Pembangunan
Hukum
Janedjri M Gaffar ; Doktor
Ilmu Hukum,
Alumnus PDIH Universitas Diponegoro, Semarang
|
KORAN
SINDO, 11 November 2014
Indonesia telah memiliki pemerintahan baru dengan dilantiknya
pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden
periode 2014-2016. Kabinet pun telah dibentuk dan mulai menjalankan tugas
untuk merealisasikan berbagai program kerja yang telah ditunggutunggu oleh
seluruh rakyat. Agenda pembangunan hukum nasional merupakan agenda penting
yang harus mendapatkan perhatian karena dua alasan. Pertama, Indonesia adalah
negara hukum sehingga semua kebijakan negara harus dituangkan dalam bentuk hukum
sebagai dasar keberlakuannya.
Kedua, bidang hukum sendiri yang meliputi aspek pembentukan,
pelaksanaan, dan penegakan hukum merupakan salah satu agenda reformasi yang
hingga saat ini masih menghadapi berbagai persoalan sehingga memerlukan kerja
keras bersama untuk menyelesaikannya. Harapan keberhasilan pembangunan hukum
nasional terhadap Presiden sangatlah wajar mengingat kedudukan dan kekuasaan
Presiden dalam UUD 1945 cukup kuat sebagai hasil dari penguatan sistem
presidensial melalui perubahan UUD 1945.
Kedudukan Presiden Indonesia di bidang hukum bahkan lebih kuat
jika dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat. Dalam hal pembentukan
hukum, Presiden Indonesia memiliki 50% kekuasaan pembentukan undangundang
(UU) karena setiap rancangan UU harus dibahas dan disetujui bersama oleh DPR
dan Presiden. Ditambah lagi kekuasaan pembentukan peraturan
perundang-undangan di bawah UU ada di bawah kontrol Presiden.
Dalam hal pelaksanaan hukum, seluruh aparat pemerintahan adalah
pelaksana aturan hukum. Apa yang dilakukan pemerintah adalah menjalankan
aturan hukum yang berlaku. Bahkan di bidang penegakan hukum, Presiden juga
memiliki peran penting karena dua lembaga utama penegak hukum, yaitu
kepolisian dan kejaksaan, kedudukannya berada di bawah Presiden.
Selain itu, Presiden juga memiliki peran dalam pengisian jabatan
lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penegakan hukum dan pengadilan
seperti pengisian komisioner KPK dan KY, serta memiliki wewenang mengajukan 3
dari 9 hakim konstitusi.
Persoalan Pembangunan
Hukum
Sudah jamak diketahui bahwa pembangunan hukum setidaknya harus
meliputi tiga subsistem hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum, dan
budaya hukum. Untuk dapat menentukan agenda pembangunan hukum, tentu harus
diidentifikasi terlebih dahulu persoalan yang ada pada setiap subsistem
hukum.
Substansi hukum adalah materi norma hukum, baik yang lahir dalam
bentuk peraturan perundangundangan maupun putusan pengadilan. Substansi hukum
inilah yang akan dilaksanakan dan ditegakkan, sekaligus sebagai dasar dan
acuan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum.
Sebagai bagian dari suatu sistem, substansi hukum telah diatur
berjenjang dan saling mengait sehingga diharapkan dapat mewujudkan cita hukum
dalam mencapai tujuan nasional. Konstitusi sebagai hukum tertinggi menjadi
dasar substansi dan keberlakuan seluruh norma hukum yang berlaku. Sebagai
suatu sistem norma yang berpuncak pada konstitusi, setiap peraturan
perundang-undangan seharusnya saling berkesesuaian secara terarah.
Hal inilah yang belum diwujudkan sehingga pembentukan norma
hukum lebih banyak bersifat tambal sulam dan bersifat pragmatis. Akibatnya,
tidak jarang dijumpai adanya peraturan perundang-undangan yang saling
bertentangan dan tumpang-tindih. Hal ini setidaknya dapat dilihat antara lain
dari banyak dan seringnya perubahan dilakukan serta banyaknya permohonan
pengujian UU yang diajukan ke MK.
Kita juga belum memiliki kerangka dan arah pengaturan, baik di
bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya sehingga perkembangan
pembentukan hukum bersifat sporadis dan lebih kuat nuansa pragmatis. Dalam
subsistem struktur hukum, masalah yang masih cukup akut adalah penyakit
korupsi. Hal inilah yang menjadi sumber lemahnya penegakan hukum dan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum.
Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi memang telah
digalakkan, namun belum cukup kuat membersihkan karena perubahan dari aspek
tata kelola belum terjadi. Bahkan, saat ini terdapat tantangan baru, yaitu
kecenderungan intervensi politik dalam struktur penegak hukum yang dapat
menghambat pembenahan aparat penegak hukum.
Dari sisi budaya hukum, persoalan utama yang dihadapi adalah
mewujudkan supremasi hukum sebagai salah ciri negara hukum sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Di era demokrasi, tantangan yang
dihadapi supremasi hukum tidak lagi terbatas pada intervensi kekuasaan
terhadaplembagapenegakhukum, namun semakin meluas.
Fenomena ketidakpatuhan kepada hukum semakin banyak terjadi
dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memaksakan kehendak atas dasar
kepentingan atau keyakinan tertentu. Supremasi hukum sering kali masih
dikalahkan oleh kekuatan massa yang menggunakan ancaman kekerasan.
Di samping ketiga persoalan internal di atas, sepanjang lima
tahun mendatang bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan baru. Tahun depan
bangsa Indonesia akan secara riil masuk dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)
yang harus diantisipasi dari sisi hukum demi menjaga kedaulatan politik,
kemandirian ekonomi, dan budaya yang berkepribadian.
Arah Pembangunan Hukum
Presiden tentu sudah seharusnya bersama-sama lembaga negara lain
menggunakan kekuasaan di bidang hukum untuk menjalankan agenda pembangunan
hukum guna menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan garis
konstitusi.
Presiden dan DPR sesungguhnya adalah penafsir pertama konstitusi
yang memiliki ruang lebih luas, bahkan jika dibandingkan dengan MK sekalipun.
Untuk melaksanakan agenda pembentukan substansi hukum yang sesuai dengan
garis konstitusi yang utama diperlukan saat ini adalah arah dan kerangka
bersama yang jelas dan konsisten tentang sistem yang hendak dibangun.
Karena itu, diperlukan arah dan kerangka sistem politik, sistem
ekonomi, dan sistem sosial budaya yang menjadi acuan dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan. Arah dan kerangka ini juga sangat penting untuk tetap
menjaga kesesuaian hukum nasional dengan cita hukum Pancasila, serta untuk
mencegah terjadinya kekacauan, pertentangan, dan tumpang tindih antara produk
hukum yang satu dan yang lain.
Di bidang struktur hukum, agenda mewujudkan aparat penegak hukum
yang bersih dan profesional perlu dilakukan tidak hanya melalui proses
penindakan terhadap pelanggaran, melainkan perlu perubahan dan pelaksanaan
organisasi dan tata kelola terhadap lembaga yang berada di bawah Presiden.
Dengan perubahan tersebut diharapkan sistem yang ada dengan
sendirinya akan mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pada saat yang sama, harus dihindari dan dicegah adanya intervensi terhadap
kerja profesional di dalam struktur hukum, apalagi terhadap lembaga
independen dan lembaga peradilan.
Budaya hukum adalah hasil konstruksi sosial yang berpengaruh dan
dipengaruhi oleh subsistem lain. Perubahan budaya harus diarahkan untuk
memperkuat tingkat kepatuhan terhadap hukum dan putusan pengadilan. Perubahan
budaya hukum ini memerlukan dua hal saja, yaitu keteladanan dan ketegasan.
Artinya kepatuhan terhadap hukum harus ditunjukkan oleh para
penyelenggara negara dan elite politik, serta hukum harus ditegakkan secara
tegas tanpa pandang bulu. Agenda pembangunan hukum tentu tidak dapat
dijalankan hanya oleh pemerintah, tetapi oleh semua lembaga negara dari
ketiga cabang kekuasaan negara secara sinergis. Bahkan, agenda ini tetap
harus memberi ruang partisipasi yang luas kepada masyarakat sipil sebagai
wujud prinsip negara hukum yang demokratis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar