Hebatnya Pemimpin dari Daerah
M Subhan SD ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 03 Maret
2016
Ridwan Kamil baru
berusia 44 tahun. Karier politiknya masih panjang. Popularitas pun tak
diragukan. Kerja kreatifnya untuk Bandung terkenal seantero negeri. Dengan
rekam jejak dan kinerja tersebut, banyak sekali yang sayang kepadanya. Bukan
cuma warga Bandung, Jawa Barat, tempat ia menjadi wali kotanya sejak 2013.
Warga kota lain pun ikut menasihati agar Kang Emil-biasa ia disapa-tidak
tergiur mencalonkan diri pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ridwan sepertinya
menyadari, pemimpin tanpa rakyat tidak akan berarti apa-apa. Akhirnya ia pun
mampu menahan syahwat kekuasaan untuk memimpin Jakarta. Senin (29/2), dia
mengumumkan takkan ikut bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Ridwan ingin
fokus mengurus Bandung hingga 2018.
Mereka yang sinis
mungkin berasumsi bahwa head to head dengan Ahok-sapaan Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama-bukan perkara mudah. Mungkin saja benar pikiran itu.
Namun, sebaiknya Emil dan Ahok tidak bertarung dalam arena sama. Jika dua
pemimpin yang dinilai berprestasi dan berkinerja baik bertarung, kita akan
kehilangan salah satu di antaranya. Masalahnya semua daerah di negeri ini
butuh pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat.
Lagi pula mengapa
semua mesti ke Jakarta? Memang benar Jakarta adalah ibu kota negara dan pusat
kekuasaan. Boleh jadi Jakarta jadi anak tangga paling dekat untuk menjadi
pemimpin nasional, seperti jalan hidup Presiden Joko Widodo. Namun, daerah
lain juga tidak kalah menariknya. Misalnya dalam kasus Ridwan Kamil, Pilkada
Jawa Barat bisa menjadi anak tangga berikutnya. Luas Jabar 37.173 kilometer
persegi atau lebih dari 56 kali luas Jakarta yang 661 kilometer persegi.
Penduduknya ada 46 juta jiwa, lebih banyak dari Jakarta yang hampir 13 juta
jiwa (itu pun siang hari).
Contoh lain Tri
Rismaharini, Wali Kota Surabaya. Risma tampaknya lebih pas jika bertarung di
Pilkada Jawa Timur. Ada 38 kabupaten/kota di Jatim. Jakarta hanya 6
kota/kabupaten administratif. Luas Jatim 47.157 kilometer persegi dengan
penduduk lebih dari 37 juta jiwa.
Jadi, peluang dan
tantangan tidak hanya di ibu kota negara. Menjadi pemimpin di daerah tidak
kalah hebat dengan pemimpin di pusat ibu kota. Saat banyak pemimpin yang
bermasalah (terjerat korupsi), kita butuh pemimpin yang baik dan berprestasi
di semua daerah. Tunas-tunas baru yang menyegarkan dan menjanjikan mesti
bermekaran di Bumi Pertiwi.
Di belantara negeri
ini, tersebutlah para pemimpin daerah pembawa harapan, seperti Yoyok Riyo
Sudibyo (Batang), Azwar Anas (Banyuwangi), Nurdin Abdullah (Bantaeng), selain
Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Ahok, dan sebelumnya Jokowi di Solo dan
Jakarta. Pastinya masih banyak permata daerah yang kilaunya tersembunyi
terhalang lumpur.
Di satu sisi, pemimpin
baru harus menggantikan dahan lama yang lapuk dan rapuh. Pemimpin bergaya
lama, berwatak pangreh praja, tidak demokratis, tercela dan korup tidak pas
lagi dengan zaman baru. Di sisi lain, mereka harus jadi perintis dan pemantik
lahirnya bibit baru yang menyegarkan.
Hal menarik dari era
pemilihan langsung saat ini adalah terbangunnya sistem seleksi pemimpin
nasional yang berangkat dari daerah. Pada akhirnya, di anak tangga terakhir
di pilpres nanti, kita akan melihat pertarungan sehat para pemimpin terbaik
yang datang dari daerah-daerah itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar