Pemerataan
dan Keadilan Pendidikan
Darmaningtyas ; Aktivis
Pendidikan di Taman Siswa
|
KORAN
TEMPO, 12 November 2014
Salah satu persoalan besar dalam pendidikan nasional adalah
pemerataan dan keadilan akses ataupun kualitas pendidikan antara Jawa-Bali
dan luar Jawa-Bali, terutama Indonesia bagian timur. Jawa-Bali, dengan segala
fasilitas pendukungnya, relatif tidak mengalami masalah akses pendidikan
dasar. Jika ada daerah yang masih mengalami masalah akses, itu lantaran
saking kebangetan pemimpin daerahnya.
Demikian pula soal kualitas pendidikan, hampir semua sekolah dan
kampus terbaik menumpuk di Jawa. Tapi, di Indonesia bagian timur, persoalan
akses pun masih bermasalah. Geografi tempat tinggal mereka yang terdiri atas
pulau-pulau kecil dan tidak ditopang oleh infrastruktur transportasi yang
memadai menjadi salah satu hambatan utamanya, terutama untuk tingkat SMP hingga
pendidikan tinggi. Untuk tingkat SD tidak menjadi masalah karena setiap pulau
ada SD. Apalagi soal kualitas pendidikan, sampai hari ini masih banyak satu
SD diajar oleh 2-3 guru saja. Ini harus terselesaikan selama lima tahun
mendatang.
Kesenjangan akses dan kualitas pendidikan itu akan berpengaruh
terhadap akses sumber daya ekonomi, sehingga berdampak kesenjangan ekonomi
pula. Karena itu, pengurangan kesenjangan akses dan kualitas pendidikan
antar-daerah semestinya menjadi prioritas program pendidikan pada masa
pemerintah Jokowi-JK. Hal itu mengingat salah satu visi mereka adalah
mengurangi kesenjangan dalam semua aspek kehidupan, sehingga kebijakan di
setiap kementerian yang berorientasi keadilan harus tinggi. Untuk itulah
kebijakan pendidikan itu sendiri tidak boleh mempertajam akses ataupun
kualitas pendidikan antar-wilayah, tapi justru mengurangi kesenjangan. Perlu
ada kebijakan yang berpihak untuk mengurangi kesenjangan akses dan kualitas
pendidikan antara Jawa-Bali dan luar Jawa.
Salah satu strategi untuk mengurangi kesenjangan antara
Jawa-Bali dan Indonesia timur adalah perlu adanya kebijakan afirmatif dengan
cara percepatan di timur dan pelambatan di barat. Kebijakan-kebijakan yang
mempercepat perbaikan akses dan kualitas pendidikan di timur, seperti
penambahan guru, sarana, fasilitas pendidikan, buku-buku, dan pendanaan untuk
operasional pendidikan, mutlak perlu dilakukan. Cara berpikir lama yang
memberikan porsi anggaran kepada daerah sesuai dengan jumlah penduduk atau
murid, seperti pada pemberian BOS (Bantuan Operasional Sekolah), perlu
dikoreksi dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan lapangan. Bila
sekolah-sekolah di timur perlu anggaran yang lebih besar untuk menambah guru,
prasarana dan sarana, serta fasilitas pendidikan lainnya, hal itu sah-sah
saja meskipun jumlah penduduknya lebih sedikit daripada di Jawa.
Pelambatan di barat bukan berarti secara sengaja sekolah-sekolah
di barat ditahan tidak boleh maju, melainkan alokasi anggarannya
diprioritaskan ke timur. Wilayah ini memang perlu pendanaan lebih besar,
mengingat kondisi masyarakatnya yang mayoritas tidak mampu dan sedikitnya
sektor swasta di sana.
Sebaliknya, Indonesia bagian barat memiliki masyarakat kelas
menengah yang amat besar, dan 80 persen industri pun berada di barat. Mereka
dapat digerakkan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah
tinggal membuat regulasi agar partisipasi masyarakat sungguh-sungguh berasal
dari golongan mampu saja, tidak membebani golongan miskin. Juga sektor swasta
yang memberikan bantuan untuk penyelenggaraan pendidikan mendapatkan
keringanan pajak.
Karena itu, penegerian perguruan tinggi swasta di Jawa harus
dihentikan agar anggarannya dapat dialihkan ke timur. Biarkan PTS-PTS yang
merupakan cermin partisipasi masyarakat itu tetap berstatus PTS, pemerintah
tinggal memberikan subsidi saja agar tetap dapat terjangkau oleh masyarakat
dengan kualitas tinggi.
Hal yang perlu dicatat adalah upaya mengatasi kesenjangan
pendidikan tidak dapat dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
saja, melainkan perlu sinergi dengan kementerian terkait, seperti
Infrastruktur dan Perumahan, Perhubungan, ESDM, Maritim, Kominfo, dan Daerah
Tertinggal; mengingat masalah terbesar justru ada di luar pendidikan, seperti
akses menuju ke sekolah, komunikasi dengan pihak luar, serta penerangan
(listrik).
Membangun sekolah dengan segenap fasilitasnya dan mengirimkan
banyak guru ke sana tidak otomatis menjawab masalah bila infrastruktur dan
sarana transportasi serta jaringan telekomunikasinya buruk. Pun pasokan listriknya
terbatas. Koordinasi sinergis antar-sektor dengan mengabaikan ego sektoralnya
merupakan kunci keberhasilan mengurangi kesenjangan akses dan kualitas
pendidikan nasional antara Jawa-Bali dan Indonesia bagian timur. Semua perlu
memiliki persepsi yang sama bahwa pendidikan merupakan anak tangga pertama
untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2014-2019 di bawah Menteri Anies Baswedan perlu diarahkan pada pengurangan
kesenjangan akses dan kualitas pendidikan tersebut, sehingga indikatornya pun
amat jelas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar