Sabtu, 01 November 2014

Insiden Kesehatan Menteri Jokowi

Insiden Kesehatan Menteri Jokowi

Rohman Budijanto  ;  Wartawan Jawa Pos
JAWA POS, 30 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


TIDAK ada pemandangan calon-calon menteri berpiyama biru di rumah sakit dalam pemilihan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Kali ini tidak ada pemeriksaan fisik dan mental oleh para dokter spesialis untuk memastikan calon menteri sehat walafiat jasmani dan rohani. Opini para dokter di RSPAD Gatot Subroto tidak lagi menjadi bagian dari pengangkatan menteri seperti zaman Presiden SBY.

Jokowi lebih memilih ’’kesehatan’’ integritas dalam pemilihan menteri. Yang dimintai rekomendasi layak tidaknya menteri adalah PPATK dan KPK. Pasal 22 ayat (2e) UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara mewajibkan para menteri ’’memiliki integritas dan kepribadian yang baik’’.

Sebenarnya, SBY juga pernah mendapat pertimbangan KPK ketika akan mengangkat menteri, tapi diam-diam. Itu terungkap ketika keluarga SBY dituduh tidak taat pajak. Sembari membantah ’’dokumen’’ yang beredar, dia mengaitkan tersiarnya kabar negatif itu dengan sosok Fuad Bawazier. Menkeu Pak Harto itu pernah akan diangkat menjadi menteri. Tetapi, pada saat terakhir, SBY dapat data dari KPK, kalau diangkat, akan jadi masalah besar.

Terkait dengan kesehatan, SBY pernah urung menjadikan Nila Djuwita Moeloek sebagai menteri kesehatan dengan alasan tidak tahan tekanan psikis, mudah stres. Lalu, diangkatlah Endang Rahayu Sedyaningsih. Sedihnya, ketika Nila tidak diangkat karena alasan kesehatan, Menteri Endang wafat di tengah masa tugas karena kanker paru. Selain Endang, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo wafat karena sakit saat akan mendaki Gunung Tambora.

Kita boleh heran, terutama untuk sosok Menteri Endang, bagaimana kanker berat itu tidak terdeteksi ketika pemeriksaan kesehatan sebelum menjadi menteri? Wallahu a'lam. Kita doakan roh Endang Sedyaningsih dan Widjajono mendapat tempat yang mulia di akhirat.

Zaman berubah. Nila Djuwita, 65, yang dulu dinyatakan tidak lolos kesehatan kini menjadi menteri kesehatan. Dinasti Moeloek pun sukses menjadi menteri lagi, setelah suami Nila, Farid Alfansa Moeloek, menjadi menteri kesehatan zaman Habibie. Setelah lima tahun lalu dinyatakan ’’tak tahan tekanan’’ dari pemeriksaan sejawatnya, apakah kini Nila lebih tahan tekanan? Tidak bisa dipastikan.

Patut ditekankan, absennya pemeriksaan kesehatan para menteri Joko Widodo itu boleh dikatakan kemunduran. Apalagi pasal 22 ayat (2d) Undang-Undang No 39/2008 tentang Kementerian Negara menyebut secara eksplisit calon menteri wajib sehat jasmani dan rohani. Untuk mengeceknya, tentu tidak hanya dilihat wujud sosoknya, tapi diperiksa dokter dan ahli jiwa.

Ingat, prosedur pemeriksaan kesehatan seperti itu juga dilakukan bahkan untuk level jabatan yang lebih rendah seperti saat pemilihan kepala daerah. Prinsipnya, tidak boleh ada orang yang tidak sehat fisik dan error dalam kejiwaan memegang jabatan publik. Efektivitas pemerintahan dipertaruhkan. Apalagi gaya pemerintahan Jokowi –blusukan plus kerja, kerja, kerja– menuntut stamina yang tangguh. Tahan tekanan fisik dan mental.

Presiden Jokowi tidak perlu dites kesehatan lagi setelah dites KPU saat masih capres. Apalagi secara penampilan, Jokowi tampak sehat, ramping, dan lincah. Wajahnya tidak pernah terlihat letih. Di media, tidak ada fotonya yang tengah tertidur atau menguap. ’’Lari, Pak… Lari…’’ Begitu dia memerintahkan menteri yang baru diangkat untuk maju berjajar di sampingnya saat diumumkan Minggu (26/10).

Jokowi seperti menuntut kelincahan serupa dari para menterinya. Meskipun, para pembantu presiden itu mungkin lebih lamban karena badan mereka lebih mekar jika dibandingkan dengan Jokowi. Menteri yang selangsing Jokowi paling-paling hanya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

Pemeriksaan kesehatan menjadi penting karena belum-belum ada dua menteri Jokowi yang tidak tahan ’’tekanan mental’’. Keinginan merokok Menteri Susi dan Menteri Hanif Dhakiri begitu tidak terbendung sehingga keduanya merokok tanpa memedulikan kepantasan. Susi merokok saat diwawancarai wartawan dan Hanif merokok di kompleks istana kepresidenan sampai ditegur Paspampres.

Yang terasa kurang fair, reaksi publik kepada Susi yang merokok lebih keras ketimbang kepada Hanif. Rupanya, bias gender sangat kentara dalam memperlakukan pria dan perempuan perokok. Atau, mungkin saja, perempuan lebih disayangi karena di dalam tubuhnya ada organ reproduksi tempat bersemayam janin calon manusia. Sedangkan untuk laki-laki, risikonya (menurut bungkus rokok), antara lain, gangguan jantung dan impotensi. Apa ruginya masyarakat kalau ada lelaki impoten karena rokok?

Bagaimanapun, dua ’’insiden tidak sehat’’ pada awal pemerintahan Jokowi itu layak dijadikan peringatan. Ada menteri-menteri yang berperilaku tidak sehat. Selain dua menteri tersebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga perokok berat, meski tidak pernah tepergok merokok di lokasi yang tidak pantas. Bagusnya, Jonan sukses menerapkan larangan merokok di setiap gerbong kereta dan stasiun semasa menjadi Dirut PT Kereta Api Indonesia.

Memang, belum tentu tiga menteri perokok itu yang paling tidak sehat. Karena itulah, Presiden Jokowi tetap perlu memerintahkan pemeriksaan kesehatan mereka. Hasilnya menjadi pegangan bagi Jokowi dan para menteri agar mereka mewaspadai potensi gangguan tubuh dan psikisnya. Kita bisa bayangkan, melihat gaya Jokowi dan JK yang sigap, jangan sampai ada menteri yang mengalami ’’insiden kesehatan’’ karena tidak kuat diajak maraton ’’kerja, kerja, kerja’’.

Selain itu, kendati ’’merokok membunuhmu’’, kita tidak bisa melarang menteri punya kesenangan pribadi merokok, termasuk Menteri Susi. Ini bukan lagi zaman kolot, zaman Siti Nurbaya dikawin paksa Datuk Maringgih. Tetapi, ini zaman egaliter, zaman Siti Nurbaya yang cemerlang dan menjadi menteri lingkungan hidup dan kehutanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar