Panik dan
Pindah ke Halim
Chappy Hakim ; Chairman
CSE Aviation
|
KORAN
SINDO, 02 Desember 2013
Halim Perdanakusuma mulai Januari 2014 secara resmi akan mulai
melayani beberapa rute penerbangan komersial. Penggunaan Bandara Halim
sebagai bandara komersial difungsikan untuk mengurangi kepadatan arus
penerbangan yang terjadi di Bandara Internasional Soekarno- Hatta.
Banyak yang tidak menyadari bahwa tindakan ini sebenarnya adalah sebuah
bukti dari kegagalan total dalam mengelola airport. Di banyak negara di
dunia, bila pertumbuhan penumpang meningkat maka seiring dengan itu
dipastikan pula terjadi pemekaran dan modernisasi bandar udara. Dalam ilmu
manajemen yang paling kuno sekalipun telah dikenal langkah yang bernama
“planning” atau perencanaan.
Dalam konteks inilah, kemudian menjadi mudah terlihat bahwa pengelola
Soekarno-Hatta International Airport (SHIA) menunjukkan bukti orisinal dari
kualitas unjuk kerjanya. Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma tidak didesain
untuk penerbangan komersial. Tidak ada jalan yang lebar dan luas menuju
Halim, juga tidak tersedia lahan parkir yang dapat menampung sekian banyak
kendaraan bermotor. Runway hanya satu buah dan tidak juga tersedia tempat parkir
pesawat atau apron yang memadai untuk pesawat-pesawat berbadan lebar.
Pangkalan Udara Halim juga tidak memiliki taxi-way bagi keperluan pesawat
meluncur dari apron ke runway dan atau sebaliknya. Di samping itu,
sebenarnya Halim adalah merupakan “subsistem” dari sistem utama
persenjataan Angkatan Udara Republik Indonesia yang menjadi basis tidak
kurang dari tiga skuadron udara, batalion pasukan paskhas, skuadron teknik
untuk perawatan pesawat, yang kesemuanya memerlukan keberadaan landasan
pacu beserta segala perlengkapannya.
Singkat kata, Pangkalan Angkatan Udara Halim akan sangat terganggu dengan
penambahan trafficdari SHIA. Pengalaman di waktu lalu menunjukkan banyak
sekali program latihan dan operasi Angkatan Udara terpaksa tidak dapat
dilaksanakan karena masuknya kegiatan penerbangan sipil komersial di Halim.
Sementara itu di Halim terletak pula MarkasKomandoPertahanan Udara
Nasional, lengkap dengan Ruang Pusat Kendali Operasi Udara sebagai
pengendali kegiatan Operasi Pertahanan Udara Nasional. Lebih jauh lagi,
Halim juga dipergunakan untuk melayani penerbangan dengan “high level of
security” seperti penerbangan VIP kepala negara dan wakilnya dan atau tamu
negara setingkat.
Pangkalan Udara Halim juga diperuntukkan bagi penerbangan dengan kualifikasi
“Top Secret Mission”, seperti misi penyelamatan “Pembajakan pesawat WOYLA”
di Bangkok beberapa waktu yang lalu. Di luar itu, Halim juga telah
“direcoki” karena telah telanjur saat berstatus “International Airport
Sementara”, sebelum selesainya Soekarno-Hatta, menjadi pangkalan dari aneka
pesawat carter dan “general aviation” yang jumlahnya cukup banyak. Dengan
kondisi yang seperti ini, jelas Halim sudah sangat kerepotan dalam melayani
aktivitas sehari-hari, yang intinya adalah kegiatan Angkatan Udara sebagai
penjaga kedaulatan negara di udara.
Adalah sangat naif bila kemudian masih membebankan lagi Halim dengan
“tumpahan” trafficdari SHIA, yang sejatinya timbul sebagai akibat dari
“salah urus” sendiri bandara internasional tersebut. Halim telah dipaksa
menerima hukuman yang disebabkan dari kesalahan unjuk kerja orang lain.
Sungguh tragis.
Kelebihan kapasitas dari pertumbuhan penumpang di SHIA hampir sebesar tiga
kali lipat kini sudah terjadi. Agak sia-sia untuk hanya sekadar mencari
siapa yang berbuat salah, lalu bagaimana mencarikan solusinya. Solusi
jangka pendek yang paling ampuh sekarang adalah dengan cara mengurangi dulu
jumlah penerbangan yang telah berkembang saat ini.
Berikutnya, harus dilakukan penertiban pelaksanaan operasi penerbangan di
SHIA, agar sekaligus dapat terdata dengan baik seberapa banyak kelebihan
yang terjadi hingga saat ini. Paralel dengan itu usahakan untuk dapat
segera membangun runwayketiga di SHIA, sekaligus membenahi SDM dan
peralatan air traffic controlserta peralatan navigasi.
Halim, bila diinginkan untuk menampung kelebihan traffic di SHIA,
seharusnya dipersiapkan terlebih dahulu beberapa sarana penunjang agar
tidak kemudian mengganggu aktivitas yang selama ini sudah berjalan dengan
baik. Halim memerlukan taxiwaydan apron yang memadai agar dapat
mengakomodasi penerbangan komersial yang akan dilimpahkan. Arena parkir
mobil dan motor sangat diperlukan untuk ditambah bila tidak menginginkan
situasi menjadi semrawut. Langkah strategis berikutnya adalah harus segera
menentukan perencanaan pembangunan international airport baru selain SHIA.
Tuntutan pasar angkutan udara saat ini tengah dan akan berkembang terus.
Dengan situasi dan kondisi yang seperti itu, dikhawatirkan yang akan
memetik keuntungan adalah pihak dari negara lain. Contoh sederhana, dengan
tidak nyamannya SHIA, lebihlebih sebagai pelabuhan transit, maka banyak
sekali orang yang sudah lebih memilih Changi di Singapura sebagai tempat
transitnya walau tujuan terbangnya adalah antarkota di dalam negeri. Bila didiamkan
dan berkembang terus seperti ini, dapat dibayangkan kemudian apa yang akan
terjadi.
Pasar angkutan udara di Indonesia telah tumbuh dengan sangat pesat dalam 10
tahun belakangan ini. Sekali lagi janganlah sampai terjadi, kekurangan SDM
penerbangan dan minimnya infrastruktur membuat masyarakat luas tidak sempat
menikmatinya. Tidak ada pilihan lain kiranya, kerja keras yang disertai
dengan tekad untuk maju adalah satu-satunya pilihan yang tersedia saat ini. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar