Senin, 17 November 2014

BBM dan Potensi Stress

                                            BBM dan Potensi Stress

Any Rufaedah  ;   Pengajar dan Peneliti Psikologi Sosial
REPUBLIKA,  15 November 2014

                                                                                                                       


Hampir dipastikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan dinaikkan meskipun Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla seolah masih testing the water respons masyarakat.

Para politikus pun saling beradu pendapat. Mereka yang setuju mengatakan kenaikan harga BBM untuk kemaslahatan rakyat miskin, sedangkan yang tidak setuju menilai kebijakan itu justru akan mencekik rakyat miskin karena harga sembako pasti ikut naik.

Pengalihan subsidi BBM ke dana pen didikan (KIP), kesehatan (KIS), dan kesejahteraan keluarga (KKS) tidak bisa menjamin keberhasilan pemerintah menaikkan capaian pada tiga sektor itu, terlebih jika pemerintah tidak membuat instrumen pengukuran yang jelas. Penambahan anggaran hanya salah satu faktor yang mendukung keberhasilan sebuah sektor. Faktor lainnya, seperti perubahan mindset, perubahan perilaku, dan pendampingan pemerintah.

Semua memang membutuhkan dana, tetapi jika masyarakat tidak mengubah perilakunya menjadi sehat, misalnya, masalah kesehatan belum tentu diselesaikan. Pada sektor pendidikan, angka partisipasi murni (APM) pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Fakta ini disumbang faktor budaya dan dorongan pemerintah.

Sedangkan, harga kebutuhan hidup dipastikan ikut naik mengiringi kenaikan harga BBM. Kebutuhan hidup bukan hanya sembilan kebutuhan pokok, tapi juga biaya transportasi, tempat tinggal, serta pakaian. Pemerintah tidak punya kebijakan khusus untuk mengendalikan harga pasar. Semua seolah otomatis naik jika harga BBM naik. Kenaikan harga ini tidak begitu terasa bagi mereka yang sudah kaya, tapi bagi rakyat miskin sangat mencekik.

Oxfam International menghitung, butuh waktu 220 tahun untuk menghabiskan kekayaan Carlos Slim Helu, orang terkaya dunia asal Meksiko dengan pengeluaran 1 juta dolar AS per hari. Bill Gates yang menempati peringkat kedua, dibutuhkan waktu 218 tahun.

Di Indonesia tak kalah hebat. Penelitian Perkumpulan Prakarsa menyebutkan, kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia setara kekayaan 77 juta orang termiskin. Data BPS menyebutkan angka kemiskinan turun dari 11,46 persen atau 28,60 juta jiwa (2013) menjadi 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa (2014), tapi kesenjangan semakin lebar.

Dengan realitas ini, muncul pertanyaan: jika dengan harga BBM Rp 6.500 saja kesenjangan sudah tinggi, bagaimana jika dinaikkan menjadi Rp 8.600 atau Rp 9.500? Sementara, kebijakan khusus yang mengimbangi kenaikan biaya hidup, misalnya, kenaikan UMR, tak dilakukan. Dengan kenaikan harga BBM hingga Rp 3.000, upah yang seharusnya cukup untuk satu bulan bisa habis dalam dua minggu.

Tak mungkin memaksa rakyat miskin bekerja lebih giat, sementara ketersediaan lapangan kerja terbatas. Teori strukturalisme, yang menjadi acuan aktivis sosial, tidak sepakat jika kemiskinan disebabkan kurangnya usaha. Pemulung, tukang becak, tukang panggul, atau pedagang asongan bekerja keras mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, taraf hidup mereka tak kunjung membaik.

Stres adalah perasaan tertekan akibat suatu masalah. Stres sangat bertalian dengan frustrasi. Secara teoretis, frustrasi adalah perasaan tegang akibat tak tercapainya keinginan yang ditandai rasa cemas. Jika tidak ada solusi, kecemasan semakin tinggi dan bisa menghasilkan stres.

Kenaikan harga BBM potensial menimbulkan frustrasi di masyarakat. Sebab, kemungkinan untuk mencukupi kebutuhan secara layak semakin kecil.
Frustrasi yang berlangsung terus berpotensi menimbulkan stres berkepanjangan. Stres tidak hanya merugikan penderitanya, tapi bisa memakan korban. Frustration-agression hypothesis (hipotesis frustrasi-agresi) menyatakan, frustrasi akan menyebabkan perilaku kekerasan fisik, verbal, atau seksual. Gejala ini berkembang di masyarakat, seperti, ayah kandung memperkosa anaknya, kekerasan rumah tangga, narkoba, sampai pembunuhan kerabat.

Fenomena itu sering berkaitan dengan frustrasi. Teori psikologi menyebutnya `mekanisme kambing hitam' (scapegoat). Orang yang frustrasi biasanya mencari kambing hitam dari tak tercapainya keinginan. Sebenarnya, ia tahu siapa penyebab frustrasi, tetapi sadar tidak mungkin bisa memarahi atau memukulnya. Orang miskin tahu yang menyebabkannya miskin adalah tak meratanya perekonomian, bisa karena kebijakan pemerintah atau korupsi.

Namun, mereka tidak mungkin langsung marah kepada presiden dan pejabat pelaku korupsi. Akhirnya, mereka mencari kambing hitam. Bentuknya bisa memperkosa, memukul, mencaci maki, dan sebagainya. Jika frustrasi berlangsung setiap hari, kekerasan pun berlangsung setiap hari.

Pemerintah mungkin beralibi kasus sekarang berbeda. Masyarakat kecil pendukung Presiden Jokowi. Mereka sangat mendengar kata Jokowi. Itu terbukti dengan minimnya demo penolakan kenaikan harga BBM dibandingkan saat masih dipimpin Presiden SBY.

Figur presiden sangat berpengaruh pada gejolak di masyarakat. Namun, Presiden Jokowi juga memperkirakan dampak lain seperti stres massal di masyarakat. Masyarakat pemilih tidak menolak kenaikan harga BBM karena saking cintanya pada Jokowi, tapi apa mereka bisa menghindar dari keterpurukan ekonomi karena cinta itu? Presiden dan semua perangkatnyalah yang harus memikirkan.

Setelah harga BBM dinaikkan dan rakyat kecil kolaps, bagaimana figur Jokowi bisa jadi solusi? Harus dibuktikan figur Jokowi bisa menenangkan rakyat kecil. Jika Jokowi mengaku dekat dengan rakyat, harus dibuktikan kebenarannya dalam kondisi susah.

Jokowi harus membuktikan keberhasilan pengalihan subsidi bagi kesejahteraan rakyat. Pelayanan pendidikan dan kesehatan harus terukur keberhasilannya. Jokowi harus menyadari bahwa kenaikan harga BBM mengandung risiko besar, dampak positifnya pun harus besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar