Selasa, 04 November 2014

Pertemuan OKI dan Masa Depan Ekonomi Syariah

Pertemuan OKI dan Masa Depan Ekonomi Syariah  

Junanto Herdiawan  ;  Kepala Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur
JAWA POS, 03 Desember 2014
                                                
                                                                                                                       


KOTA Surabaya mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pertemuan para gubernur bank sentral negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 3–8 November 2014. Bank Indonesia bertindak sebagai penyelenggara pertemuan yang akan dihadiri oleh perwakilan dari 57 negara anggota OKI.

Momen pertemuan para gubernur bank sentral negara OKI sangat strategis karena dilaksanakan di tengah kondisi perekonomian global yang belum menentu. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memprediksi, perekonomian dunia akan tumbuh lebih lambat pada 2015. Perlambatan tersebut tentu akan berdampak kepada negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pertemuan kali ini seolah ingin menegaskan bahwa krisis global di sisi lain memberikan peluang kepada tumbuh kembangnya ekonomi syariah sebagai sistem alternatif.

Ekonomi syariah terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis karena prinsip dasar dari perekonomian tersebut adalah rahmatan lil alamin, yang lebih adil dan berhati-hati. Menurut Yusuf al-Qardhawi, ekonomi syariah adalah ekonomi berasas ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak, dan seimbang di antara dua kutub (kapitalisme dan sosialisme).

Pertemuan OKI tersebut juga menunjukkan perlunya keterlibatan bank sentral dalam pengembangan dan penguatan ekonomi syariah di negara masing-masing. Tugas menjaga stabilitas keuangan dan makroprudensial membutuhkan konektivitas dan kerja sama erat antarbank sentral negara Islam. Kebijakan makroprudensial juga tidak akan berjalan sempurna apabila tidak mengidentifikasi sektor-sektor yang dapat memengaruhi ekonomi, termasuk elemen ekonomi syariah, baik di sisi produksi, distribusi, maupun di sisi instrumen keuangan syariah, misalnya peranan wakaf dan zakat.

Komitmen Gubernur BI Agus Martowardojo, menjadi contoh konkret kepada para gubernur bank sentral yang lain karena memajukan ekonomi syariah tidak mungkin dilakukan tanpa mengintegrasikan antara sektor ekonomi dan sektor keuangan. Oleh karena itu, selain melakukan sidang dan pertemuan formal, rangkaian pertemuan OKI kali ini akan digandeng dengan berbagai kegiatan, misalnya simposium, bincang nasional, serta festival ekonomi syariah atau syariah expo, yang juga melibatkan pelaku UMKM dan wirausaha pesantren di Indonesia.

Beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian khusus dari pertemuan OKI kali ini adalah akan ditandatanganinya MoU antara BI dan Kementerian Agama tentang pemberdayaan ekonomi pesantren. Juga deklarasi bersama BI, OJK, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Jatim. Tidak hanya itu, juga akan ada penandatanganan MoU antara BI dan IDB terkait dengan perumusan standar zakat core principles.

Standar zakat core principles itu menarik dicermati karena para anggota negara OKI semakin menyadari potensi penting dari zakat sebagai kekuatan ekonomi dan penyeimbang distribusi pendapatan. Potensi zakat secara global saat ini sekitar USD 600 miliar. Di Indonesia, potensi zakat sangat besar, bervariasi berdasar hitungan Rp 70 triliun hingga Rp 100 triliun. Namun, kita juga menyadari bahwa dana zakat yang bisa dimobilisasi masih sekitar 1,3–1,4 persennya.

Di sektor keuangan, perkembangan keuangan syariah di Indonesia saat ini menunjukkan tanda ke arah yang lebih baik dan produktif. Sebagai contoh di Jawa Timur, pengembangan pembiayaan bank umum syariah tumbuh signifikan dalam empat tahun terakhir; dari sekitar Rp 3 miliar menjadi Rp 18 miliar. Dilihat dari segi penggunaannya, 43 persen masih disalurkan ke sektor konsumsi. Namun, 41 persen dan 17 persen sudah disalurkan untuk modal kerja dan investasi.

Tentunya, pengembangan ekonomi syariah di Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang berat ke depan. Pemahaman masyarakat akan berbagai instrumen syariah masih perlu ditingkatkan. Komitmen berbagai pihak untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat ekonomi syariah dunia patut kita apresiasi. Setelah diluncurkan Gerakan Ekonomi Syariah, adanya pertemuan dan komitmen internasional menjadi sebuah fase baru dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Langkah selanjutnya adalah bagaimana membumikan ekonomi syariah lebih dirasakan dan dipahami masyarakat. Di sini, peranan pemerintah menjadi penting. Bukan hanya dari sisi legal dan formal, tetapi juga dalam keberpihakan yang riil kepada pelaku ekonomi syariah, perbankan, dan lembaga keuangan syariah.

Tentu saja peranan berbagai stakeholders, misalnya ulama, pesantren, perguruan tinggi, pengusaha, ormas Islam, dan masyarakat Islam pada umumnya, tidak kalah penting. Semoga pertemuan para gubernur bank sentral OKI kali ini dapat menjadi momentum yang baik bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar