Senin, 02 Desember 2013

Batu Ujian Partai Golkar

Batu Ujian Partai Golkar
Ridho Imawan Hanafi  ;   Peneliti dari Soegeng Sarjadi Syndicate, Jakarta
SUARA MERDEKA,  30 November 2013
  


RAPIMNAS V Partai Golkar tanggal 22-23 November 2013 di Jakarta tidak memunculkan kejutan politik signifikan. Suara-suara untuk mengevaluasi pencalonan Aburizal Bakrie sebagai presiden 2014 yang sebelumnya sayup terdengar, hilang tertelan angin. Dalam rapat itu, selain beberapa agenda resmi yang dijadikan pembahasan, sepertinya menjadi momen peneguhan bahwa ARB tetap sebagai capres Golkar. Dengan kata lain, posisi Ical tidak diotak-atik.
Rapimnas lebih memilih memfokuskan diri pada agenda semisal strategi Golkar memenangi Pemilu 2014, pembahasan mengenai organisasi dan kaderisasi, visi Indonesia 2045, serta pernyataan partai terhadap masalah-masalah krusial kebangsaan. Sebagai ajang politik penting, sempat berembus bahwa rapimnas kemungkinan membahas cawapres yang bakal mendampingi ARB. Meskipun ujungnya telah ditetapkan, keputusan mengenai hal itu baru dibahas dalam rapat setelah Pemilu 2014.
Keteguhan Golkar untuk tetap mencalonkan ARB sebagai presiden merupakan pertaruhan politik yang padat batu uji. Selama ini, tak sedikit suara internal menghendaki untuk kembali meninjau pencapresannya. Suara itu mendasarkan pada pertimbangan bahwa elektabilitas tokoh tersebut sulit menanjak. Dia  dinilai tak cukup bisa bersaing dengan elektabilitas para capres yang akan diusung partai politik lain. Anggapan seperti itu jelas ditentang oleh pendukung ARB.
Bagi kubu Ical, kekurangan elektabilitas tak selalu harus dibawa pada evaluasi pencapresan. Bagaimana strategi meningkatkan elektabilitas itulah yang semestinya jadi pokok pembahasan. Jarak waktu pelaksanaan pemilu yang kian pendek, membuat wacana evaluasi tidak produktif. Pencapresan ARB menurut kubu itu, sudah dilakukan secara demokratis dan tingkat elektabilitas berdasarkan hasil survei berbagai lembaga perlahan-lahan sudah menanjak. Dalam upaya itu, kubu Ical bisa dikatakan berhasil.
Dengan demikian, pencapresan tinggal melangkah pada level penguatan. Bagi Golkar, kerja ke depan adalah bagaimana menggenjot elektabilitas partai dan Aburizal. Untuk elektabilitas partai, Golkar boleh mencicil lega. Dari sigi berbagai lembaga, posisinya berada pada urutan ke-1 atau 2, bersaing dengan PDIP. Dengan kata lain, potensi Golkar memenangi Pemilu 2014 sangat besar. Tinggal bagaimana saat ini Golkar pandai-pandai merawat potensi elektabilitasnya.
Potensi kemenangan tersebut memang belum diiringi potensi embrio kemenangan Aburizal. Karena itu, bagi ARB, mendongkrak elektabilitas merupakan porsi utama yang tidak bisa ia tawar. Sosialisasi kepada calon pemilih melalui beragam media tidak boleh henti dikerjakan, sembari perlu meyakinkan mesin partai untuk tidak setengah hati terhadapnya. Konsolidasi internal guna menghindari kemunculan ketidakkompakan perlu rutin dirawat. Pasalnya, bila Partai Golkar menang, tidak mudah bagi internal yang menentangnya untuk tidak mengatakan hal itu sebagai prestasi utama Aburizal.
Dari Jawa
Mengenai siapa yang akan mendampingi ARB juga memuat urgensi tersendiri. Sepanjang menjelang Pemilu 2014, dinamika internal partai tidak bisa menghindari perbincangan itu. Menilik hasil Rapimnas 2012, mandat menentukan cawapres diserahkan kepada Aburizal, termasuk mengenai nama beberapa cawapres yang sudah masuk, di antaranya dari usulan daerah (DPD). Semua masukan itu akan menjadi bahan pertimbangan Ical, sebelum ia menjatuhkan pilihan.
Sejauh ini, 5 nama setidak-tidaknya sering diungkap untuk mendampingi. Mereka adalah mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan menteri negara pemberdayaan perempuan Khofifah Indar Parawansa, mantan KSAD Jen­deral (Purn) Pramono Edhie Wibowo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Gubernur Jatim Soekarwo. Na­ma terakhir sepertinya tegas menolak dengan dalih antara lain karena baru saja dipilih rakyat sebagai gubernur.
Memilih calon pendamping me­mer­lukan kecermatan politik yang ter­ukur bagi Aburizal. Dengan elektabilitasnya saat ini, pertimbangan rasional utama yang bisa diambil adalah siapa yang memiliki magnet elektoral kuat untuk membantu mengerek elektabilitasnya. Melihat deretan cawapres yang banyak disebut, tampaknya ARB condong meng­inginkan kombinasi latar belakang luar Jawa-Ja­wa. Aburizal selama ini dinilai cukup kuat di luar Jawa. Sebagai penyeimbang dan penguat, pilihan pendamping dari Jawa mesti ia dapatkan.
Bagaimanapun setiap meng­hadapi pilpres,  Golkar tak bisa melupakan bayangan kekalahan. Pilpres 2004 dengan posisi Partai Golkar sebagai pemenang pemilu, ternyata belum bisa mengantarkan capresnya meraih kemenangan. Begitu juga dengan Pilpres 2009, capres partai beringin juga belum kuat bersaing dalam pertarungan tersebut. Dua bayangan kegagalan seperti itu tentu memberi tabungan pelajaran bagi Golkar dan ARB sebagai calon presidennya, untuk lebih mawas diri supaya tidak mengulang kekalahan serupa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar