Negeri
macam apakah kampung halaman kita ini? Pemimpin macam apa orang-orang yang
memimpin negeri ini? Layakkah mereka itu disebut pemimpin?
Dan, komitmen maupun gereget kepemimpinan model apa yang dijadikan
orientasi kehidupan orang yang paling bertanggung jawab atas negeri ini?
Pemimpin mewarnai kehidupan. Baik-buruknya negeri ini bergantung, terutama,
pada para pemimpinnya. Negeri yang lebih dari separuh jumlah pemimpinannya
korup, dan sudah dalam posisi terdakwa, sebagian sudah dipenjara, yang lain
sudah selesai menjalani hukuman, sebagian yang lain lagi masih mendekam di
penjara, dan tak diragukan masih banyak yang bakal segera menyusul ke
penjara.
Kita jelas tidak akan rela bila kampung halaman kita disebut negeri
pencuri. Kasihan yang tidak mencuri. Tidak semua orang mau menjadi pencuri.
Tapi menyaksikan bahwa lebih separuh pemimpin negeri ini korup, mencuri
uang rakyat, menyalahgunakan kebijakan publik untuk keuntungannya sendiri,
kita betul-betul malu. Pemimpin, yang memegang jabatan di dalam pemerintahan
mencuri, apa berarti bahwa kita sedang dipimpin untuk menjadi pencuri?
Siapa yang mau digiring ke jalan kegelapan, untuk diajak mencuri? Tidak
bisa. Dan tidak semua orang mau.
Tidak semua orang bermartabat rendah seperti itu. Tapi kenyataan lain,
bahwa pemimpin tertinggi diam saja, dan sama sekali tak pernah
memperlihatkan kesungguhannya menghadapi keadaan buruk ini, kita merasa
terpukul. Bagaimana orang yang berada di pucuk piramida kekuasaan diam
saja? Ini bencana apa? Apakah ini kutukan bagi bangsa kita?
Pemimpin yang di paling puncak itu menjadi sorotan. Dalam segenap sepak
terjangnya, beliau, Yang Mulia itu, disorot. Diam di rumah disorot. Tidur
pun disorot. Apa yang baik pada diri Yang Mulia diteladani, ditiru dan
menjadi model perilaku. Tapi zaman sekarang ini yang buruk pun disorot,
ditiru, dan dijadikan teladan laku. Bagaimana kita bisa menjelaskan kepada
dunia,dengan penjelasan masuk akal, sehat, dan jujur, bahwa pemimpin kita,
Yang Mula, bertanggung jawab atas segenap pencurian demi pencurian aset
negara, dan uang rakyat yang dihamburhamburkan oleh para pencuri itu?
Apa bentuk pertanggungjawaban beliau, bila selama ini Yang Mulia diam saja?
Bagaimana melaporkannya kepada media di seluruh dunia, agar kita tampak
agak baik? Jelas tidak mudah. Bagaimana mengubah warna hitam kelam menjadi
agak sedikit terang? Lebih penting lagi: bagaimana melaporkan kepada dunia
bahwa partai milik pemimpin tertinggi, terlibat begitu banyak korupsi,
dalam skala raksasa, dan begitu banyak uang negara yang digelapkan? Bisakah
ini diubah menjadi seolah-olah segalanya baik-baik saja? Siapa yang bisa
mengubahnya?
Dan jika ada orang ahli seperti itu, masalah berikutnya timbul: apakah
rakyat dan pers dunia, percaya pada manipulasi macam itu? Apakah rakyat
cukup naif untuk dicekoki dengan kebohongan terus-menerus? Mampukah kita
menanggung kebohongan macam itu? Kita pasti tak tahu bagaimana
mengatasinya. Lalu bagaimana kita menjelaskan kepada dunia luar, bahwa
bukan hanya partai milik pemimpin tertinggi yang korup, tapi ada yang lebih
gawat, lebih sensitif: dalam hampir setiap jenis korup besar, orang selalu
menyebut, atau menyatakan, dan menghubungkan, korup itu dengan keluarga
Yang Mulia. Apa jawaban yang baik atas persoalan ini?
Bagaimana menutupnya di mata pers dunia? Bagaimana menyembunyikan ini dari
mata publik, yang tiap saat siaga, melek, dan waspada, terhadap semua
tingkah laku para penguasa? Siapa bisa membuat tipu daya, “simsalabim”,
yang bisa membungkam mulut, menutup mata dan telinga kita semua?
Korup, dan menggelapkan bisa ditempuh dengan teliti, seksama, diam-diam.
Tapi aneh sekali, sepandai apa pun orang menyembunyikan jejak, para pencari
jejak, para penyidik yang berjalan di belakang mereka, selalu menemukan
jejak itu. Pencuri, pembunuh, perampok, selalu meninggalkan jejak. Yang
Mulia, atau keluarga Yang Mulia, mengapa selalu disebut, dihubungkan, dan
ada saja cerita yang menyatakan korup ini korup ini ada hubungannya dengan
keluarga Yang Mulia.
Jahat amat para koruptor itu, sampai mereka tega menuduh-nuduh Yang Mulia
dan keluarganya? Kebohongan macam apalagi yang sedang terjadi ini?
Kebohongan? Apa mereka memang bohong? Kalau bukan kebohongan, mengapa
mereka begitu berani? Orang pada umumnya menanti sampai pihak yang
dilibatkan itu turun tahta dulu, menjadi orang biasa, yang tak punya
jabatan, tak punya anak buah, baru bisa dituduh, mengapa begitu banyak
tindak penyimpangan di bidang penggelapan uang negara, langsung bisa
menyebut nama keluarga Yang Mulia?
Apakah orang-orang itu sudah demikian kalap, dan tak tahu cara
menyelamatkan diri dengan baik tanpa menyeret korban lain? Apakah mereka
sudah gila sama sekali sehingga tak ada lagi yang ditakuti? Kalau tidak,
apakah benar mereka berpijak pada kebenaran dan siap menanggung risiko apa
pun dalam usaha mereka melibatkan keluarga Yang Mulia? Logika macam apa
yang sedang menguasai mereka sehingga begitu dahsyat keberanian mereka
untuk bicara apa adanya? Tapi benarkah ini bisa disebut “apa adanya”, dan
bukan “diada-adakan”?
Skandal sangat besar lebih lima tahun lalu, yang melibatkan begitu banyak
orang besar pun sudah diungkap lagi sekarang. Mereka yang disebut- sebut
terlibat di dalamnya masih berkuasa, masih orang besar, masih punya taring.
Tapi mengapa mereka tidak takut pada kekuasaan, dan tidak khawatir melihat
taring itu? Rakyat sudah tidak punya kesabaran? Atau mereka tetap sabar,
seperti dulu, tapi mereka ingin bahwa yang benar itu benar, dan yang zalim
itu zalim?
Apakah bagi mereka ini bukan urusan waktu, bukan perkara momentum, tapi
perkara “benar-salah”, ‘haq-bathil”, yang harus diungkap sekarang juga?
Banyak diantara kita yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, di balik
semua yang sudah terjadi? Dan Yang Mulia, serta kawan-kawan, sahabat dan
orang-orang tercinta, yang loyal dan bakti, di kiri kanannya, apa yang bisa
mereka lakukan? Apakah diam-diam mereka sudah mereka menyusun skenario
penyelamatan Yang Mulia?
Atau sebaliknya: mereka siap berkhianat, dan diam-diam melirik lubang
persembunyian untuk menyelamatkan diri sendiri? Apakah mereka juga siap
menyatakan secara terbuka, apa yang selama ini dianggap rahasia, agar dia
kelihatan suci, seperti embun yang baru menetes ke bumi? Betapa
berbahayanya politik. Betapa culasnya manusia dalam politik. Kita tidak
tahu apa sebabnya Yang Mulia selalu dilibatkan.
Kita tidak tahu, ini tanda-tanda apa? Yang Mulia, siapa orangorang itu,
yang selama ini begitu jinak dan taat, seperti kelinci itu? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar