Sabtu, 01 November 2014

Keseimbangan Pendidikan dan Difusi Trims

Keseimbangan Pendidikan dan Difusi Trims

Iwan Pranoto  ;  Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI New Delhi
KOMPAS, 29 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


SISTEM pendidikan yang mengembangkan pengetahuan ilmiah serta memberlatihkan keterampilan tentu merupakan pemasok pekerja berpengetahuan.

Adapun difusi atau penyebaran pengetahuan ilmiah salah satunya akan membangkitkan permintaan atas pekerja berpengetahuan. Keserasian antara pasokan-permintaan ini mendasari berjalannya pembangunan berbasis pengetahuan.

Di sisi riset, benar adanya bahwa administrasi pendanaan kegiatan riset masih belum sempurna. Juga keserasian riset antar-kementerian masih perlu ditingkatkan. Disatukannya Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diharapkan bisa mengantisipasi permasalahan masa kini yang kompleks serta perkembangan dunia riset yang gencar pada ranah antar-disiplin. Misalnya, pemanfaatan game theory dalam ilmu politik dan pemanfaatan teori peluang dalam mengkaji terorisme.

Permasalahan pengembangan dan penerapan Teknologi, Rekayasa, Ilmu Pengetahuan, Matematika, dan Seni (Trims) termasuk desain, sejatinya tidak terbatas pada peran pemerintah. Justru yang paling utama sebenarnya strategi dalam menyokong, melibatkan, dan memberdayakan badan usaha milik negara (BUMN) dan masyarakat guna memanfaatkan Trims untuk menyelesaikan permasalahan masing-masing. Ini sejalan dengan gagasan Presiden Jokowi yang menekankan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan.

Dalam upaya mendorong masyarakat berTrims, mendesain, dan berinovasi, tak harus mulai dengan memaksakan Trims yang canggih. Strategi pelibatan BUMN dan masyarakat ber-Trims dapat mengadopsi semangat di balik Jugaad Innovation (Radjou et al, 2012) atau inovasi hemat yang berkembang di layanan usaha milik negara dan swasta, sampai desa-desa di India.

Masyarakat di daerah terpencil disokong dalam memanfaatkan Trims sederhana, dengan cara mendasar serta sesuai fasilitas dan kearifan lokal untuk menyelesaikan permasalahannya. Misalnya, menciptakan lemari pendingin untuk menyimpan produk susu nir-listrik sampai jamban nir-air yang memanfaatkan bakteri anerobik guna meluruhkan kotoran menjadi gas metan. Perguruan tinggi (PT), LSM, pemda, dan pemerintah pusat mendampingi sekaligus menggelorakan budaya penyelesaian masalah sendiri.

Pemanfaatan Trims berbasis bahan lokal dan melibatkan masyarakat sebagai penerap Trims menguntungkan, karena masyarakat akan merasa memiliki dan akan memperjuangkan keberlangsungannya. Khususnya, masyarakat akan mampu memodifikasi dan merawat inovasinya, tanpa perlu mendatangkan dan menunggu teknisi khusus.

Difusi Trims

Dalam Capital in The Twenty-First Century, Thomas Piketty, berpendapat, dibutuhkan upaya negara guna menjamin berimbangnya kelajuan pendidikan dan difusi (penyebaran) teknologi (Piketty, 2014, pp. 304-315). Ini untuk menjamin penyebaran kesejahteraan.

Walau dengan catatan, Piketty sesungguhnya mengadopsi gagasan tersebut dari buku The Race Between Education and Technology (Goldin & Katz, 2008). Terkhusus, Piketty menyepakati pendapat Goldin dan Katz bahwa investasi dalam pendidikan mutlak dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi. Investasi harus ditujukan pada pembukaan peluang di dasar piramida ekonomi untuk mengenyam pendidikan bermutu.

Harus ada difusi pengetahuan ilmiah. Di Indonesia ke depan, masyarakat disokong lembaga-lembaga terkait perlu menjadi pelaku pemanfaat Trims untuk menyelesaikan masalah lokalnya. Tanpa kelajuan difusi Trims, institusi pendidikan akan kelebihan menyuplai tenaga kerja berpengetahuan. Akibatnya, penyerapan tenaga kerja terhambat dan mengakibatkan sistem pendidikan sekadar menyediakan tenaga kerja bagi negara lain dan perusahaan luar negeri. Pengangguran pekerja berpengetahuan di dalam negeri akan menumpuk. Dampaknya, masyarakat luas tak dapat langsung merasakan manfaat investasi negara dalam pendidikan tinggi, sehingga kesejahteraan terhambat.
Sebaliknya, jika laju difusi Trims lebih tinggi ketimbang laju pengembangan pengetahuan dan keterampilan di sistem pendidikan, akan terjadi kekurangan pasokan tenaga berpengetahuan di dalam negeri. Dampaknya, memperparah kesenjangan.

Sistem pendidikan serta pelatihan di satu pihak dan upaya difusi Trims di lain pihak perlu senantiasa dikelola kelajuannya agar seimbang, tetapi keduanya tak boleh dicampuradukkan. Ini salah satu tugas utama tim pemikir di pemerintah mendatang. Sebenarnya difusi teknologi dan pengetahuan ilmiah sudah menjadi strategi Prof DR BJ Habibie saat menjadi Menristek. Kehadiran beberapa industri berbasis teknologi tinggi diharapkan mampu menyebarkan, memicu, dan mengimbas pemanfaatan Trims pada industri pendukung dan masyarakat.
Adapun pada sistem pendidikan tinggi, lulusannya juga dituntut andal berkarya dalam dunia riset. Artinya walaupun pendidikan merupakan bisnis intinya, institusi pendidikan tinggi mutlak harus mengembangkan keilmuan sekaligus keterampilan dan sumbangsihnya ke masyarakat.

Kemudian, yang tak boleh diabaikan, pendidikan mempunyai tujuan luhur ketimbang sekadar menyiapkan pekerja. Yang utama, pendidikan ditujukan agar warga memiliki noble life atau kemuliaan hidup. Ini berarti bahwa pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi harus menyatu dan menjamin kebersambungan antar-jenjangnya guna mewujudkan kemuliaan hidup warga. Profil calon mahasiswa ideal harapan PT harus menjadi profil lulusan sekolah menengah. Profil calon murid sekolah menengah harus dipenuhi oleh lulusan sekolah dasar.

Pemisahan dirjen berdasarkan jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (di Kemenristek) layak ditinjau ulang. Dapat dikaji alternatif pembagian kerja berdasarkan teritori, seperti di sistem komando pertahanan keamanan sehingga rancang bangun pendidikan akan gamblang, kokoh, dan terpadu utuh.
Sistem pendidikan yang terpadu utuh dan difusi Trims yang melaju berimbang akan menguatkan pembangunan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar