Selasa, 03 Desember 2013

Tekanan Nilai Tukar Rupiah

Tekanan Nilai Tukar Rupiah
Telisa Aulia Falianty  ;   Ketua Program Studi Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik UI
KORAN JAKARTA,  02 Desember 2013

  

Turbulensi perekonomian global telah memorakporandakan teori-teori di bidang ekonomi keuangan. Inilah yang dialami perekonomian Indonesia sekarang. BI Rate telah naik, namun nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak kunjung menguat. 

Secara teoretis, seharusnya ketika suku bunga naik, nilai tukar rupiah menguat karena peningkatan suku bunga domestik relatif terhadap suku bunga luar negeri akan menarik modal masuk, terutama modal portofolio, sehingga akan meningkatkan likuiditas dollar yang akan bisa memperkuat nilai tukar rupiah. 

Bank Indonesia telah memillih kebijakan kontraksi dengan meningkatkan bunga. Ini dulu dikenal dengan nama kebijakan uang ketat. Kenaikan BI Rate dinilai berbagai pihak memiliki sisi positif. Dengan kenaikan BI Rate, diharapkan terdapat disinsentif bagi para spekulan di pasar valuta asing sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. 

Namun, apa yang terjadi? Saat ini rupiah telah menembus angka 12.000 per dollar AS. Bagaimana pernyataan Bank Indonesia mengenai ini? Bank Indonesia menyatakan pelemahan rupiah kali ini disebabkan oleh banyaknya utang jatuh tempo di akhir tahun sehingga permintaan terhadap dollar melonjak. Bank Indonesia juga menyatakan bahwa pelemahan rupiah saat ini sudah sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia.

Berbicara dari sudut pandang keilmuan ekonomi moneter, fundamental nilai tukar akan ditentukan oleh beberapa hal. Pertama, terms of trade, yaitu perbandingan antara harga barang luar negeri dan harga barang domestik. Kedua, aset internasional yang kita miliki. Ketiga, perbandingan pertumbuhan uang beredar di domestik dibandingkan dengan pertumbuhan uang beredar luar negeri, yaitu pertumbuhan jumlah dollar. 

Dilihat dari faktor pertama, Indonesia yang bergantung pada produk komoditas saat ini cukup terpukul karena harga komoditas di tingkat global relatif turun sehingga terms of trade kita relatif memburuk. Dilihat dari faktor kedua, cadangan devisa saat ini tergerus di tingkat 96 miliar dollar AS, padahal sebelumnya pernah mencapai angka tertinggi 124 miliar dollar AS. 

Dilihat dari faktor ketiga, pertumbuhan uang beredar Indonesia relatif lebih ketat dibandingkan Amerika Serikat yang menerapkan kebijakan quantitative easing. Dilihat dari berbagai sisi, faktor pertama dan kedua menyebabkan nilai tukar rupiah cenderung melemah. Faktor ketiga adalah respons untuk memperkuat nilai tukar rupiah dengan kebijakan uang ketat.

Salah satu ilmu yang terkenal membahas nilai tukar rupiah terhadap dollar adalah teori purchasing power parity atau paritas daya beli. Jika hukum paritas daya beli berlaku, seharusnya 1 dollar di mana pun di seluruh dunia bisa membeli barang sama dengan jumlah yang sama. Dalam kondisi tersebut, seharusnya nilai tukar bisa mencerminkan perbandingan harga relatif di kedua negara. 

Kita bisa melakukan analisis sederhana dengan konsep Big Mac Pricing. Mengapa Big Mac? Karena Big Mac ada di hampir seluruh penjuru dunia dan dianggap mewakili barang yang relatif homogen. Karena asumsi penting dari purchasing power parity adalah barang yang diteliti bersifat homogen. 

Majalah The Economist secara rutin menyajikan hasil penelitian di beberapa negara terkait teori paritas daya beli menggunakan Big Mac Index. Per Juli tahun 2013 saja, The Economist menilai bahwa Indonesia mengalami undervalue sekitar 25 persen. Ini artinya nilai tukar rupiah kita yang aktual dinilai terlalu lemah dibandingkan fundamental yang dinilai berdasarkan teori paritas daya beli. 

Hal ini bisa sedikit menjelaskan pelemahan nilai tukar yang terjadi sekarang walaupun memang teori ini mengandung beberapa kelemahan, terutama dari asumsinya yang tidak bisa dipenuhi semua dalam kenyataan. 

Dengan pelemahan rupiah yang terus terjadi, dikombinasikan dengan kenaikan BI Rate, dunia usaha menghadapi dua tekanan sekaligus. Kenapa ini bisa terjadi? Karena kenaikan BI Rate belum mampu memperkuat nilai tukar rupiah. Hasil penelitian penulis dengan menggunakan data dari Januari 2005 sampai dengan Juni 2013 menunjukkan bahwa BI Rate tidak signifikan dalam memengaruhi kurs. 

Dunia usaha saat ini mengalami dua tekanan sekaligus (double pressures), yaitu naiknya biaya dana dan melemahnya nilai tukar rupiah. Dunia usaha yang paling tertekan yang banyak mengandalkan pinjaman dari pembiayaan investasinya. 

Demikian juga perusahaan yang bahan bakunya banyak impor. Sektor-sektor yang diperkirakan akan tertekan antara lain properti, keuangan termasuk perbankan, perusahaan pembiayaan, perusahaan transportasi, dan perusahan lain yang sensitif terhadap bunga serta nilai tukar rupiah.

Struktural

Kadin menyarankan agar pemerintah lebih banyak menggunakan kebijakan struktural daripada hanya mengandalkan instrumen moneter dan fiskal. Kondisi turbulensi global telah menyebabkan beberapa instrumen moneter dan fiskal tidak bekerja sebagaimana mestinya. Kebijakan struktural dan nonkonvensional diperlukan untuk memecah kebuntuan. 

Permasalahan struktural kita adalah perekonomian Indonesia yang terlalu bergantung pada asing sehingga terjadi ketidakseimbangan eksternal. Defisit di sisi eksternal ini telah berlangsung lebih-kurang 27 bulan sehingga dikatakan cukup persisten. Ini tidak lepas dari perkembangan yang pesat dari pendapatan per kapita penduduk dan tumbuhnya aktivitas investasi domestik yang melejitkan impor, terutama bahan baku, mesin, barang modal, minyak, gas, serta pangan.

Kebijakan struktural tersebut memang membutuhkan waktu lebih lama daripada kebijakan moneter dan fiskal. Namun, perlu kerja keras lebih dan pemikiran out of the box untuk mempercepat penyesuaian struktural ini. Kita berharap akan lahir kebijakan-kebijakan baru untuk mengoreksi ketidakseimbangan eksternal maupun internal untuk memperkuat dampak instrumen moneter dan fiskal. 

Dengan demikian, perekonomian nasional dapat kembali stabil dan loss yang dihasilkan dari kebijakan seminimal mungkin. Ini adalah sebuah learning process, membuat Indonesia lebih matang dalam pengalaman kebijakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar