Kesiapan
Songsong Pilkada Serentak
Mahfudz Ali ; Dosen Program Pascasarjana Untag Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 20 November 2014
MENDASARKAN
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 tanggal 23 Januari 2014
dan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali
Kota tanggal 2 Oktober 2014, Indonesia nantinya hanya menggelar dua kali
pemilu dalam rentang waktu lima tahun. Pertama; pilpres dan pileg pada
hari/bulan yang sama tahun 2019. Kedua; pilkada se-Indonesia pada hari/ bulan
yang sama tahun 2020.
Selama
masa transisi hingga 2020, hanya ada dua pilkada yakni tahun 2015 dan 2018.
Realisasi penyelenggaraan pilkada serentak itu bergantung pada DPR yang
sebelumnya memproduksi peraturan pilkada lewat DPRD. Dengan menimbang waktu
kritis, Dirjen Otda Kemendagri meminta DPR tidak mengulur-ulur waktu membahas
perppu tersebut. Pasalnya tahun 2015 sedikitnya ada 204 kepala daerah yang
berakhir masa baktinya.
Seiring
perkembangan waktu, hampir dapat dipastikan DPR akan menerima perppu
tersebut. Fraksi Partai Demokrat yang menginisiasi untuk kembali ke pilkada
langsung pasti akan mengamankan perppu tersebut mengingat yang meneken waktu
itu adalah Presiden SBYsebagai ketua umum partai tersebut. Apalagi kini ada
tambahan kekuatan, yaitu PPP yang bergabung ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Jadi,
total suara yang dimiliki kubu pilkada langsung ada 307, sedangkan kubu yang
cenderung memilih pilkada lewat DPRD memiliki kekuatan 253 suara. Hitungan
itu dengan catatan KIH harus bisa membangun komunikasi elegan dan
mengendalikan kalimat-kalimat yang bernuansa perppu itu menyudutkan Demokrat.
Semangat
yang dibangun dalam perppu, di samping menyesuaikan dengan putusan MK, juga
memelihara semangat keserentakan. Semangat berikutnya adalah guna
meminimalisasi friksi atau konflik antarpasangan calon (kepala daerah dan
wakil kepala daerah) sehingga hanya ada pemlihan kepala daerah (tidak
menyertakan pasangan/wakilnya).
Selanjutnya
ada uji publik guna menggali dan mengenali kompetensi, kapasitas, dan
integritas kandidat. Calon kepala daerah disyaratkan tidak pernah melakukan
perbuatan tercela seperti menipu, minum miras, mengonsumsi narkoba,
”bermain-main” dengan lawan jenis yang bukan haknya, dan melakukan kekerasan
dalam rumah tangga.
Calon
kepala daerah atau tim suksesnya dilarang memberi imbalan/mahar dalam bentuk
apa pun kepada partai politik/gabungannya selama proses pencalonan. Jika
terbukti melakukan hal itu, kendati terpilih, haknya itu akan dibatalkan.
Adapun
partai politik/ gabungannya yang terbukti menerima imbalan, dilarang
mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Penyelesaian
sengketa pilkada tak lagi berujung di MK tapi di Pengadilan Tinggi dan
berakhir di Mahkamah Agung, dengan syarat gugatan tersebut memengaruhi secara
signifikan hasil penetapan suara oleh KPU.
Khusus
petahana yang kembali mencalonkan, dilarang mengganti pejabat dalam 6 bulan
sebelum masa jabatannya berakhir, dan dilarang menggunakan program/kegiatan
pemerintahan daerah untuk kegiatan pemilihan pada 6 bulan sebelum masa
jabatannya berakhir.
Selain
itu, ada pembatasan kampanye terbuka untuk menghemat biaya dan menghindari
konflik horizontal. Tidak adanya calon kepala daerah-calon wakil kepala
daerah dalam satu paket, bukan berarti keberadaan wakil dihapus dalam buku
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Justru
keberadaan wakil harus lebih memberi makna bagi kepala daerah dalam
menjalankan pemerintahannya. Wakil sewaktu-waktu bisa diberhentikan oleh
kepala daerah manakala menjalankan agendanya sendiri yang berseberangan
dengan kepala daerahnya. Ini bagian dari semangat perppu guna meminimalisasi
gesekan antara kepala daerah dan wakilnya.
Mengusulan Wakil
Keberadaan
wakil kepala daerah diatur dalam perppu yang antara lain menegaskan bahwa
kepala daerah wajib mengusulkan calon wakilnya paling lambat 15 hari setelah
dilantik. Andai kepala daerah tidak mengusulkan, justru bisa dikenai sanksi.
Jumlah
wakil kepala daerah untuk tingkat provinsi maksimal 3, dan tingkat
kabupaten/kota maksimal 2, mendasarkan jumlah penduduk. Calon wakil kepala
daerah berasal dari PNS dengan golongan kepangkatan paling rendah IV/c dan
pernah atau sedang menduduki jabatan eselon II/a untuk calon wakil gubernur.
Adapun
calon wakil bupati/ wakil wali kota adalah golongan kepangkatan IV/b dan
pernah atau sedang menduduki jabatan eselon II/b. Berkait penyelenggarakan
pilkada secara serentak per 2015, sejak sekarang KPU harus sudah yakin bahwa
dasar hukum pilkada langsung telah tersedia, yaitu perppu.
Selanjutnya
mendesak presiden segera mengeluarkan sejumlah peraturan pemerintah (PP)
sebagai tindak lanjut amanah perppu. Masyarakat pun perlu mengawal
persidangan DPR agar menerima perppu tersebut. Perjalanan demokrasi Indonesia
telah membuktikan bahwa hasil pilkada secara langsung bisa mengantarkan sosok
kepala daerah menjadi presiden, yakni Jokowi.
Publik berharap politik hukum yang dibangun oleh MK dan pemerintahan
sebelumnya, yaitu hanya ada 2 pemilu dalam rentang waktu lima tahun bisa
menjadi kenyataan. Setop permainan wakil rakyat yang merebut hak rakyat yang
berujung kekarutmarutan peraturan pilkada. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar