Lingkaran
Kebencian
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
22 November 2014
INILAH
ironinya: Jerusalem disebut sebagai ”kota damai”, tetapi yang hidup di
dalamnya adalah kebencian. Kebencian sudah beranak pinak di kota itu.
Mengapa
di kota yang pernah dikaruniai begitu banyak nabi itu hingga kini justru
menjadi pusat konflik dunia? Justru menjadi tempat kebencian, dendam, dan
keinginan saling menghancurkan hidup demikian subur? Siapa yang telah
memasukkan kejahatan ke kota Jerusalem? Siapa yang meletakkan kebencian,
kejahatan, dan balas dendam di tanah Palestina, sebentang tanah yang
disebut-sebut mengalirkan susu dan madu?
Lihatlah,
apa yang terjadi setelah tiga remaja Israel usia belasan tahun dikabarkan
hilang dan ditemukan tewas di Tepi Barat pada Juni lalu. Perdana Menteri
Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan untuk melakukan ”aksi balas dendam”.
Setelah
perintah itu keluar, dilancarkan operasi militer yang diberi nama sandi
Operation Protective Edge di Jalur Gaza. Perang berkobar selama
berpekan-pekan. Hasilnya? Hampir 2.000 orang Palestina, termasuk 1.407
penduduk sipil—448 orang di antaranya anak-anak—tewas! Israel hanya
kehilangan 3 warga sipil dan 64 tentara.
Sebelumnya,
ketika pecah Perang Gaza akhir 2008 hingga awal 2009, yang oleh Israel
disebut Operation Cast Lead,
sebagai jawaban penembakan rudal oleh Hamas ke wilayah Israel, 1.400 orang
Palestina tewas. Adapun Israel hanya kehilangan empat orang. Dari 1.400 orang
Palestina yang tewas itu, 345 orang adalah anak-anak (The Christian Science Monitor, Juli 2014).
Masih
soal korban tewas. Dari tahun 2000 hingga 2007—termasuk selama berkobar Intifada Kedua, 26 September 2000
hingga 8 Februari 2005—tercatat 4.228 orang Palestina tewas dan Israel
kehilangan 1.024 orang. Dari jumlah korban sebanyak itu, baik Israel maupun
Palestina, 971 orang di antara mereka adalah anak-anak. Dari 971 anak-anak
korban perang, 854 orang adalah anak-anak Palestina.
Lalu,
apa yang ingin dikatakan dengan kenyataan seperti itu? Apalagi, kini berkobar
lagi kekerasan dan kekejaman di Jerusalem. Dua orang Palestina bersenjata
menyerang sebuah sinagoga di Jerusalem timur, menewaskan empat orang Israel,
termasuk tiga rabi. Jawaban Israel? Netanyahu memerintahkan pembalasan,
antara lain menghancurkan rumah orang-orang Palestina yang dicuriga, didakwa,
sebagai pelaku.
Benar
bahwa Israel dan Palestina sudah terjerat dalam lingkaran kebencian dan
keputusasaan. Dalam kondisi seperti itu, peluang untuk terciptanya perdamaian
yang permanen tampaknya semakin tidak mungkin.
Perang
memang sudah menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Sepertinya sulit untuk
memutus mata rantai peperangan itu. Padahal, semua tahu bahwa perang adalah
suatu pembunuhan dan hasil yang dibuahkan adalah kerusakan dan kebencian.
Karena itu, perang tidak akan mampu menghasilkan solusi bagi pemecahan
konflik, bahkan cenderung memperluas.
Namun, ”Bagaimana mungkin ada
perdamaian kalau tidak ada keadilan,” demikian pernah dikatakan oleh
Yesaya atau Ysya’yahu atau Asya’yaa, seorang nabi yang hidup
pada abad ke-8 sebelum Masehi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar