"Agama
telah mengajarkan sifat-sifat mulia sehingga orang beragama semestinya
mempunyai akhlak mulia"
JUDUL artikel ini adalah imbauan Kol Drs H
Bahrum Rangkuti dalam salah satu pidatonya, semasa menjabat Kepala Pusat
Rohani Islam ALRI, yang intinya supaya bangsa kita memiliki akhlak mulia
sebagaimana akhlak Tuhan, dan dalam pergaulan sosial menunjukkan sikap
kasih sayang kepada sesama manusia. Bukankah Tuhan Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang?
Sungguh tepat menyebarluaskan imbauan
tersebut sekarang ini tatkala kita melihat kenyataan dalam masyarakat bukan
wajah Tuhan yang tampak di bumi melainkan wajah setan, yang ditandai oleh
kemerebakan kejahatan dan kemaksiatan. Banyak orang, termasuk para pemimpin
nasional berpendapat bahwa sekarang ini kita memasuki zaman edan.
Dalam dialog nasional bertajuk
’’Kepemimpinan Nasional Menuju Penguatan Kedaulatan Bangsa’’ di Bandung,
tokoh nasional yang tengah mencalonkan diri sebagai presiden, Prabowo
Subianto menyatakan, korupsi di negara kita sudah gila-gilaan. Sekarang ini
zaman edan (merdeka.com, 02/02/13 ).
Warga Indonesia yang hidup dalam tiga zaman
hingga mengalami sendiri dan melihat kehidupan masyarakat pada zaman
penjajahan Belanda, Jepang, dan zaman republik, meliputi era Orde Lama,
Orde Baru, dan reformasi, pasti mengakui bahwa pada masa sekarang ini
kejahatan dan kemaksiatan mengalami peningkatan luar biasa.
Terbukti, hampir semua lapisan masyarakat
korupsi, dalam beragam wujud. Pelakunya dari kalangan sipil, militer,
polisi, pejabat eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Bahkan tak sedikit
pejabat instansi yang bertugas pokok membina masyarakat dalam bidang
pendidikan dan keagamaan tak luput dari perbuatan korupsi.
Masyarakat pun banyak mengkritik wakil
rakyat karena korupsi terkait lembaga legislatif justru paling besar.
Apakah wakil rakyat yang terhormat itu merasa malu dengan perbuatan mereka
yang tak terpuji itu dan tergerak memperbaiki diri? Realitasnya,
kemerebakan korupsi di lembaga legislatif tak dapat dimungkiri. Bahkan
baru-baru ini anggota DPR, sekaligus pimpinan parpol yang bersemboyan
bersih, peduli, dan Islami, ditetapkan sebagai tersangka kasus
korupsi.
Sebuah lembaga survei menyatakan Indonesia
merupakan negara paling korup di antara 16 negara di kawasan Asia Pasifik.
Di samping korupsi, sekarang merebak kejahatan lain, seperti perampokan,
prostitusi, perjudian, pemerkosaan, penggunaan dan perdagangan narkoba,
terorisme, dan lain-lain.
Religiositas
Kemerebakan kejahatan dan kemaksiatan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tidak adanya tindakan
tegas dari aparat penegak hukum terhadap pelaku; sanksi hukum yang ringan;
keterpaksaan; ada kesempatan; pengaruh gaya hidup hedonis, dan kemelemahan
religiositas.
Artikel ini akan membahas kemelemahan
religiositas mengingat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa religius,
dan mayoritas beragama Islam. Karena kemelemahan religiositas, maka banyak
orang, yang meskipun memiliki pengetahuan tinggi tentang agama, mereka
tidak mengamalkannya. Orang yang memiliki religiositas kuat berarti selalu
mengamalkan segenap dimensi religiositas itu, yang meliputi keyakinan
agama; pengetahuan agama; praktik agama (ritual); pengalaman agama;
dan konsekuensi atau buah dari empat dimensi tersebut berupa perilaku
religius, termasuk moralitas.
Selain itu, ada segolongan orang yang masih
minim pengetahuan agamanya. Mereka mengaku beragama (having religion)
tetapi tidak atau belum mengamalkan ajaran agama. Mereka ini sejatinya
belum termasuk beragama (being religious) dalam arti sesungguhnya.
Persoalan itu menjadi tugas para mubalig/
guru agama untuk mendakwahi mereka lewat cara arif dan bijak supaya bisa
menjadi umat beragama yang kaffah (sepenuhnya). Tugas dakwah berlangsung
sepanjang masa selama masih ada manusia di bumi. Terlebih Alquran
menyebutkan bahwa sampai hari kiamat pun setan selalu mendekati manusia
untuk menggoda supaya melanggar larangan-larangan agama.
Wajah
Tuhan
Kata wajah Tuhan adalah merupakan kiasan,
yang maksudnya memancarkan sifat-sifat mulia. Kebalikannya adalah wajah
setan yang memancarkan sifat-sifat kebinatangan. Menurut ajaran
Islam, Allah mempunyai sifat-sifat jalal dan kamal, yakni kebesaran dan
kesempurnaan, seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha
Suci, Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Besar, Maha Kuasa, dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, tidak
mungkin bisa memiliki sifat-sifat Tuhan. Tetapi sifat-sifat Tuhan itu bisa
menjadi inspirasi agar manusia memiliki sifat-sifat mulia dan menjauhi
sifat-sifat jahat, sebagaimana sifat-sifat setan.
Agama mengajarkan sifat-sifat mulia
sehingga orang yang beragama mestinya berakhlak mulia. Kenyataannya masih
banyak orang yang belum memahami ajaran agama. Banyak pula orang yang
mendalami dan mengetahui ajaran agama, namun tidak mengamalkan. Fenomena
inilah yang kita jumpai pada masa yang sering disebut zaman edan.
Fenomena kontradiksi antara ajaran agama
dan pengamalannya mendapat kritik dari pujangga Ronggowarsito
(1802-1873) dalam Serat Joko Lodang (Sinom) yang terjemahan Indonesianya kurang
lebih sebagai berikut,
’’Orang alim, alim pulasan. Mengaku alim
padahal berbuat maksiat. Madat, madon (melacur), minum, main (berjudi).
Kaji-kaji (para haji) dengan serban dan kethu (peci-Red) putih tak ada
artinya. Orang perempuan tidak punya rasa malu, karena pengaruh harta
benda’’.
Kritik yang bersifat membangun tersebut
harus kita terima dengan lapang dada sebagai bahan introspeksi supaya kita
ikhlas kembali kepada ajaran agama yang benar, dan mengamalkannya dengan
sungguh-sungguh, lahir dan batin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar