UMKM
Pilar Hadapi MEA
Suparnyo ; Rektor Universitas Muria Kudus (UMK)
|
SUARA
MERDEKA, 21 November 2014
USAHA
mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi salah satu pilar ekonomi kerakyatan
yang tidak bisa dipisahkan dari nadi perekonomian Tanah Air. Bahkan, sektor
tersebut jadi salah satu basis ekonomi yang tahan gempuran ekonomi global.
Sektor ini adalah fakta menarik berkait kemandirian ekonomi kerakyatan.
Selain
menyerap banyak tenaga kerja, pelaku usaha tak mesti harus berpendidikan
tinggi, tapi cukup berbekal ide dan kreativitas. Aktivitas ekonomi kerakyatan
berbasis SDM dan sumber daya alam (SDA) di tingkat lokal (daerah) ini menarik
karena menjadi salah satu instrumen yang meringankan kewajiban negara
menyiapkan lapangan kerja bagi rakyatnya. Jumlah UMKM di Indonesia pun cukup
besar. Saat menjabat Menkop dan UMKM Syarief Hasan menyebut angka 56,5 juta
unit, 98,9% di antaranya usaha mikro (Antara, 1/2/14). Untuk Jateng, tahun
2012 tercatat 80.583 UMKM (Bisnis
Indonesia, 16/8/13). Besarnya jumlah UMKM menjadi penanda partisipasi
swasta dan pelaku usaha kecil ikut mengambil peran yang tak bisa dipandang
sebelah mata.
Pasalnya,
berbicara UMKM tidak semata bicara bagaimana seseorang mendapatkan kesempatan
kerja, lebih dari itu adalah soal kemandirian dan pembangunan ekonomi lokal
(daerah). Doktor Khomsiyah Ak CA dan Dr Hermien Triyowati MS dalam kajian
bertajuk ’’Membangun Kemandirian Ekonomi melalui Pembangunan Ekonomi Lokal Berkelanjutan
untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia’’ melihat betapa penting sektor
pembangunan ekonomi lokal ini. Dalam perjalanannya, tak sedikit pelaku UMKM
mengalami kesulitan mengembangkan usaha.
Faktor
penyebab secara umum karena tiadanya modal, ketidakpahaman bermitra dengan
perbankan, hingga keminiman inovasi baru terkait produk. Pada posisi ini,
disadari atau tidak, UMKM butuh dukungan banyak pihak, tak terkecuali dari
pemerintah dan perguruan tinggi. Pemerintah bisa membantu membuka jaringan pasar
(market) yang lebih besar, sementara perguruan tinggi membantu dari sisi
riset untuk pengembangan dan inovasi produk.
Peran
lain yang bisa diambil pemerintah dan perguruan tinggi, yakni pendampingan
dan memberikan penyadaran bahwa paradigma usaha tidaklah cukup dengan untung
saja tapi harus berkelanjutan. Ada hal menarik kaitannya antara UMKM dan
pembangunan berkelanjutan, di mana ekonomi lokal yang termanifestasikan
melalui sektor UMKM, berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan generasi mendatang.
Menjelang
ASEAN Economic Community (AEC) atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 keberadaan UMKM perlu mendapat perhatian
lebih serius agar eksistensi dan keberlangsungannya terjaga. Pelaku usaha
sektor UMKM dibantu pemerintah dan perguruan tinggi, bisa memetakan berbagai
keunggulan produk yang dimiliki dan memunculkan ciri pembeda (diferensiasi),
agar pasar mereka tidak kalah dari berbagai produk global yang akan bersaing
di pasar bebas nanti. Pemetaan dan pemunculan diferensiasi produk ini penting
karena pertarungan ekonomi global akan berdampak negatif jika produk UMKM
tidak memiliki keunggulan dan tak ditopang inovasi.
Bisa
Berkontribusi Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk penguatan UMKM
menuju kemandirian ekonomi kerakyatan merespons kebijakan MEA. Pertama;
pembinaan dan pelatihan. Dua upaya itu penting berkait banyak hal, dari
manajemen, hukum, marketing, psikologi, dan sebagainya. Dalam bahasa
sederhana, semua bidang ilmu bisa berkontribusi dalam pembinaan dan pelatihan
untuk penguatan UMKM. Kedua; pendampingan untuk mendapatkan hak merek atau
Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) lainnya.
Hak
merek atau HAKI menjadi penting bagi pelaku usaha terkait orisinalitas produk
mereka. Dengan paten yang dimiliki, UMKM yang mengeluarkan produk makin
tinggi motivasinya dan kepercayaan dirinya meningkat karena memiliki
sertifikat paten atas produknya. Ketiga; konsorsium UMKM. Konsorsium ini
menjadi salah satu pilar penting yang akan berdampak positif bagi penguatan
sektor tersebut.
Banyak
hal yang bisa dilakukan dengan adanya konsorsium UMKM melalui kemitraan yang
terbangun. Mempertimbangkan urgensi konsorsium UMKM, penulis mendukung
Lembaga Penelitian Universitas Muria Kudus (Lemlit UMK) yang belum lama ini
menyosialisasikan pembentukan konsorsium UMKM berbasis tekstil, yang antara
lain meliputi industri bordir, konfeksi, dan batik. Kendati segmen yang
dibidik adalah UMKM berbasis tekstil, wacana pembentukan konsorsium ini
mendapat respons positif dari banyak pihak, khususnya di Eks Karesidenan Pati
dan sekitarnya.
Ini dibuktikan dengan kehadiran perwakilan instansi terkait dari Kudus,
Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Demak serta pelaku usaha dalam forum ini.
Berbagai pihak pun menyatakan dukungannya dan siap masuk dalam konsorsium ini.
Menghadapi MEA, kemandirian ekonomi kerakyatan jadi keniscayaan untuk
diwujudkan. Sektor UMKM bisa menjadi pilar untuk mewujudkannya sehingga
eksistensi dan keberlangsungan sektor itu harus menjadi pemikiran bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar