Senin, 24 November 2014

Bermimpi 1.000 Tahun Lagi…

                                  Bermimpi 1.000 Tahun Lagi…

M Subhan SD  ;   Wartawan Senior Kompas
KOMPAS,  22 November 2014

                                                                                                                       


ZHU Yuanzhang (1328-1398) berdiri perkasa. Matanya tajam menatap arah utara, menyaksikan pasukan Mongol lari pontang-panting. Zhu memimpin bangsa Tiongkok (Han) mengusir bangsa Mongol (Dinasti Yuan) yang menganeksasi Tiongkok hampir seabad (1271-1368). Zhu yang berasal dari masyarakat kebanyakan (bukan ningrat) akhirnya membangun Dinasti Ming dan menobatkan diri sebagai Kaisar Hongwu. Hampir tiga abad (1368-1644), Ming bertahan dalam percaturan dunia. Imperium besar itu melemah setelah konflik internal dan maraknya pemberontakan. Imperium lain, seperti Turki Usmani (The Ottoman), bertahan enam abad (1299-1922). Imperium Mughal bertahan tiga abad (1526-1857).

Mengapa imperium-imperium besar itu runtuh? Jika mengikuti tesis Paul Kennedy (The Rise and Fall of The Great Powers: Economic Change and Military Conflict from 1500 to 2000, 1987), runtuhnya imperium-imperium itu tak lepas dari konflik dan pemborosan penggunaan anggaran sumber daya ekonomi. Sumber daya ekonomi terlalu banyak tersedot untuk anggaran militer dalam proyek penaklukan bangsa-bangsa dan perluasan wilayah.

Lalu, teringat rapat-rapat instansi pemerintah yang digelar di hotel, itu pemborosan. Sebab, instansi pemerintah sesungguhnya punya ruangan yang layak. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kaget saat melihat anggaran rapat Rp 18 triliun di APBN 2015. Perjalanan dinas terlalu sering, itu juga pemborosan. Presiden lebih terkaget-kaget karena anggaran perjalanan dinas mencapai Rp 30 triliun itu. ”Perjalanan dinas Rp 30 triliun itu untuk apa, anggaran rapat Rp 18 triliun itu rapat apa?” kata Jokowi dalam acara penyerahan roadmap bidang perekonomian oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), 18 September 2014.

Membeli mobil dinas baru untuk kabinet 2014-2019 senilai Rp 104 miliar juga pemborosan. Sebab, mobil dinas lama ternyata masih laik dipergunakan menteri-menteri sekarang ini. Jokowi menolaknya meskipun sudah dianggarkan dalam APBN 2014 oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak tepat sasaran juga pemborosan.

Saya jadi teringat kata-kata Presiden Jokowi di Forum CEO Kompas 100, 7 November lalu. ”Saya ingin menyampaikan keborosan-keborosan,” kata Presiden Jokowi. Dalam lima tahun ini, subsidi BBM Rp 714 triliun, tetapi anggaran kesehatan hanya Rp 229 triliun dan infrastruktur Rp 574 triliun. ”Boros enggak kita? Sangat boros. Setiap hari kita bakar. Karena itu, keborosan yang harus kita hentikan. APBN kita untuk sasaran produktif, bukan konsumtif,” tambah Presiden Jokowi.

Jadi, menaikkan (atau mencabut subsidi) BBM adalah bagian memotong pemborosan? Saat mengumumkan harga baru BBM, Presiden Jokowi mengakui hal itu sebagai keputusan yang sulit, tetapi tetap harus diambil. Ternyata, sejak Presiden Soeharto, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, semuanya pernah memutuskan menaikkan harga BBM. Mungkin cuma di era Presiden BJ Habibie yang tidak ada kenaikan harga BBM. Sebagai gantinya, Presiden Jokowi menyiapkan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga Sejarah agar rakyat kecil tetap mendapatkan haknya. Jadi, kenaikan harga BBM bukan soal fluktuasi harga BBM dunia, melainkan soal pencabutan subsidi.

Namun, bagaimanapun juga, kenaikan harga BBM pahit dan memberatkan. Pro dan kontra terhadap kebijakan itu adalah dinamika dalam demokrasi kita. Tetapi, efisiensi dan tepat sasaran harus menjadi agenda besar lima tahun ke depan. Masyarakat tetap boleh berdemonstrasi agar demokrasi tetap hidup asalkan bertanggung jawab dan tidak anarkis. Unjuk rasa menjadi cara berkomunikasi antara rakyat dan pemerintah. Dan, menjadi tugas pemerintah merespons atau mengajak duduk bersama untuk memberi informasi sejelas-jelasnya kepada rakyat. Bukankah Presiden Jokowi pernah melakukannya saat menyelesaikan kasus Tol Lingkar Luar (JORR) saat menjadi Gubernur DKI, atau lebih lama lagi saat memindahkan pedagang kali lima di Solo.

Pemborosan anggaran adalah pintu masuk maraknya korupsi. Semua anggaran digelembungkan karena menjadi bancakan eksekutif, legislatif, yudikatif. Dalam 10 tahun, KPK setidaknya menyelamatkan uang rakyat senilai Rp 16 triliun. Memang perlu kerja ekstra-keras karena uang yang dirampok koruptor sekitar Rp 170 triliun dalam 10 tahun ini. Bagaimana negeri ini bertahan bila kebocoran ada di mana-mana? Bagaimana kita menjaga kedaulatan negeri ini?

Kita tersadarkan ketika beberapa kali pesawat tempur Sukhoi memaksa pesawat-pesawat asing mendarat (force down) karena tak punya izin melintas. Jadi teringat insiden tahun 2003 ketika pesawat F-16 Fighting Falcon TNI AU mencegat pesawat F-18 Hornet milik AL Amerika Serikat di udara sekitar Pulau Bawean, Jawa Timur. Kala itu, pesawat kita yang justru digertak, satu F-16 dikunci dan satu lagi mesti bermanuver untuk menghindari target F-18. Untunglah, komunikasi terjadi hingga tidak ada insiden. Sadar bahwa kekuatan militer kita belum seberapa.

Kita selalu uring-uringan karena ikan-ikan di Laut Banda, Arafura, Kepulauan Natuna, Kepulauan Anambas, dijarah nelayan asing. Tetapi, kita sadar bahwa tak ada solusi signifikan yang bisa dilakukan. Kita berteriak-teriak ketika dikabarkan ada desa-desa di Kalimantan Timur bergabung ke Malaysia. Padahal, selama ini kita abai memperhatikan mereka dan lupa membangunkan infrastruktur yang terakses dengan pusat kekuasaan negeri ini. Juga bagaimana kita dianggap berdaulat jika server e-KTP saja tidak berada di dalam batas negeri ini?

Kita memang abai mengurus negeri ini. Politisi terlalu asyik bertikai. Untung saja Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat sudah berdamai karena lebih 40 hari DPR cuma ribut. PPP masih gaduh, juga Golkar. Konflik, pemborosan, dan korupsi membuat bangsa ini keropos, dan negeri ini makin melemah. Paul Kennedy sudah mengingatkan: imperium-imperium kuat saja bisa runtuh. Dan, saya bermimpi Indonesia tetap jaya sampai lebih 1.000 tahun lagi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar