Pada penghujung akhir Januari 2013 telah
diselenggarakan dengan sukses The 7th
Global Air Traffic Flow Management (ATFM) Conference di Bali. Global ATFM Conference ketujuh ini
merupakan yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia.
Angkasa Pura
(AP) 1 dan Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia
(PPNPI) telah mewakili Indonesia sebagai penyelenggara dan sekaligus
sebagai tuan rumah. Terlihat hadir lengkap dari mereka yang mewakili Federal Aviation Administration (FAA),
International Air Transport Association (IATA), International Civil
Aviation Organization (ICAO), Euro Control, Air Service Australia (ASA),
AeroThai, dan sebagainya.
Konferensi ini
menjadi sangat penting artinya bagi Indonesia di tengah-tengah amburadulnya
pengaturan dan pengorganisasian air
traffic control yang terpencar di berbagai institusi beserta segudang
permasalahan yang dihadapi dan tidak kunjung selesai.
Tidak banyak
diketahui masyarakat luas ternyata sebenarnya sudah ada langkah maju dalam
penanganan ATC kita belakangan ini. Pada 16 Januari telah ada keputusan
untuk menjadikan ATC kita lebur dalam satu wadah yang dikenal dengan nama
Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (PPNPI), badan
usaha milik negara (BUMN) baru yang mengatur lalu lintas udara. Ichwanul
Idrus yang sebelumnya menjabat direktur Navigasi Kementerian Perhubungan
telah diangkat menjadi direktur utama BUMN baru itu.
Perum Navigasi
tersebut akan berada di bawah Kementerian BUMN, namun Kementerian
Perhubungan juga terlibat dalam supervisi. Dengan pembentukan BUMN baru
ini, Indonesia diharapkan akan siap mengambil alih seluruh pengelolaan
sistem layanan penerbangan terintegrasi di Indonesia dalam 1-2 tahun
mendatang. Konon, atas respons yang sangat positif dari jajaran AP 1 dan
PPNPI, Konferensi ATFM di Bali dapat sukses diselenggarakan.
Disadari benar
bahwa PPNPI secara realita belumlah terwujud karena peresmiannya saja baru
berlangsung pertengahan Januari lalu. Sistem layanan penerbangan
terintegrasi ini membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk dapat berjalan.
Permasalahannya, dalam waktu dekat mendatang pengaturan layanan penerbangan
oleh ICAO tidak akan lagi diberikan otoritasnya pada setiap negara, tetapi
akan dikelola menurut kawasan.
Di kawasan
Pasifik ini tiga negara telah mempersiapkan diri dengan baik untuk
mengajukan negaranya sebagai koordinator. Tiga negara tersebut adalah Thailand,
Singapura, dan Australia. Bagaimana dengan Indonesia? Menyesal sekali,
jangankan telah menyiapkan diri sebagai koordinator kawasan, bahkan kesiapan
untuk mengatur layanan penerbangan di dalam negeri sendiri saja
sampaidetikinibelumterlihatdapat terselenggara dengan baik.
Sekadar contoh
yang mudah, saat ini ATC kita masih berada dalam kondisi kekurangan
personel, baik jumlah maupun standar kualitas, belum lagi berbicara tentang
kesiapan standardisasi peralatan pendukungnya. Ditambah pula kenyataan bahwa
Republik Indonesia masih berada dalam kategori 2 penilaian FAA yang mengacu
kepada regulasi ICAO. Itu berarti bahwa negeri ini dinilai masih belum lagi
mampu memenuhi persyaratan keamanan terbang Internasional sesuai aturan
ICAO.
Di tengah
keprihatinan mendalam berhadapan dengan kenyataan tersebut, patut diacungi
jempol AP 1 dan PPNPI yang telah memprakarsai dan bekerja keras dengan
penuh semangat mewakili Indonesia dalam konferensi global di Bali tentang
ATFM tersebut.Tidak sekedar dalam aspek penyelenggaraannya yang mengundang
banyak pujian dari para peserta, tetapi ada beberapa keputusan yang dicapai
yang secara tidak langsung telah mengangkat harkat Indonesia di forum
internasional.
Dalam
konferensi itu antara lain Indonesia telah disetujui secara aklamasi
sebagai Pusat Informasi ATFM Global.
Flight Plan and Flow Management
Centre (FLIPMAC) yang awalnya digagas AP 1 akhirnya di-endorse oleh PPNPI dan dijadikan
proyek nasional serta disebut sebagai Indonesia ATFM dan ini telah pula di-endorse oleh Global AFTM.
Di samping itu,
Indonesia yang tadinya berstatus hanya sebagai “volunteer” juga telah
disetujui untuk menjadi salah satu dari anggota tujuh negara Working Group
Asia-Pasifik. Singkat kata, The 7th
Global ATFM Conference di Bali, walau tidak dihadiri oleh pejabat
penting tingkat pusat, telah dapat menuai banyak hal dalam konteks
pengelolaan wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia, khususnya pada
bidang pengaturan lalu lintas udara sipil.
Disadari,
perjalanan masih panjang bagi Indonesia untuk dapat memperoleh kepercayaan
pada tingkat global, namun dengan apa yang telah dihasilkan di Bali akhir
Januari lalu, seluruh hasilnya telah menyumbangkan banyak sekali kepada
kehormatan Indonesia pada bidang penerbangan di forum Internasional. Kita
semua berharap,kedepan dengan telah terbentuknya PPNPI, walau sudah sangat
terlambat, pasar angkutan udara nasional yang sangat berpengaruh besar pada
perkembangan kawasan dapat dikelola dengan lebih baik lagi.
Kesan yang
selama ini berkembang berkait dengan lambannya Indonesia melakukan ekspansi
kapasitas bandaranya dan dalam pengelolaan kapasitas ruang dan pengaturan “air traffic”-nya dapat segera diatasi.
PPNPI masih berhadapan dengan segudang tantangan dalam pengelolaan
pelayanan navigasi dan lalu lintas udara terutama pada masalah sumber daya
manusia (SDM).SDM yang dituntut tidak hanya jumlah dan kualitasnya, tetapi
juga aspek kesejahteraan akan sangat menentukan “performance” atau unjuk kerjanya.
Optimisme yang
diharapkan dari PPNPI tidaklah berlebihan kiranya mengingat sebagai wadah
yang tunggal, manajemen akan berjalan dengan lebih mudah. Jumlah pemasukan
dari jasa pelayanan navigasi dan lalu lintas udara yang tidak kecil itu
(dengan terus meningkatnya angkutan udara internasional dan domestik) akan
dapat dengan mudah ditujukan kepada ihwal yang memang diperlukan bagi
peningkatan pelayanan tersebut. Sekali lagi, mudah-mudahan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar