Kamis, 13 November 2014

Kartu Sakti dan Akurasi Data

Kartu Sakti dan Akurasi Data

Kadir  ;  Bekerja di Badan Pusat Statistik
KORAN TEMPO, 12 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Pemerintah Jokowi-JK baru saja meluncurkan tiga program jaminan sosial yang direncanakan bakal menyasar 15,5 juta rumah tangga kurang mampu atau 25 persen penduduk Indonesia yang secara ekonomi berada di strata paling bawah. Ketiga program tersebut adalah Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Indonesia Sehat (PIS).

Dalam prakteknya, penyaluran program menggunakan empat "kartu sakti", yakni Kartu Keluarga Sejahtera sebagai penanda keluarga kurang mampu; kartu HP (SIM card), yang berisi uang elektronik yang digunakan untuk mengakses Simpanan Keluarga Sejahtera; serta Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat yang merupakan penanda penerima manfaat PIP dan PIS.

Dari ketiga program jaminan sosial yang baru diluncurkan tersebut, PSKS-bantuan langsung non-tunai yang diberikan dalam bentuk rekening simpanan melalui layanan keuangan digital-merupakan terobosan baru.

Selain mempermudah masyarakat kurang mampu dalam mendapatkan bantuan, terobosan tersebut dapat membuka akses mereka untuk masuk ke dalam sistem perbankan, sehingga dapat mendorong masyarakat miskin untuk menabung, sekaligus membuka akses mendapatkan pinjaman dari bank yang bisa digunakan untuk kegiatan produktif.

Bila terlaksana dengan baik, program jaminan sosial yang baru saja diluncurkan pemerintah berpotensi memberikan solusi terhadap dua persoalan kronis negeri ini: kemiskinan dan ketimpangan. Di Brasil, program sejenis dengan nama Bolsa Familia (tabungan keluarga) terbukti ampuh dalam mereduksi kesenjangan hingga 17 persen dalam lima tahun dan menekan angka kemiskinan dari 42,7 persen menjadi 28,8 persen (Kompas, 5 November).

Namun implementasi program bukannya tanpa hambatan. Sedikitnya, ada dua kendala yang kemungkinan besar bakal terjadi di lapangan. Pertama, program berpeluang tidak tepat sasaran. Hal itu terjadi ketika program menyasar rumah tangga yang seharusnya tidak menerima bantuan (inclusion error), dan/atau mengabaikan rumah tangga kurang mampu (exclusion error).

Peluang program tidak tepat sasaran cukup besar. Pasalnya, data yang dijadikan acuan penerima manfaat program adalah data lama, yakni hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik. Data tersebut kini dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Padahal kondisi kemiskinan sangatlah dinamis. Faktanya, jangankan setahun, dalam kurun enam bulan pun status kemiskinan rumah tangga bisa berubah.

Kedua, konflik sosial akibat program yang tidak tepat sasaran juga bakal terjadi. Konflik bisa terjadi antara penerima dan yang tidak, serta antara masyarakat dan aparat pemerintah yang dianggap bertanggung jawab terhadap penetapan penerima manfaat program.

Karena itu, akurasi data rumah tangga sasaran penerima manfaat program sangatlah krusial. Pengalaman Brasil menunjukkan, salah satu penentu keberhasilan Bolsa Familia adalah akurasi data, yang tentu saja merupakan output dari sistem pendataan yang dilakukan secara teliti. Dalam soal ini, pemerintah tampaknya terkesan terburu-buru. Meski sulit dan membutuhkan waktu, data rumah tangga sasaran semestinya dimutakhirkan dan diverifikasi terlebih dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar