Sabtu, 01 November 2014

Setelah Tessy, Siapa Lagi?

Setelah Tessy, Siapa Lagi?

Livy Laurens  ;  Pengamat Seni-Budaya
JAWA POS, 31 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


UNTUK kali kesekian artis tersandung kasus narkoba. Kali ini komedian terkenal Kabul Basuki alias Tessy (66) ditangkap setelah mengonsumsi sabu di rumahnya. Yang memprihatinkan, setelah tertangkap itu, pelawak Srimulat tersebut sempat berusaha bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai. Untung, jiwanya masih bisa diselamatkan.

Dalam sebuah wawancara di televisi, pelawak Tarzan yang menjadi kawan lama Tessy sangat menyayangkan terjadinya kasus itu. Tentu saja semua pencinta dunia hiburan di negeri ini turut prihatin. Namun, mengapa para artis silih berganti berjatuhan dalam godaan narkoba?

Mental yang Rentan

Reputasi para artis memang membuat mereka dipuja-puji. Para fans pun bisa tergila-gila. Tetapi, ada yang publik tidak lihat di balik semua pencapaian itu. Sesungguhnya mereka adalah para pekerja yang karena kerasnya dunia kerja yang digelutinya, stres dan berbagai masalah kejiwaan sering menggerogoti. Maka, tak heran jika tekanan tersebut membuat mereka terjatuh dalam berbagai perilaku buruk, mulai narkoba sampai seks bebas, bahkan kriminalitas.

Pekerjaan di dunia hiburan (entertainment) pada dasarnya sangat berat dan penuh persaingan yang sangat sengit. Penyanyi, misalnya, harus menghafal lirik, mengolah vokal, menjaga stamina, melatih stage act, dan seterusnya. Pesinetron dituntut untuk mempelajari skenario, menguasai karakter yang diperankan, menjaga penampilan, dan seterusnya. Belum lagi energinya terkuras untuk syuting, berhari-hari, siang, dan malam. Dengan demikian, meski pendapatannya besar, biaya psikologisnya jauh lebih besar.

Eric Maisel (2007) meneliti kelemahan-kelemahan para selebriti. Artis bisa melakukan kompensasi tidak benar manakala mengalami the bursting-balloon syndrome, yaitu ketakutan karena menjadi komoditas yang rentan yang mudah hancur mendadak saat di puncak sukses. Sebab, dalam dunia musik, misalnya, bisa saja penyanyi top tiba-tiba tidak laku atau tergilas pendatang baru. Sementara itu, banyak artis menyalahgunakan kekuasaan dan kekayaan saat ngetop.

Kondisi mental para artis sering tidak stabil. Menurut penelitian di AS, 30 sampai 50 persen artis dirundung depresi yang buruk. Menurut riset Dr Samuel Junus, 55 persen komedian adalah orang-orang yang mengalami depresi. Menurut riset Dr Nancy Andreanson, 88 persen sastrawan mencari terapi karena kelainan mood. Bahkan, 2 di antara 30 mereka ingin bunuh diri. Menurut riset Dr Kay Jamison, ada 38 persen artis di Inggris yang mengalami gangguan mental, sedangkan masyarakat nonartis yang mengalami penderitaan serupa hanya 2 persen. Beethoven, Rossini, dan Robert Schumann adalah para musisi yang hidupnya penuh depresi. Beberapa masalah kejiwaan itu sering diderita para artis: manic (sakit mental), depresi, pseudo-euphoria, mudah tersinggung, grandiosity, insomnia (tak bisa tidur), racing mind (pikiran berubah), halusinasi, dan delusi.

Revolusi Mental Artis

Kasus Tessy mengingatkan kita pada kasus-kasus artis lain yang terjerat narkoba. Ingatan kita tentang kasus aktor Roy Marten juga belum hilang. Vokalis Sammy (Hendra Samuel Simorangkir) dari grup musik Kerispatih ternyata juga pernah tersandung kasus narkoba. Penyanyi yang lagi naik daun itu, yang sempat memoulerkan lagu gubahan mantan Presiden SBY berjudul Kawan, terpaksa berurusan dengan yang berwajib karena tertangkap basah mengonsumsi sabu-sabu.

Pergaulan metropolis dan gemerlapnya kehidupan selebriti yang penuh godaan sering menjadi penyebab terjerumusnya artis dalam dunia gelap narkoba. Menurut hasil riset Universitas Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (2004), faktanya sungguh mengerikan. Kebutuhan pemakai narkoba per bulan untuk konsumsi ekstasi dan sejenisnya di sepuluh kota metropolitan di Indonesia mencapai 1,7 ton. Untuk konsumsi kokain dan sejenisnya, dibutuhkan 0,5 ton. Adapun omzet peredaran narkoba dalam setahun bisa mencapai Rp 12 triliun sampai Rp 20 triliun.

Presiden Jokowi sebenarnya menaruh perhatian besar pada perkembangan industri kreatif yang termasuk di dalamnya adalah industri hiburan. Saat kampanye, Jokowi yang pencinta musik rock itu berjanji memberikan dukungan untuk kemajuan industri kreatif di tanah air.

Namun, kasus Tessy dan serentetan kasus serupa membuat kita sadar bahwa industri kreatif di bidang entertainment merupakan bentuk kehidupan yang rentan. Pasalnya, kebudayaan populer (pop culture) yang mewadahinya merupakan jenis kebudayaan yang tidak mengusung nilai-nilai filosofis yang mendalam. Orientasi hidup para artis menjadi bebas nilai sehingga etika dan moral terkadang dikesampingkan. Akibatnya, perilaku-perilaku deviasi sering terjadi.

Semoga kasus Tessy menjadi yang terakhir. Saatnya sekarang dunia hiburan dan dunia artis Indonesia melakukan revolusi mental. Kita membutuhkan para artis yang kreatif di bidangnya, namun punya visi, integritas, etika, dan moralitas yang unggul. Para artis dengan kualitas seperti itu akan menjadi agen-agen perubahan. Pun ketika terjun di dunia politik, mereka siap menjadi para pemimpin kelas negarawan yang hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar