Senin, 02 Desember 2013

Masyarakat Indonesia dan Australia Bersahabat

Masyarakat Indonesia dan Australia Bersahabat
Al Busyra Basnur  ;   Pengamat Internasional  
KORAN SINDO,  30 November 2013
  


Sejak beberapa waktu lalu dan kedepan perhatian dan energi kita terfokus pada “pelanggaran” berupa penyadapan oleh Australian Signal Directorate (ASD), badan intelijen Australia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat tinggi Indonesia jadi sasaran penyadapan negara “sahabat kita” itu. 

Menteri Luar Negeri Marty M Natalegawa dan Presiden SBY segera bertindak cepat dan tegas. Duta Besar RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema yang saat itu sedang berada di Brisbane untuk suatu tugas segera dipanggil pulang ke Indonesia. “… kalau bisa kopernya jangan terlalukecil,” pesan Menlu Marty mengisyaratkan Dubes Nadjib akan berada di Indonesia dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Dalam hitungan jam, Dubes Nadjib tiba di Jakarta. “Ini tindakan yang tidak bersahabat sebagai mitra strategis Indonesia. 

PemerintahIndonesia mengambil sikap tegas dan terukur…. Insiden penyadapan tersebut sangat mencederai dan melabrak Pemerintah Indonesia,” kata Menlu Marty (Sindonews.com, 18/11). “Saya meminta hentikan dulu kerja sama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen. Saya juga minta dihentikan dulu latihanlatihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun yang sifatnya gabungan. Saya juga minta dihentikan sementara yang disebut dengan coordinated military operation,” ungkap Presiden SBY (KORAN SINDO, 21/11). 

Berbagai reaksi keras bermunculan. Pejabat pemerintah, anggota DPR bersama tokoh politik lain, akademisi, pengamat, mahasiswa, tokoh pemuda, lembaga swadaya masyarakat, bahkan hampir semua elemen bangsa termasuk individu mengecam dengan murka tindakan Australia. Kemarahan Indonesia dipicu pula oleh tanggapan PM Australia Tony Abbott di parlemen Australia yang mengecilkan masalah besar dan sangat serius itu. Menurut Abbott, semua pemerintah mengumpulkan informasi dan semua pemerintah tahu bahwa setiap pemerintah lain juga mengumpulkan informasi. 

Atas sikap dan pernyataannya itu, Abbott terpaksa “membayar mahal”, terutama setelah melihat reaksi keras Indonesia dan kenyataan bahwa masyarakat Australia terbelah dalam menilai kebijakan pemerintahnya. Survei Nielsen mencatat bahwa popularitas Abbott di Australia turun karena cara pemerintahnya menangani masalah hubungan dengan Indonesia tidak tepat, terutama mengenai pencari suaka dan penyadapan. 

Dari ketegangan hubunganIndonesia- Australia terkait penyadapan, ada beberapa hal yang penting dicatat. Pertama, hubungan bilateral Indonesia-Australia ke depan memerlukan rancang bangun yang memiliki sifat kekhususan, diselenggarakan dengan lebih mengedepankan dan menekankan asas prioritas, selektif, kewaspadaan, dan kepercayaan dengan senantiasa menengok sejarah hubungan antarnegara. 

Sejarah masa lalu memberikan pelajaran yang sangat berguna dan mengingatkan kita bahwa hubungan Indonesia-Australia penuh suka dan duka, naik dan turun ibarat roller coaster, serta ini seakan tiada henti (Al Busyra Basnur, The Jakarta Post, 21 Juni 1998). Indonesia dan Australia adalah negara besar yang memiliki persamaan, perbedaan, dan tentu juga kepentingan. Di satu sisi, kita memiliki kesamaan dalam banyak hal, terutama dalam isu-isu global. 

Di sisi lain kita tidak senantiasa sama dalam menerapkan strategi, prioritas, pendekatan, pemajuan, dan cara-cara perlindungan kepentingan nasional. Kedua, persatuan, nasionalisme, dan cinta tanah air bangsa Indonesia terlihat benar-benar semakin kokoh saat kita menghadapi dan menanggapi penyadapan Australia. Pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Lahir sentimen kebersamaan itutidakterlepasdari reaksicepat pemerintah. 

Pemanggilan pulang duta besar RI, penghentian dan peninjauan kembali sejumlah kerja sama, serta permintaan keterangan resmi Pemerintah Australia sangat diapresiasi masyarakat Indonesia. Puluhan negara lain di dunia yang jadi dan diduga jadi “korban” penyadapan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Australia, sebut saja Jerman dan Brasil, justru tidak melakukan semua apa yang telah dilakukan Indonesia. Kejadian ini secara nyata melahirkan sentimen “kekitaan” yang begitu kuat di kalangan bangsa Indonesia yang tentu harus kita pertahankan dan pelihara ke depan. 

Ketiga, nasionalisme dan cinta Tanah Air membuat kita rela dan mau berbuat apa saja untuk kepentingan bangsa dan negara. Kita marah apabila harga diri bangsa kita dilecehkan. Kita rela mati apabila kedaulatan kita diganggu. Demikian pula dalam penyadapan oleh Australia, bangsa kita sangat marah karena ditusuk dari belakang oleh teman sendiri. Kita luka dan tidak tahu kapan bisa disembuhkan. Kalaupun sembuh, pasti meninggalkan bekas. Demo yang mengecam Australia terjadi di berbagai tempat, termasuk di depan Gedung Kedutaan Australia di Jakarta. 

Namun, sebagai bangsa besar yang menjunjung tinggi tata krama, norma, dan hukum, kemarahan itu tentu harus dapat kita kendalikan. Emosi yang tidak terkendali tidak akan menyelesaikan masalah. Kebesaran suatu bangsa dapat dilihat dari cara mereka bersikap, bertindak, dan menyelesaikan masalah. Lihat, Presiden Obama sangat dihargai masyarakat dunia saat ia segera dan langsung menyampaikan “maaf” kepada Kanselir Angela Merkel ketika diketahui AS menyadap ponselnya (Sindonews, 28/10). 

Kita pun respek kepada Obama. Bagi kita sekarang, sebagai bangsa yang besar ini, mari kita berikan ruang dan kepercayaan kepada pemerintah yang sedang bekerja keras menyelesaikan masalah ini. Masyarakat Australia dan masyarakat Indonesia sesungguhnya bersahabat. Hubungan antarbangsa dekat. Tidak ada masalah antara orang Indonesia dan orang Australia. Tentu kita tidak lupa, persahabatan bangsa Australia dengan bangsa Indonesia telah terbina sejak perjuangan kemerdekaan Indonesia antara lain saat masyarakat Australia dan Australian Waterside Workers Union ikut memboikot kapal-kapal Belanda yang hendak ke Indonesia. 

Kita juga melihat nyata kedekatan hubungan dan persahabatan masyarakat Indonesia dengan Australia, baik di kalangan profesional, pengusaha dan pedagang, tokoh sosial dan budaya, akademisi, pemuda dan mahasiswa, maupun berbagai kelompok sosial masyarakat lain. Karena itu, tidak ada alasan ketegangan hubungan kedua pemerintah merusak persahabatan antarmasyarakat dua bangsa yang telah dibangun dengan baik sejak lama.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar