Pengaruh dan
Membangun Prinsip
Djohansjah Marzoeki ; Guru Besar Ilmu Bedah Plastik FK Unair
|
JAWA
POS, 25 Desember 2013
HATI - HATI! Jangan sampai terpengaruh! Nasihat itu sepertinya baik.
Tapi, bisakah seseorang tidak dipengaruhi oleh apa pun dan dari mana pun?
Bukankah sekolah, pendidikan formal pun, pasti memengaruhi anak yang belajar.
Apalagi sekarang sudah zaman internet. Semua itu berpotensi memengaruhi.
Bagaimana jadinya seseorang akan hidup dan tumbuh tanpa pembelajaran atau
terpengaruhi?
Yang dimaksud dengan agar "tidak terpengaruh" tentu terpengaruh hal-hal jelek yang merusak atau semacam itu. Soal baik dan buruk, merusak dan tidak merusak, banyak di antaranya hanyalah pengertian relatif dan emosional. Artinya, sesuatu yang baik di sini bisa jelek di tempat lain. Atau baik bagi seseorang, tetapi tidak baik bagi orang lain. Orang yang melarang seseorang atau sekelompok masyarakat agar tidak dipengaruhi oleh sesuatu tentu mengira apa yang dia anut adalah benar, baik, dan berguna. Sehingga merasa hanya dia atau kelompoknya yang boleh memengaruhi. Dia beranggapan, kalau ada sesuatu yang tidak seperti yang dia anut, pasti jelek, merusak, atau tidak berguna. Tetapi sering terjadi, orang lain yang sudah menganut paham sebaliknya bisa juga menganggap orang yang menentangnya itu justru yang salah dan tidak baik. Pengaruh memengaruhi adalah wajar dalam kehidupan. Tidak bisa dicegah. Kalaupun mau dicegah, pencegahan itu bukan melarang datangnya pengaruh, melainkan membangun pertahanan dalam bersikap. Yakni, mempunyai prinsip yang dia pegang teguh dalam mengambil sikap. Lalu, bagaimana yang disebut prinsip baik, bermutu tinggi, dan masuk akal itu? Pada praktiknya, tentu pertama dipilih yang paling cocok, sesuai dengan pandangan kita, lalu berikutnya dibandingkan dengan prinsip kebanyakan orang di lingkungan kecil maupun prinsip universal. Prinsip di lingkungan kecil, misalnya, adat. Prinsip universal, misalnya, HAM atau prinsip ilmiah. Banyak sekali prinsip itu. Tetapi, seseorang bisa mempunyai beberapa saja sesuai yang dia butuhkan, baik dalam kehidupan biasa atau jabatan yang dia punyai. Di bawah ini ada beberapa contoh bahwa kita hanya seorang manusia biasa. Prinsip 1: Saya hidup terbuka. Input apa pun akan saya analisis. Kalau lebih benar, lebih baik, dan lebih penting daripada apa yang saya tahu sebelumnya, saya akan ambil dan yang lebih jelek akan saya buang. Prinsip 2: Saya menganggap orang lain sama derajat, tidak mempermasalahkan ras, suku, agama, dan warna kulit. Prinsip 3: Dari orang lain, saya tidak mengharapkan bantuan. Kepadanya, saya tidak akan mengganggunya atau menyakitinya, kalau bisa saya membantu orang lain. Prinsip 4: Kepada diri sendiri, saya akan hormati diri sendiri, menyayanginya, dan menghindar dari makanan, minuman, serta perilaku yang merusak. Dengan beberapa prinsip itu, kita tidak akan mudah dipengaruhi akan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip tersebut. Setiap ada masalah atau pengaruh, kita akan ingat pada prinsip yang kita pegang. Misalnya teman mengajak berpesta minuman keras atau narkoba, pastilah itu bertentangan dengan prinsip menjaga diri. Kita bisa terhindar dari kematian percuma yang tragis seperti yang sering terjadi. Tawuran pelajar bertentangan dengan prinsip itu, seolah kita berbeda dengan teman pelajar sekolah lain. Itu menyakiti orang lain dan bisa merusak diri sendiri, maka harus ditolak. Begitu pula tawuran antarkelompok ras, kepercayaan, akan terhindar dengan prinsip yang sama. Maka, pendidikan budi pekerti harus digalakkan lagi di rumah dan sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa pelajaran budi pekerti tidak tergantikan oleh yang lainnya! Pelajaran budi pekerti membangun prinsip, membangun karakter. Lebih dini lebih baik agar bisa mengenal hidup dengan cara damai dan sehat. Mengajarkan prinsip itu juga akan memantapkan pengajaran si orang tua maupun para guru. Korupsi menyengsarakan bangsa, menyakiti bangsa, merusak bangsa. Ada beberapa prinsip yang perlu diemban oleh pejabat publik yang diangkat dengan SK pemerintah. Yakni, bisa membedakan kepentingan publik dan personal atau kelompok. Kantor pejabat publik bukan pelayan kepentingan personal, diri sendiri, atau kelompok. Selain itu, kantor publik harus dikendalikan dengan sistem dan juklak atau SOP (standard operating procedure). Dengan dua prinsip itu saja, para pejabat publik sudah bisa mencegah berbagai pengaruh dan godaan yang berpotensi menghancurkan institusi dan kepentingan publik. Itu bagian dari upaya menjadi kampung halaman yang damai, rukun, dan makmur. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar