Jumat, 27 Desember 2013

Kekuatan Baru Ekonomi Syariah

Kekuatan Baru Ekonomi Syariah
Imam Munadjat  ;    Alumnus S-3 Unair Surabaya, Ketua Harian Sjafruddin Prawiranegara Centre for Islamic Finance Studies Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
SUARA MERDEKA,  26 Desember 2013

  


PASAL 33 UUD 1945 mengamanatkan perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan dan seterusnya. Amanat itu supaya pembangunan tetap konsisten dalam koridor cita-cita Indonesia merdeka, khususnya dalam bidang ekonomi.

Kata ’’disusun’’ pada pasal itu harus dimaknai sebagai pemberian mandat dan kewenangan kepada pelaksana pemerintahan supaya secara aktif mempersiapkan sistem ekonomi indonesiawi.

Itu artinya sebuah sistem ekonomi yang bisa diterima bangsa ini karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sejalan dengan sistem nilai yang diyakini kebenarannya oleh mereka. Bukan hasil adopsi sistem ekonomi bangsa lain yang dianggap berhasil dan telah diterapkan oleh pemiliknya, atau karena hanyut dalam percaturan ekonomi global. Lema îdisusunî itu juga mengandung makna sistem ekonomi negeri ini tidak tersusun sendiri, sejalan dengan kehendak pasar dan mekanisme pasar bebas yang menjunjung tinggi persaingan.

Baik penyusunan maupun pelaksanaannya tetap berpegang teguh pada doktrin kebangsaan dan kerakyatan, lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak ketimbang kepentingan orang, seorang, atau sekelompok orang.

Harian ini edisi Senin, 18 November 2013 menurunkan berita bertajuk ’’Jadi Kekuatan Baru lewat Ekonomi Syariah. Dituliskan Indonesia siap menjadi kekuatan baru ekonomi tingkat dunia melalui gerakan ekonomi syariah. Berita ini menjadi lebih menarik ketika disampaikan oleh Presiden SBY. Membangun ekonomi masa depan berarti bangsa ini harus taat asas.

Kembali ke khitah, kembali ke amanat konstitusi, kembali ke prinsip kebangsaan dan kerakyatan. Bahwa yang dibangun adalah bangsa dan rakyat. Bangsa ini harus belajar dari masa lalu, dari sejarah. Tahun 1966 bangsa ini berada dalam puncak keterpurukan dengan income per kapita 200 dolar AS.

Lonjakan peningkatan terlihat tahun 1997 ketika income per kapita meningkat menjadi 900 dolar. Peningkatan makin terlihat, paling tidak dalam angka, ketika tahun 2012 berubah menjadi 3.250 dolar AS. Peningkatan itu berlangsung hanya dalam 15 tahun. Drastis bila yang dilihat dan dijadikan ukuran hanya perubahan angka-angka. Bagaimana realitas di lapangan? Menurut Muhaimin Iqbal, perubahan angka itu menunjukkan peningkatan kemakmuran luar biasa dan lazim dalam ekonomi kapitalisme.

Senyatanya perubahan itu hanya pada sekelompok kecil masyarakat, utamanya yang memiliki akses berlebih ke sumber daya ekonomi, seperti modal, pasar, atau resourcelain. Bagi kelompok yang tidak memiliki akses-akses tersebut (mereka justru mayoritas), angka indeks kemakmuran bukan hal mudah untuk menggapainya (untuk tidak mengatakan terlalu sulit). Padahal merekalah pelaku ekonomi sesungguhnya.

Kembali ke khitah kebangsaan dan kerakyatan adalah tekad dan pilihan bangsa ini. Mengabaikan pembangunan ekonomi yang prorakyat, proanak bangsa yang mayoritas, berarti mengkhianati cita-cita kemerdekaan.

Kekuatan Baru

Cita-cita bangsa ini, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUUD 1945 pada intinya melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya. Berkait kehidupan berekonomi, Pasal 27 UUD 1945 memerintahkan supaya perekonomian ’’disusun’’.

Kata itu harus dimaknai dengan mempersiapkan sistem ekonomi sebagai usaha bersama, dengan tidak mengabaikan hak individu, serta sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan bangsa dan negara. Mengharapkan Indonesia menjadi kekuatan baru ekonomi tingkat dunia bertumpu pada ekonomi syariah, harus bertitik tolak pada dua hal. Pertama; pada norma dan regulasi ekonomi syariah. Kedua; pada keindonesiaan Indonesia. Artinya semua ketentuan dalam ekonomi syariah harus dipatuhi sebagai dasar kebijakan dan pelaksanaan ekonomi Indonesia.

Selain itu, keindonesiaan Indonesia menjadi landasan kebijakan ekonomi. Keindonesiaan Indonesia adalah ciri-ciri khas yang hidup dan berkembang di negara kita, seperti adat-istiadat, kebiasaan, budaya dan sebagainya sebagai bahan pertimbangan, khususnya dalam tahapan aksi.

Kalau gambaran lonjakan pendapatan per kapita di Indonesia sejak awal Orde Baru hingga saat ini cenderung naik namun ternyata hanya ”menyelamatkan’’perekonomian kelompok elite, siapa yang menyelamatkan ekonomi kelompok alit, ekonomi masyarakat kecil, yang justru merupakan mayoritas di negeri ini? Muhaimin Iqbal memberikan jawabannya,’’Rakyat sendirilah yang harus berlari menyelamatkan ekonominya.’’

Artinya rakyat pula yang harus menyelamatkan ekonomi mereka. Mengharapkan peran pemerintah, eksekutif, legislatif, dan mungkin yudikatif, kita tidak akan penah tahu kapan keberpihakan mereka. Pemerintah, eksekutif, legislatif, dan yudikatif sibuk berlari menyelamatkan diri dan ekonomi masing-masing.

Bahkan mungkin sambil berlari mencari selamat, saling mencaci-maki. Terus bagaimana caranya? Pererat silaturahmi di antara rakyat sesama pelaku ekonomi, dengan silaturahmi setulus-tulusnya, dengan niat saling membantu, dan selamat menyelamatkan. Bukan silaturahmi basa-basi dan semu, bukan di atas kertas melainkan dari hati ke hati.

Niat silaturahmi dalam komunitas, jamaah, keluarga, atau kelompok sejenis bukan dengan niat membentuk kelompok sektarian. Bukankah kepada kita diperintahkan untuk menyelamatkan diri, keluarga, jamaah dan komunitas?  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar