Jumat, 04 Maret 2016

Hebatnya Pemimpin dari Daerah

Hebatnya Pemimpin dari Daerah

M Subhan SD ;   Wartawan Senior Kompas
                                                       KOMPAS, 03 Maret 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ridwan Kamil baru berusia 44 tahun. Karier politiknya masih panjang. Popularitas pun tak diragukan. Kerja kreatifnya untuk Bandung terkenal seantero negeri. Dengan rekam jejak dan kinerja tersebut, banyak sekali yang sayang kepadanya. Bukan cuma warga Bandung, Jawa Barat, tempat ia menjadi wali kotanya sejak 2013. Warga kota lain pun ikut menasihati agar Kang Emil-biasa ia disapa-tidak tergiur mencalonkan diri pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Ridwan sepertinya menyadari, pemimpin tanpa rakyat tidak akan berarti apa-apa. Akhirnya ia pun mampu menahan syahwat kekuasaan untuk memimpin Jakarta. Senin (29/2), dia mengumumkan takkan ikut bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Ridwan ingin fokus mengurus Bandung hingga 2018.

Mereka yang sinis mungkin berasumsi bahwa head to head dengan Ahok-sapaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-bukan perkara mudah. Mungkin saja benar pikiran itu. Namun, sebaiknya Emil dan Ahok tidak bertarung dalam arena sama. Jika dua pemimpin yang dinilai berprestasi dan berkinerja baik bertarung, kita akan kehilangan salah satu di antaranya. Masalahnya semua daerah di negeri ini butuh pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat.

Lagi pula mengapa semua mesti ke Jakarta? Memang benar Jakarta adalah ibu kota negara dan pusat kekuasaan. Boleh jadi Jakarta jadi anak tangga paling dekat untuk menjadi pemimpin nasional, seperti jalan hidup Presiden Joko Widodo. Namun, daerah lain juga tidak kalah menariknya. Misalnya dalam kasus Ridwan Kamil, Pilkada Jawa Barat bisa menjadi anak tangga berikutnya. Luas Jabar 37.173 kilometer persegi atau lebih dari 56 kali luas Jakarta yang 661 kilometer persegi. Penduduknya ada 46 juta jiwa, lebih banyak dari Jakarta yang hampir 13 juta jiwa (itu pun siang hari).

Contoh lain Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya. Risma tampaknya lebih pas jika bertarung di Pilkada Jawa Timur. Ada 38 kabupaten/kota di Jatim. Jakarta hanya 6 kota/kabupaten administratif. Luas Jatim 47.157 kilometer persegi dengan penduduk lebih dari 37 juta jiwa.

Jadi, peluang dan tantangan tidak hanya di ibu kota negara. Menjadi pemimpin di daerah tidak kalah hebat dengan pemimpin di pusat ibu kota. Saat banyak pemimpin yang bermasalah (terjerat korupsi), kita butuh pemimpin yang baik dan berprestasi di semua daerah. Tunas-tunas baru yang menyegarkan dan menjanjikan mesti bermekaran di Bumi Pertiwi.

Di belantara negeri ini, tersebutlah para pemimpin daerah pembawa harapan, seperti Yoyok Riyo Sudibyo (Batang), Azwar Anas (Banyuwangi), Nurdin Abdullah (Bantaeng), selain Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Ahok, dan sebelumnya Jokowi di Solo dan Jakarta. Pastinya masih banyak permata daerah yang kilaunya tersembunyi terhalang lumpur.

Di satu sisi, pemimpin baru harus menggantikan dahan lama yang lapuk dan rapuh. Pemimpin bergaya lama, berwatak pangreh praja, tidak demokratis, tercela dan korup tidak pas lagi dengan zaman baru. Di sisi lain, mereka harus jadi perintis dan pemantik lahirnya bibit baru yang menyegarkan.

Hal menarik dari era pemilihan langsung saat ini adalah terbangunnya sistem seleksi pemimpin nasional yang berangkat dari daerah. Pada akhirnya, di anak tangga terakhir di pilpres nanti, kita akan melihat pertarungan sehat para pemimpin terbaik yang datang dari daerah-daerah itu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar