Selasa, 04 November 2014

Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA

Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA  

Muliaman D Hadad  ;  Ketua Dewan Komisioner OJK
JAWA POS, 03 Desember 2014
                                                
                                                                                                                       


DALAM dua dekade terakhir, industri jasa keuangan syariah global telah berkembang cukup pesat. Termasuk di tengah ketidakpastian pemulihan pasar keuangan dunia saat ini. Begitu pula halnya dengan di Indonesia. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia diperkirakan mampu tumbuh menjadi salah satu negara dengan potensi perkembangan industri keuangan syariah yang sangat besar.

Berdasar penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Naik dua peringkat dari 2012.

Di tingkat domestik, industri jasa keuangan syariah juga berkembang pesat dan secara perlahan mampu berperan serta dalam mendukung perekonomian nasional. Dari kondisi tersebut, terlihat setidaknya ada tiga alasan utama mengapa industri keuangan syariah Indonesia harus terus dikembangkan.

Pertama, inklusi keuangan, dalam hal ini kita harus meningkatkan penyediaan layanan perbankan untuk masyarakat yang tidak menggunakan jasa keuangan konvensional. Kedua, financial deepening, yakni meningkatkan peran jasa keuangan untuk melayani ekonomi dengan memperkenalkan lebih banyak pilihan instrumen keuangan yang unik. Dan alasan ketiga, sebagai instrumen untuk memfasilitasi aliran modal, terutama bagi mereka yang memiliki preferensi khusus pada keuangan syariah.

Saat ini Indonesia telah memiliki industri keuangan syariah yang cukup lengkap. Mulai industri perbankan syariah, industri keuangan non-bank syariah, dan pasar modal syariah. Selama dua dekade terakhir, tiga sektor industri jasa keuangan syariah tersebut telah menunjukkan perkembangan cukup pesat.

Hingga triwulan kedua 2014 ini, nilai aset industri perbankan syariah telah mencapai Rp 250,55 triliun. Pertumbuhan industri perbankan syariah sepanjang tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 36 persen. Masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan industri perbankan konvensional. Dengan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, industri perbankan syariah berhasil meningkatkan market share-nya hingga hampir mencapai 5 persen.

Nilai aset industri keuangan non-bank syariah (IKNB syariah) pada triwulan kedua 2014 mencapai Rp 43,65 triliun dengan market share hampir mencapai 10 persen. Sementara itu, pada triwulan kedua 2014, nilai kapitalisasi saham syariah dan sukuk negara syariah di pasar modal masing-masing mencapai Rp 2.955,8 triliun serta Rp 179,1 triliun dengan market share saham dan sukuk negara syariah masing-masing 58,63 persen dan 9,83 persen.

Dari sisi perkembangan kelembagaan, jumlah lembaga keuangan syariah Indonesia juga terus bertambah. Hingga triwulan II 2014 ini, jumlah perbankan syariah di Indonesia telah mencapai 12 bank umum syariah (BUS), 21 unit usaha syariah (UUS), dan 163 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) dengan total jaringan kantor mencapai 2.582 kantor, yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Sementara itu, hingga triwulan II 2014, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah di Indonesia telah mencapai 48 lembaga asuransi syariah dan 48 perusahaan pembiayaan syariah.

Pada 2015 Indonesia akan memasuki suatu era perekonomian baru. Pada tahun tersebut negara-negara ASEAN bersepakat untuk melakukan integrasi perekonomian dalam bentuk a single ASEAN market. Di level ASEAN, industri JKS Indonesia hanya kalah oleh Malaysia yang menduduki posisi kedua dunia.

Berdasar laporan dari Islamic Financial Services Board 2013, dilihat dari rasio profitabilitasnya, industri perbankan syariah Indonesia lebih kompetitif jika dibandingkan dengan Malaysia. Hal itu terlihat dari nilai return on equity (ROE) dan return on asset (ROA) perbankan syariah Indonesia yang mengalahkan Malaysia. Sementara dilihat dari besaran market share perbankan syariah di level ASEAN, GIFR menempatkan Indonesia (5 persen) pada peringkat kedua setelah Malaysia (18 persen). Modal itu cukup membuat kita lebih optimistis menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dari beberapa hal di atas, terdapat beberapa tantangan yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan industri jasa keuangan syariah Indonesia. Pertama, tingkat market share dan profitabilitas industri keuangan syariah kita masih relatif rendah dibanding yang konvensional. Rata-rata ROA perbankan syariah kita dua tahun terakhir baru mencapai 2,4 persen. Sedangkan perbankan konvensional mencapai 3,1 persen. Sementara itu, market share perbankan syariah dan IKNB syariah masing-masing baru mencapai 5 persen dan 10 persen.

Tantangan berikutnya adalah masih rendahnya literasi keuangan masyarakat kita terhadap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan lembaga keuangan syariah. Selain itu, masih terbatasnya ahli-ahli produk dan jasa keuangan syariah, terutama untuk mendukung inovasi produk/jasa keuangan syariah dan mengevaluasi kelayakan pembiayaan proyek-proyek strategis. Tantangan yang lain adalah masih belum optimalnya pembiayaan bagi proyek-proyek strategis seperti proyek-proyek infrastruktur pemerintah, energi dan eksploitasi sumber daya alam, serta transportasi dan komunikasi.

Oleh karena itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan industri jasa keuangan syariah di Indonesia, OJK dan seluruh stakeholder terkait akan terus melakukan berbagai upaya strategis dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Pertama, OJK akan secara terus-menerus melakukan edukasi dan capacity building bagi industri jasa keuangan syariah Indonesia. Kedua, OJK harus mendorong terciptanya sinergi dan kerja sama di antara pelaku pasar di industri keuangan syariah, yaitu pasar modal syariah, perbankan syariah, asuransi syariah, koperasi syariah, dan lembaga keuangan mikrosyariah lainnya.

Ketiga, OJK akan mendorong penguatan infrastruktur manajemen risiko dan budaya risiko di industri untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya gejolak/volatilitas ekonomi di masa depan. Keempat, OJK bakal secara kontinu menyiapkan kerangka regulasi serta pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan syariah. Kelima, OJK akan terus meningkatkan kerja sama dengan semua pihak, baik di level domestik maupun internasional, untuk senantiasa mengikuti arah perkembangan kebijakan keuangan syariah di dunia internasional.

Saat ini OJK juga sedang menyusun masterplanpengembangan keuangan syariah. Dengan begitu, pengembangan industri jasa keuangan syariah Indonesia ke depan dapat dilaksanakan secara optimal. Khususnya dalam menyambut era MEA 2015 untuk IKNB syariah dan pasar modal syariah serta MEA 2020 untuk perbankan syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar