Senin, 02 Desember 2013

Yang Mulia Selalu Terlibat

Yang Mulia Selalu Terlibat
M Sobary  ;   Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia,
untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi
KORAN SINDO,  02 Desember 2013




Negeri macam apakah kampung halaman kita ini? Pemimpin macam apa orang-orang yang memimpin negeri ini? Layakkah mereka itu disebut pemimpin? 

Dan, komitmen maupun gereget kepemimpinan model apa yang dijadikan orientasi kehidupan orang yang paling bertanggung jawab atas negeri ini? Pemimpin mewarnai kehidupan. Baik-buruknya negeri ini bergantung, terutama, pada para pemimpinnya. Negeri yang lebih dari separuh jumlah pemimpinannya korup, dan sudah dalam posisi terdakwa, sebagian sudah dipenjara, yang lain sudah selesai menjalani hukuman, sebagian yang lain lagi masih mendekam di penjara, dan tak diragukan masih banyak yang bakal segera menyusul ke penjara. 

Kita jelas tidak akan rela bila kampung halaman kita disebut negeri pencuri. Kasihan yang tidak mencuri. Tidak semua orang mau menjadi pencuri. Tapi menyaksikan bahwa lebih separuh pemimpin negeri ini korup, mencuri uang rakyat, menyalahgunakan kebijakan publik untuk keuntungannya sendiri, kita betul-betul malu. Pemimpin, yang memegang jabatan di dalam pemerintahan mencuri, apa berarti bahwa kita sedang dipimpin untuk menjadi pencuri? Siapa yang mau digiring ke jalan kegelapan, untuk diajak mencuri? Tidak bisa. Dan tidak semua orang mau. 

Tidak semua orang bermartabat rendah seperti itu. Tapi kenyataan lain, bahwa pemimpin tertinggi diam saja, dan sama sekali tak pernah memperlihatkan kesungguhannya menghadapi keadaan buruk ini, kita merasa terpukul. Bagaimana orang yang berada di pucuk piramida kekuasaan diam saja? Ini bencana apa? Apakah ini kutukan bagi bangsa kita? 

Pemimpin yang di paling puncak itu menjadi sorotan. Dalam segenap sepak terjangnya, beliau, Yang Mulia itu, disorot. Diam di rumah disorot. Tidur pun disorot. Apa yang baik pada diri Yang Mulia diteladani, ditiru dan menjadi model perilaku. Tapi zaman sekarang ini yang buruk pun disorot, ditiru, dan dijadikan teladan laku. Bagaimana kita bisa menjelaskan kepada dunia,dengan penjelasan masuk akal, sehat, dan jujur, bahwa pemimpin kita, Yang Mula, bertanggung jawab atas segenap pencurian demi pencurian aset negara, dan uang rakyat yang dihamburhamburkan oleh para pencuri itu? 

Apa bentuk pertanggungjawaban beliau, bila selama ini Yang Mulia diam saja? Bagaimana melaporkannya kepada media di seluruh dunia, agar kita tampak agak baik? Jelas tidak mudah. Bagaimana mengubah warna hitam kelam menjadi agak sedikit terang? Lebih penting lagi: bagaimana melaporkan kepada dunia bahwa partai milik pemimpin tertinggi, terlibat begitu banyak korupsi, dalam skala raksasa, dan begitu banyak uang negara yang digelapkan? Bisakah ini diubah menjadi seolah-olah segalanya baik-baik saja? Siapa yang bisa mengubahnya? 

Dan jika ada orang ahli seperti itu, masalah berikutnya timbul: apakah rakyat dan pers dunia, percaya pada manipulasi macam itu? Apakah rakyat cukup naif untuk dicekoki dengan kebohongan terus-menerus? Mampukah kita menanggung kebohongan macam itu? Kita pasti tak tahu bagaimana mengatasinya. Lalu bagaimana kita menjelaskan kepada dunia luar, bahwa bukan hanya partai milik pemimpin tertinggi yang korup, tapi ada yang lebih gawat, lebih sensitif: dalam hampir setiap jenis korup besar, orang selalu menyebut, atau menyatakan, dan menghubungkan, korup itu dengan keluarga Yang Mulia. Apa jawaban yang baik atas persoalan ini? 

Bagaimana menutupnya di mata pers dunia? Bagaimana menyembunyikan ini dari mata publik, yang tiap saat siaga, melek, dan waspada, terhadap semua tingkah laku para penguasa? Siapa bisa membuat tipu daya, “simsalabim”, yang bisa membungkam mulut, menutup mata dan telinga kita semua? 

Korup, dan menggelapkan bisa ditempuh dengan teliti, seksama, diam-diam. Tapi aneh sekali, sepandai apa pun orang menyembunyikan jejak, para pencari jejak, para penyidik yang berjalan di belakang mereka, selalu menemukan jejak itu. Pencuri, pembunuh, perampok, selalu meninggalkan jejak. Yang Mulia, atau keluarga Yang Mulia, mengapa selalu disebut, dihubungkan, dan ada saja cerita yang menyatakan korup ini korup ini ada hubungannya dengan keluarga Yang Mulia. 

Jahat amat para koruptor itu, sampai mereka tega menuduh-nuduh Yang Mulia dan keluarganya? Kebohongan macam apalagi yang sedang terjadi ini? Kebohongan? Apa mereka memang bohong? Kalau bukan kebohongan, mengapa mereka begitu berani? Orang pada umumnya menanti sampai pihak yang dilibatkan itu turun tahta dulu, menjadi orang biasa, yang tak punya jabatan, tak punya anak buah, baru bisa dituduh, mengapa begitu banyak tindak penyimpangan di bidang penggelapan uang negara, langsung bisa menyebut nama keluarga Yang Mulia? 

Apakah orang-orang itu sudah demikian kalap, dan tak tahu cara menyelamatkan diri dengan baik tanpa menyeret korban lain? Apakah mereka sudah gila sama sekali sehingga tak ada lagi yang ditakuti? Kalau tidak, apakah benar mereka berpijak pada kebenaran dan siap menanggung risiko apa pun dalam usaha mereka melibatkan keluarga Yang Mulia? Logika macam apa yang sedang menguasai mereka sehingga begitu dahsyat keberanian mereka untuk bicara apa adanya? Tapi benarkah ini bisa disebut “apa adanya”, dan bukan “diada-adakan”? 

Skandal sangat besar lebih lima tahun lalu, yang melibatkan begitu banyak orang besar pun sudah diungkap lagi sekarang. Mereka yang disebut- sebut terlibat di dalamnya masih berkuasa, masih orang besar, masih punya taring. Tapi mengapa mereka tidak takut pada kekuasaan, dan tidak khawatir melihat taring itu? Rakyat sudah tidak punya kesabaran? Atau mereka tetap sabar, seperti dulu, tapi mereka ingin bahwa yang benar itu benar, dan yang zalim itu zalim? 

Apakah bagi mereka ini bukan urusan waktu, bukan perkara momentum, tapi perkara “benar-salah”, ‘haq-bathil”, yang harus diungkap sekarang juga? Banyak diantara kita yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, di balik semua yang sudah terjadi? Dan Yang Mulia, serta kawan-kawan, sahabat dan orang-orang tercinta, yang loyal dan bakti, di kiri kanannya, apa yang bisa mereka lakukan? Apakah diam-diam mereka sudah mereka menyusun skenario penyelamatan Yang Mulia? 

Atau sebaliknya: mereka siap berkhianat, dan diam-diam melirik lubang persembunyian untuk menyelamatkan diri sendiri? Apakah mereka juga siap menyatakan secara terbuka, apa yang selama ini dianggap rahasia, agar dia kelihatan suci, seperti embun yang baru menetes ke bumi? Betapa berbahayanya politik. Betapa culasnya manusia dalam politik. Kita tidak tahu apa sebabnya Yang Mulia selalu dilibatkan. 

Kita tidak tahu, ini tanda-tanda apa? Yang Mulia, siapa orangorang itu, yang selama ini begitu jinak dan taat, seperti kelinci itu?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar