksi gado-gado yang berusaha
mengakomodasi semua kepentingan, tetapi lupa hakikat dari seleksi itu
sendiri sebagai alat menjaring bibit-bibit terbaik dari proses pendidikan
dan pembelajaran yang dilakukan.
Ketiga, gagasan untuk menanamkan
budaya kejujuran kepada pihak sekolah yang ikut memasukkan data siswanya ke
PDSS sesuatu yang baik dan mendidik. Namun, untuk tujuan seleksi masuk PTN,
harus diingat siapa yang menanggung akibat perbuatan ketidakjujuran sekolah
pada tahun berikutnya. Cukup rasionalkah kita menimpakan kesalahan atau
ketakjujuran seorang oknum operator data sekolah kepada siswa yang tak
berkaitan dengan masalah data itu?
Menanamkan budaya bersih dan jujur
seharusnya ditekankan pada proses pembelajaran dan pendidikan saat proses
itu berlangsung. Penekanannya adalah pada peserta didik. Akibat lain yang
mungkin terjadi adalah sekolah yang terkena sanksi panitia SNMPTN
2013—istilah panitia SNMPTN 2013 di-black list—boleh jadi pada tahun ajaran
baru nanti tidak akan mendapatkan siswa baru lagi sebab siapa yang mau
masuk ke sekolah yang sudah di-black list, apalagi bukan sekolah
vokasi/keterampilan.
Keempat, SNMPTN 2013 juga terkesan
bernuansa pemerataan dan pembatasan. Nuansa pemerataan dan pembatasan itu
terlihat dari aturan pemilihan program studi dan PTN yang diperbolehkan.
Kalau tujuan pemerataan pendidikan dan kesempatan memperoleh pendidikan
yang dimaksud sehingga ada nuansa pemerataan dan pembatasan, bukankah hal
itu berbeda secara konseptual dengan tujuan diadakannya seleksi?
Sebuah Gugatan
Melirik kepada empat hal yang
dikemukakan itu, patut dipertanyakan maksud dan tujuan dilakukannya SNMPTN
2013 serta asumsi yang digunakan sehingga model atau metode seleksi itu
dilakukan. Sistem dan metode seleksi dan alat seleksi yang digunakan harus
dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dengan tidak melupakan semangat
yang melekat pada sistem pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan di
sekolah.
Seleksi dilakukan utamanya untuk
mencari dan mendapatkan yang terbaik, sekaligus menumbuhkan sikap dan
semangat berprestasi. Semangat berprestasi dan menjadi yang terbaik
seharusnya menjadi dasar perumusan dan penentuan model seleksi masuk PTN.
Sebagian besar masyarakat kita masih memercayai PTN sebagai lembaga
pendidikan tinggi yang terbaik dan terjangkau masyarakat luas dibandingkan
terhadap lembaga pendidikan tinggi milik swasta.
Sekali lagi, yang namanya seleksi
adalah mencari yang terbaik dari sejumlah yang ada, bukan pemerataan,
apalagi pembatasan. Kejujuran dan sanksi akibat ketidakjujuran pihak
sekolah juga bukan menjadi tanggungan peserta didik yang tidak berurusan
langsung dengan masalah kejujuran dan sanksi yang akan dikenakan panitia
SNMPTN itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar