Pernyataan Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail yang
menolak bekerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta Jokowi dalam menangani
masalah banjir di Jakarta, kembali membuktikan bahwa masalah Jakarta memang
tidak bisa diselesaikan secara lokal, tetapi harus melibatkan unsur
pemerintah pusat dan pimpinan nasional.
Pernyataan Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail yang
menolak bekerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta Jokowi dalam menangani
masalah banjir di Jakarta, kembali membuktikan bahwa masalah Jakarta memang
tidak bisa diselesaikan secara lokal, tetapi harus melibatkan unsur
pemerintah pusat dan pimpinan nasional.
Karena jika pimpinan daerah yang sejajar, seperti Jokowi dan Nurmahmudi,
sudah tidak bisa bekerja sama dengan baik maka harus ada pimpinan yang
lebih tinggi yang mengendalikan atau menjembatani kedua pimpinan daerah
tersebut. Pimpinan nasional dalam hal ini presiden selaku atasan langsung
dari pimpinan daerah, seharusnya mampu untuk memberikan arahan dan
keputusan tentang apa yang mesti dilakukan dan siapa yang bertanggung jawab
terhadap hal tersebut demi mencapai tujuan yang lebih luas (nasional) dari
hanya sekadar mementingkan urusan dan masalah masing-masing daerah.
Selanjutnya, penolakan Nurmahmudi tersebut juga menggambarkan dan juga
mungkin mewakili kepicikan pemikiran pemimpin-pemimpin kita saat ini.
Bagaimana mungkin seorang pimpinan daerah yang saling berdampingan menolak
bekerja sama untuk suatu masalah yang menjadi isu nasional bagi negara di
mana mereka berada. Ini sungguh hal yang sangat luar biasa dan sulit diterima
akal sehat. Tidakkah Nurmahmudi berpikir bahwa Depok dan Jakarta saling
membutuhkan? Jakarta membutuhkan Depok untuk satu hal dan Depok pasti
membutuhkan Jakarta dalam hal lainnya.
Apakah dalam melakukan aktivitasnya Nurmahmudi tidak pernah melewati dan
menggunakan jalan-jalan di Jakarta? Bukansaja Nurmahmudi, bahkan ratusan
ribu atau mungkin jutaan warga Depok setiap hari pergi dan pulang ke
Jakarta untuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya. Apakah mereka tidak
merasa terganggu jika Jakarta mengalami banjir dan kemudian segala
aktivitas di Jakarta menjadi terhambat? Lalu, apa yang menjadi alasan
beliau untuk menolak bekerja sama dalam mengelola banjir di Jakarta
tersebut?
Mungkin saja ada beberapa alasan penolakan beliau, misalnya; 1) beliau
memang tidak mampu melihat manfaat dari kerja sama itu atau dengan kata
lain beliau tidak mampu melihat kepentingan yang lebih luas; 2) beliau
belum mendapatkan informasi yang lebih detail dari Jokowi tentang kerja
sama yang dimaksud, atau 3) memang beliau menolak karena ada agenda-agenda
lainnya yang menurut beliau lebih penting. Yang patut disesalkan adalah
jika alasan penolakan beliau tersebut dilatarbelakangi oleh adanya
agenda-agenda lain yang menurut beliau lebih penting dan akan sangat naif
bila penolakan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya agendaagenda politik
tertentu.
Di sinilah sebenarnya tingkat kedewasaan seorang pemimpin diuji. Seorang
pimpinan dari manapun asal dan latar belakangnya, pada saat dia terpilih
maka dia harus melepaskan semua atribut latar belakang, golongan, partai,
suku, dan sebagainya. Karena saat terpilih, dia seharusnya menjadi milik
dan mewakili semua golongan dan dia wajib memikirkan kepentingan yang lebih
luas di atas kepentingan- kepentingan yang berdimensi sempit tersebut.
Apa pun alasannya, penolakan kerja sama tersebut jelasjelas menunjukkan
ketidakharmonisan hubungan antarpimpinan daerah di bawah kepemimpinan
Presiden SBY sekarang ini. Apalagi, kerja sama yang dipersoalkan tersebut
jelas-jelas merupakan isu nasional yang sudah berlangsung puluhan tahun dan
menjadi masalah kronis di Jakarta. Presiden SBY semestinya memahami
persoalan tersebut, karena beliau pun sempat menjadi salah satu korban, di
mana saat puncak musim hujan tahun 2012 lalu banjir sempat menerjang Istana
Negara yang menjadi salah satu simbol kenegaraan kita bertepatan saat
beliau hendak menerima tamu negara.
Tentunya kejadian ini jangan sampai terulang kembali di masa yang akan
datang. Inisiatif yang dilakukan oleh Jokowi sebenarnya sudah berjalan
menuju arah yang benar, karena menurut pemikiran beliau selain melakukan
rehabilitasi dan normalisasi saluransaluran air, daerah aliran sungai
(DAS), dan waduk-waduk di semua wilayah Ibu Kota yang saat ini sedang
giat-giatnya dilaksanakan, bahaya banjir di Jakarta juga dapat dikendalikan
dengan jalan melakukan pengendalian debit aliran air sungai yang masuk
wilayah Jakarta.
Salah satu cara yang paling efektif dalam melakukan pengendalian debit air
sungai tersebut adalah dengan membangun waduk-waduk dan bendungan di
wilayah hulu aliran sungai tersebut. Seperti kita ketahui, dua sungai besar
yang sering mengakibatkan banjir di Jakarta adalah Sungai Ciliwung dan Kali
Pesanggrahan, yang keduanya berasal dari daerah Bogor dan melalui wilayah
Depok sebelum masuk Jakarta.
Saya pun pernah menulis di media ini beberapa waktu yang lalu bahwa salah
satu cara yang paling efektif dalam melakukan pengendalian banjir di
Jakarta adalah dengan cara membentengi semua DAS yang masuk wilayah Jakarta
dengan waduk dan bendungan yang dibangun di daerah hulu sungai, sehingga
debit air yang masuk Jakarta dapat dikendalikan dan dampak banjir bisa
dikurangi. Sudah seharusnya pimpinan daerah di sekeliling Jakarta memahami
persoalan ini, apalagi wilayah-wilayah tersebut terletak saling
berdampingan dan memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi antara
satu dan lainnya.
Bukan hanya masalah banjir, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya,
sampai dengan masalah transportasi massal dan kemacetan lalu lintas yang
juga sudah menjadi masalah kronis tidak hanya di Jakarta tetapi sudah mulai
merambah juga ke daerah-daerah penyangga Jakarta tersebut, yaitu Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Sebenarnya banyak sekali manfaat
yang diperoleh dengan membangun waduk di suatu daerah.
Selain kemampuan untuk melakukan pengendalian debit aliran air sungai,
waduk dan bendungan juga bisa menjadi sarana publik dan sumber pendapatan
masyarakat dan daerah setempat. Keberadaan waduk bisa dimanfaatkan untuk;
1) pengairan, jika di sekeliling waduk terdapat daerah persawahan; 2)
perikanan dan budi daya ikan; 3) pariwisata dan olahraga; 4) pembangkit
listrik tenaga air; 5) sumber resapan air tanah; dan manfaat-manfaat
positif lainnya.
Jika demikian banyak manfaat yang bisa dipetik dari pembangunan waduk
tersebut, lalu apalagi yang menghambat terlaksananya kerja sama antardaerah
ini? Apakah wali kota Depok masih akan menolak kerja sama? Untuk alasan
apa? Apakah kita perlu menunggu presiden SBY ikut campur tangan dalam
mengatasi persoalan ini? Menurut saya, itu merupakan suatu hal yang sangat
mungkin dan sudah semestinya. Jika tidak maka siapa pun gubernurnya,
masalah banjir di Jakarta tidak akan pernah dapat teratasi sampai kapan
pun.
Jadi, kita tunggu saja bagaimana para pemimpin di negeri ini menyikapi
persoalan ini, apakah cukup sampai wacana saja atau ada tindakan-tindakan
nyata? Yang jelas, puncak musim hujan akan segera tiba dan rasanya banjir
pasti masih akan menerjang Jakarta seperti tahun-tahun sebelumnya, sebuah
rutinitas tahunan yang mungkin sudah dianggap bukan persoalan besar bagi
pemimpin di negeri ini, yang persoalannya berlalu begitu saja seiring
dengan berlalunya musim penghujan nantinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar