Kejahatan
Israel di Yerusalem
Smith Alhadar ; Penasihat pada the Indonesian Society for Middle
East Studies
|
REPUBLIKA,
14 November 2014
Konflik
antara Palestina dan Israel kini tak lepas dari kejahatan Israel terhadap
orang Palestina di Yerusalem. Israel mengklaim Yerusalem (Kota Perdamaian)
sebagai hak mutlaknya. Padahal, menurut Perjanjian Lama, ketika Josua
(pemimpin Yahudi) masuki Yerusalem pada milenium ketiga SM sudah ada kaum
Kanaan dari suku Yebus.
Di masa
pemerintahan Raja Sulaiman, tempat suci Yahudi dibangun. Yerusalem berasal
dari kata ursalim yang berarti
`kota salim', pemimpin suku Yebus. Dalam perjalanan sejarahnya, Yerusalem--orang
Arab menyebut al-Quds-- berkali-kali berpindah tangan. Pada abad ke-7 SM
Kerajaan Babilonia menaklukkan Yerusalem, ribuan penghuni nya diasingkan ke
wilayah kekuasaan Babilonia (Irak) di bawah Raja Hamurabi. Sekitar seabad
kemudian, Raja Cyrus dari Iran menaklukkan Babilonia dan menduduki Yerusalem.
Orang-orang Yahudi di pembuangan dikembalikan ke Israel.
Gantian
orang Yunani di bawah kepemimpinan Alexander Yang Agung menaklukkan Yerusalem
pada abad ke-4 SM. Seabad kemudian, pasukan Romawi mengambil alih Yerusalem.
Pada tahun 70, tentara Romawi menghancurkan Yerusalem rata dengan tanah,
kecuali sebuah tembok (Tembok Ratapan) yang sekarang jadi tempat ibadah orang
Israel. Sejak itu orang Yahudi diusir dari Palestina dan menyebar ke berbagai
wilayah: Timur Tengah, Afrika, Eropa.
Yerusalem
berada di bawah kekuasaan Romawi sampai abad ke-3 sebelum Kekaisaran Kristen
Bizantium mengambilalih dan memerintah sampai tahun 638 saat prajurit Muslim
pimpinan Khalifah Umar bin Khathab menaklukkannya. Pada abad ke-4, saat
Bizantium memerintah inilah dibangun Gereja Makam Suci, lokasi yang diyakini
sebagai tempat Yesus disalib dan dimakamkan.
Di atas
puing-puing Kuil Sulaiman yang dihancurkan Romawi itulah Masjidil Aqsa
dibangun. Karena keberadaan Masjidil Aqsa --tempat Nabi Muhammad transit saat
Isra' Mi'raj-- inilah Yerusalem menjadi kota suci ketiga umat Islam setelah
Makkah dan Madinah. Sejak abad ke-7 --kecuali diselingi pendudukan tentara
Salib pada 1099 yang ditaklukkan pasukan Muslim pimpinan Salahuddin al-Ayubi
pada 1187-- Yerusalem di bawah kekuasaan kaum Muslim hingga Perang Dunia I
pada 1917 ketika Inggris menaklukkan Khilafah Turki.
Inggris
menguasai Yerusalem sampai Israel memproklamasikan kemerdekaan pada 1948.
Sampai tahun ini, Israel baru menguasai Yerusalem Barat. Yerusalem Timur, tempat
suci tiga agama samawi itu, di bawah kendali Kerajaan Yordania hingga Israel
menduduki pada Perang 1967. Sepanjang 2000 tahun terakhir, Yahudi menguasai
Yerusalem selama 200 tahun, sementara Muslim 1.200 tahun. Tak heran, kaum
Muslim menuntut Yerusalem Timur dikembalikan pada penguasaan Palestina yang
ingin dijadikan ibu kota negara Palestina merdeka.
Menurut
Gary M Burge, guru besar Perjanjian Baru di Wheaton College and Graduate School, AS, sejak mendudukinya pada
1967, Israel menambahkan tanah 115 km persegi ke wilayah kota itu. Tanah ini
bukan diambil dari wilayah yang termasuk "Yerusalem", melainkan
dari 28 desa Arab yang di serobot.
Dalam
sehari Israel melipatgandakan luas Yerusalem tiga kali lipat dari semula.
Israel menjaga agar warga Yahudi tetap mayoritas di Yerusalem. Teddy Kolek,
mantan walikota Yerusalem, mengatakan, pemerintahannya punya target rahasia
membatasi warga Palestina di angka 28,8 persen agar tak ada gugatan
kepemilikan Israel atas Yerusalem.
Strateginya,
batas-batas ditetapkan pada pembangunan rumah Arab. Pada 1990-1997, sebanyak
18.433 rumah Yahudi dibangun, untuk Palestina 1.484 rumah. Pada 2003, di
Yerusalem Timur ada 43 ribu rumah Yahudi yang berdiri di atas tanah yang
diserobot. Di kawasan sama, ada 28 ribu rumah Palestina.
Menurut beberapa
perkiraan, 35 persen dari Yerusalem Timur telah disita bagi kegiatan
pembangunan Yahudi. Padahal, 95 persen dari tanah ini dahulu milik pribadi
orang Palestina.
Pada
1947 Liga Bangsa-Bangsa menetapkan Yerusalem jadi kota internasional. Dalam
Perjanjian Oslo tahun 1993, Yerusalem jadi bagian dari kota yang akan
dinegosiasikan kedua pihak sebagai syarat perdamaian. Namun, bagi yang ke
Yerusalem saat ini akan tercengang melihat pertumbuhan kota itu.
Kota
Yerusalem dikelilingi pembangunan dan permukiman sehingga batasnya tak dapat
dinegosiasikan dalam perundingan damai nanti. Sejak 2000, Israel menambah 95
ribu unit rumah ke dalam lingkungan Yahudi kota tersebut.
Sejak
1967, Israel mengubah karakter etnis Yerusalem. Jika orang Palestina tinggal
di luar batas kota, mereka akan kehilangan kartu "tanda penduduk" untuk
bekerja. Jika membangun di atas tanah milik keluarga, mereka tak diberi izin mendirikan
bangunan. Pada 1967-1999, hanya 2.950 izin bagi orang Palestina. Mereka
terpaksa tetap membangun di atas tanah sendiri. Akibatnya, buldoser Israel
meratakan rumah itu.
Sejak
1996, orang Palestina harus menunjukkan bahwa Yerusalem Timur adalah "pusat
kehidupan" mereka. Tinggal dan bekerja di luar Yerusalem Timur akan
mengancam mereka. Pada 1998, ada 788 kartu identitas Yerusalem yang
dibatalkan. Akibatnya, banyak orang Palestina yang meninggalkan kota itu.
Hanya
sedikit dana untuk Palestina meski faktanya orang Palestina membayar pajak
sama seperti Yahudi. Anggaran Pengembangan Kota Yerusalem pada 1999, totalnya
103 juta dolar AS, tapi hanya 7 juta dolar ke Palestina. Pada pos
"mempercantik kota", 4,4 juta dolar dikucurkan ke wilayah Yahudi,
0,5 juta dolar ke wilayah Palestina. Terkait peremajaan lingkungan, untuk
orang Yahudi 1,5 juta dolar, untuk Palestina nol. Dana angkutan umum 16 kali
lebih besar di wilayah Yahudi (49 juta dolar) dibanding 2,9 juta dolar.
Yerusalem
yang dihuni orang Yahudi memiliki 36 kolam renang dan 531 fasilitas olahraga.
Di wilayah Palestina tak ada kolam renang dan hanya 33 fasilitas olahraga.
Perpustakaan? Dua untuk Palestina, 26 untuk Yahudi. Taman? 29 untuk
Palestina, 1.079 untuk Yahudi.
Melihat
diskriminasi dan rasialisme ini, masih herankah kita bila orang Palestina
melawan kekuatan penindas ini?
Sejak
Muslim menguasai Yerusalem, Yahudi dibolehkan berkunjung ke Masjidil Aqsa,
tapi tidak dibolehkan bersembahyang di dalam kompleks masjid itu. Dalam
kesepakatan dengan negara-negara Arab, Israel menyetujui ini. Kenyataannya,
pada 2000, misalnya, Ariel Sharon bersama 1.000 tentara memasuki Masjidil
Aqsa yang memicu intifada II.
Kini
seorang rabi Yahudi memaksa masuk untuk bersembahyang di kompleks terlarang
itu, termasuk anggota Kneset (Parlemen Israel). Kendati melanggar, mereka
tidak dihukum. Raja Yordania pun menarik duta besarnya dari Israel dan
perlawanan Palestina kian membara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar