Dalam state of the union address (12/2),
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menyampaikan sejumlah persoalan
krusial AS yang harus diselesaikan pemerintahannya.
Sesuai prediksi para
pengamat politik dan seperti yang pernah disampaikan Obama pada pelantikan
dirinya sebagai presiden AS yang kedua kali pada 21 Januari, persoalan
ekonomi dan pengangguran yang menjadi keprihatinan kebanyakan warga AS,
akan menjadi agenda kerja utama pemerintahannya.
Untuk mengatasinya,
Obama mendesak anggota Kongres dari Partai Republik dan Partai Demokrat
agar ikut bekerja sama, mendorong ekonomi dengan memperkuat dan memperbesar
jumlah kelas menengah, membangun kembali infrastruktur Amerika, serta
meningkatkan sektor manufaktur.
Dalam menjalankan kebijakan
luar negeri pun, masalah ekonomi tetap dijadikan perhatian utama. Obama
akan melakukan pengetatan anggaran dalam hal penempatan pasukan AS di luar
negeri sebagai cara mengurangi beban pengeluaran negara.
Untuk merealisasikannya,
Obama mempercepat proses penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan, dan
menyerahkan sepenuhnya masalah keamanan pada pasukan Afghanistan, yang
rencananya akan diselesaikan secara menyeluruh di wilayah tersebut pada
2014.
Hal serupa berlaku pula
pada kebijakan luar negeri lain seperti isu Korea Utara. Meskipun Obama
dalam pidatonya menyinggung tentang program pelucutan senjata nuklir Korut,
sesungguhnya hal itu merupakan strategi untuk mengalihkan kepentingan
Amerika dari kawasan Timur Tengah ke kawasan Asia-Pasifik. Hal itu
dilakukan Obama karena kawasan Asia Pasifik saat ini dinilai sangat vital
bagi kepentingan ekonomi AS.
Dengan disinergikannya
kepentingan ekonomi dalam negeri dengan masalah kebijakan luar negeri AS,
sebagaimana dikatakan Obama dalam pidatonya hal ini menunjukkan Obama telah
menerapkan sebuah kebijakan yang oleh Daniel Drezner (Profesor Politik
Internasional dari Tufts University) disebut sebagai “Obama's Mercantilist”
dalam tulisannya di blog Foreign Policy (14/2).
Negara Kuat
Dalam literatur ekonomi
politik internasional, merkantilisme adalah sebuah mazhab pemikiran yang
menggambarkan pandangan dunia pemimpin politik dalam membangun negara
modern. Mereka berpendapat aktivitas ekonomi seharusnya tunduk dan memiliki
tujuan utama membangun negara yang kuat. Dengan kata lain, ekonomi adalah
alat politik dasar bagi kekuasaan politik.
Merkantilisme cenderung
melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan
nasional yang saling bertentangan, daripada sebagai wilayah kerja sama dan
saling menguntungkan. Singkatnya, persaingan ekonomi antarnegara adalah
permainan zero-sum di mana keuntungan suatu negara merupakan kerugian bagi
negara lain (Jackson & Sorensen, 1999).
Robert Gilpin dalam
karyanya The Political Economy of International Relations (1987, 32)
menyebutkan dua bentuk merkantilisme untuk membedakan persaingan ekonomi
antarnegara. Pertama adalah benign mercantilism. Di sini negara memelihara
kepentingan ekonomi nasional, sebab hal tersebut merupakan unsur penting
dalam keamanan nasionalnya.
Kedua adalah malevolent
mercantilism. Di sini negara-negara berupaya mengeksploitasi perekonomian
internasional melalui kebijakan ekspansi. Dengan demikian merkantilisme
jenis ini melihat kekuatan ekonomi dan kekuatan politik militer sebagai tujuan
yang saling melengkapi.
Merujuk pada State of
the union address Obama pada 12 Februari, sesungguhnya apa yang
dikemukakannya merupakan bentuk pemahaman merkantilisme yang digambarkan
Gilpin. Obama mulai hirau dengan persoalan ekonomi yang makin kompetitif
(zero-sum), dan ini sangat rentan terhadap kepentingan ekonomi nasional AS
yang mengalami kelesuan sejak tahun 2008.
Untuk itu, agar dapat
memulihkan perekonomian negaranya Obama melakukan pergeseran fokus
kebijakan luar negeri dari Timur Tengah ke Asia Pasifik mengingat ekonomi
di kawasan itu mengalami pertumbuhan paling cepat dan sangat kompetitif
(zero-sum).
Mengapa Asia Pasifik?
Dalam kunjungan
pertamanya ke Indonesia pada 8-10 Februari 2013, Panglima Komando Militer
AS yang ditugaskan Obama di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J
Locklear III menjelaskan mengapa Asia Pasifik kini makin strategis bagi AS
di tengah perubahan dinamika kekuatan global.
Locklear menjelaskan
pergeseran fokus keamanan tersebut, yang pertama kali diumumkan Obama pada
17 November 2011, sebagai “Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS di Asia
Pasifik.” Locklear mengatakan perimbangan itu bukan hanya menyangkut
militer tapi juga kebijakan, diplomasi, dan perdagangan ekonomi.
Untuk memuluskan
rebalance yang dimaksud, AS mengerahkan lebih dari setengah kekuatan
militer laut yang kini ditugaskan beroperasi di kawasan Asia
Pasifik. PACOM dibekali setidaknya seperlima dari total kekuatan
militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada Angkatan Laut Amerika.
Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat lima kapal induk dengan
kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000 personel
militer aktif.
Tentu saja pengerahan
kekuatan militer ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan ekonomi AS di
Asia Pasifik, sebuah kawasan yang memiliki dua dari tiga ekonomi terbesar
di dunia. Begitu pula dari segi bisnis dan perdagangan, kawasan ini sangat
strategis bagi AS.
Asia Pasifik memiliki
sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, merupakan jalur-jalur laut
paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$ 8 triliun, dan 70 persen dari
kapal-kapal pengangkut bahan energi melintasi lautan Pasifik setiap
harinya.
Di sisi pertahanan dan
keamanan pun, Asia Pasifik tidak kalah strategis mengingat tujuh dari 10
kekuatan militer terbesar dunia ada di kawasan ini, termasuk
angkatan-angkatan laut dengan teknologi paling canggih.
Oleh karena itu, dalam
konteks pemahaman merkantilisme Gilpinian dan merujuk pada pernyataan
Locklear, wajar jika Obama saat ini menekankan perhatian pada wilayah Asia
Pasifik. Di kawasan ini Obama akan terus mensinergikan kekuatan ekonomi dan
politik-militer negaranya untuk membangkitkan kembali ekonomi AS yang lesu
sejak tahun 2008. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar