Minggu, 23 November 2014

UMKM Pilar Hadapi MEA

                                       UMKM Pilar Hadapi MEA

Suparnyo  ;   Rektor Universitas Muria Kudus (UMK)
SUARA MERDEKA,  21 November 2014

                                                                                                                       


USAHA mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi salah satu pilar ekonomi kerakyatan yang tidak bisa dipisahkan dari nadi perekonomian Tanah Air. Bahkan, sektor tersebut jadi salah satu basis ekonomi yang tahan gempuran ekonomi global. Sektor ini adalah fakta menarik berkait kemandirian ekonomi kerakyatan.

Selain menyerap banyak tenaga kerja, pelaku usaha tak mesti harus berpendidikan tinggi, tapi cukup berbekal ide dan kreativitas. Aktivitas ekonomi kerakyatan berbasis SDM dan sumber daya alam (SDA) di tingkat lokal (daerah) ini menarik karena menjadi salah satu instrumen yang meringankan kewajiban negara menyiapkan lapangan kerja bagi rakyatnya. Jumlah UMKM di Indonesia pun cukup besar. Saat menjabat Menkop dan UMKM Syarief Hasan menyebut angka 56,5 juta unit, 98,9% di antaranya usaha mikro (Antara, 1/2/14). Untuk Jateng, tahun 2012 tercatat 80.583 UMKM (Bisnis Indonesia, 16/8/13). Besarnya jumlah UMKM menjadi penanda partisipasi swasta dan pelaku usaha kecil ikut mengambil peran yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Pasalnya, berbicara UMKM tidak semata bicara bagaimana seseorang mendapatkan kesempatan kerja, lebih dari itu adalah soal kemandirian dan pembangunan ekonomi lokal (daerah). Doktor Khomsiyah Ak CA dan Dr Hermien Triyowati MS dalam kajian bertajuk ’’Membangun Kemandirian Ekonomi melalui Pembangunan Ekonomi Lokal Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia’’ melihat betapa penting sektor pembangunan ekonomi lokal ini. Dalam perjalanannya, tak sedikit pelaku UMKM mengalami kesulitan mengembangkan usaha.

Faktor penyebab secara umum karena tiadanya modal, ketidakpahaman bermitra dengan perbankan, hingga keminiman inovasi baru terkait produk. Pada posisi ini, disadari atau tidak, UMKM butuh dukungan banyak pihak, tak terkecuali dari pemerintah dan perguruan tinggi. Pemerintah bisa membantu membuka jaringan pasar (market) yang lebih besar, sementara perguruan tinggi membantu dari sisi riset untuk pengembangan dan inovasi produk.

Peran lain yang bisa diambil pemerintah dan perguruan tinggi, yakni pendampingan dan memberikan penyadaran bahwa paradigma usaha tidaklah cukup dengan untung saja tapi harus berkelanjutan. Ada hal menarik kaitannya antara UMKM dan pembangunan berkelanjutan, di mana ekonomi lokal yang termanifestasikan melalui sektor UMKM, berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan generasi mendatang.

Menjelang ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 keberadaan UMKM perlu mendapat perhatian lebih serius agar eksistensi dan keberlangsungannya terjaga. Pelaku usaha sektor UMKM dibantu pemerintah dan perguruan tinggi, bisa memetakan berbagai keunggulan produk yang dimiliki dan memunculkan ciri pembeda (diferensiasi), agar pasar mereka tidak kalah dari berbagai produk global yang akan bersaing di pasar bebas nanti. Pemetaan dan pemunculan diferensiasi produk ini penting karena pertarungan ekonomi global akan berdampak negatif jika produk UMKM tidak memiliki keunggulan dan tak ditopang inovasi.

Bisa Berkontribusi Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk penguatan UMKM menuju kemandirian ekonomi kerakyatan merespons kebijakan MEA. Pertama; pembinaan dan pelatihan. Dua upaya itu penting berkait banyak hal, dari manajemen, hukum, marketing, psikologi, dan sebagainya. Dalam bahasa sederhana, semua bidang ilmu bisa berkontribusi dalam pembinaan dan pelatihan untuk penguatan UMKM. Kedua; pendampingan untuk mendapatkan hak merek atau Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) lainnya.

Hak merek atau HAKI menjadi penting bagi pelaku usaha terkait orisinalitas produk mereka. Dengan paten yang dimiliki, UMKM yang mengeluarkan produk makin tinggi motivasinya dan kepercayaan dirinya meningkat karena memiliki sertifikat paten atas produknya. Ketiga; konsorsium UMKM. Konsorsium ini menjadi salah satu pilar penting yang akan berdampak positif bagi penguatan sektor tersebut.

Banyak hal yang bisa dilakukan dengan adanya konsorsium UMKM melalui kemitraan yang terbangun. Mempertimbangkan urgensi konsorsium UMKM, penulis mendukung Lembaga Penelitian Universitas Muria Kudus (Lemlit UMK) yang belum lama ini menyosialisasikan pembentukan konsorsium UMKM berbasis tekstil, yang antara lain meliputi industri bordir, konfeksi, dan batik. Kendati segmen yang dibidik adalah UMKM berbasis tekstil, wacana pembentukan konsorsium ini mendapat respons positif dari banyak pihak, khususnya di Eks Karesidenan Pati dan sekitarnya.

Ini dibuktikan dengan kehadiran perwakilan instansi terkait dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Demak serta pelaku usaha dalam forum ini. Berbagai pihak pun menyatakan dukungannya dan siap masuk dalam konsorsium ini. Menghadapi MEA, kemandirian ekonomi kerakyatan jadi keniscayaan untuk diwujudkan. Sektor UMKM bisa menjadi pilar untuk mewujudkannya sehingga eksistensi dan keberlangsungan sektor itu harus menjadi pemikiran bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar