Senin, 16 Desember 2013

Kekuatan Cinta

Kekuatan Cinta
Samuel Mulia  ;   Penulis Mode dan Gaya Hidup, Penulis Kolom “Parodi” di Kompas
KOMPAS,  15 Desember 2013

  

Salah seorang anak buah saya di kantor bercerita tentang sebuah perjalanan asmara teman dekatnya. Sekarang saya ingin membagikan cerita itu kepada Anda. Sebuah cerita tentang kekuatan cinta, tentang menjawab sebuah pertanyaan seberapa jauhkah saya akan berjuang untuk cinta yang saya percayai akan memberi saya kebahagiaan.

Sebuah perjuangan

Ceritanya begini. Seorang laki-laki jatuh cinta kepada seorang perempuan. Saya tak perlu menceritakanprintilannya, tetapi langsung kepada permasalahannya yang unik. Si perempuan menolak mentah-mentah cintanya. Kalau saya katakan menolak itu tidak hanya dengan perkataan tetapi juga dengan perbuatan.

Perbuatannya kalau saya ceritakan seperti anak buah saya menceritakannya, Anda pasti naik pitam. Pokoknya saya sendiri geleng kepala, kok ya bisa ada seseorang bisa memiliki kekuatan menghadapi hal semacam itu.

Saya tak akan membagi cerita soal penolakan itu. Saya mau bercerita betapa gigihnya laki-laki ini memperjuangkan apa yang ia yakini baik untuk diperjuangkan. Cerita ini bukan cerita seorang laki-laki setengah baya. Ini sebuah cerita yang dimulai saat laki-laki ini berusia dua puluh tiga tahun. Masa muda, yang di mata saya, adalah masa untuk dinikmati dan tidak untuk dihina-dina.

Perjuangan laki-laki ini memakan waktu enam tahun lamanya dan ia bergeming pun tidak untuk melunturkan perjuangannya di tengah jalan. Bayangkan kalau Anda masih semuda itu, tidakkah Anda akan berpikir mengapa sampai perlu bersusah payah berjuang seperti itu? Bukankah wanita tak hanya satu diciptakan di dunia ini?

Kalau Anda berpikir demikian, saya pun tak bedanya dengan Anda. Bahkan teman-teman dekat laki-laki itu juga memiliki pemikiran yang sama. ”Apa sih yang membuat elo sampai segila itu? Udah tinggalin aja, dia dah terang-terangan nolak elo.”

Tetapi, laki-laki ini benar seperti seorang kafilah yang kekeuh berlalu, ketika semua jenis anjing menggonggong dengan kerasnya. Sejujurnya, saya sedang dalam sebuah perjuangan cinta yang patut dilakoni.

Tetapi, apa bedanya laki-laki muda itu dengan saya yang setengah abad ini? Rahasia laki-laki ini hanya ada dua. Pertama, ia memiliki apa yang dikatakan cinta yang murni. Senjata utama ini pun saya miliki. Senjata inilah yang mampu membuat banyak orang bertanya. ”Apanya sih yang membuat kamu cinta banget sama dia?”

Untuk laki-laki itu, cinta murninya mampu membuat ia santai melakoni perjuangan itu tanpa menepis bahwa ia pun mengalami naik turunnya emosi. Cintanya yang murni itu memampukan ia berjuang dengan memasang target harapan yang minim, bukan malah menjadi kehilangan akal.

Tak ada yang mustahil

Hal inilah yang membedakan saya dengan laki-laki muda belia itu. Karena seperti orang kebanyakan, saya mau berjuang kalau di atas kertas semuanya tidak minim. Kalau otak bersuara ini bisa gol, maka saya baru mau berjuang dan baru bisa berjuang dalam keadaan santai.

Saya keliru besar. Minim atau tidak, sayalah yang harus jeli supaya tak kecewa pada akhirnya dan menyerah di tengah jalan. Semua orang berharap, tak ada yang bisa menihilkan harapan. Orang bilang jangan pernah berharap, tetapi itu tak mungkin terjadi.

Yang mungkin terjadi adalah tetap berharap bahkan ketika harapan itu minim atau sama sekali tidak ada. Mungkin inilah yang disebut melakoni hidup dengan beriman. Saya sudah berkali-kali tahu soal melakoni hidup dengan beriman. Hanya saja, saya selalu gagal ketika mencobanya. Karena, saya terbiasa melakoni hidup dengan otak yang bisa memperhitungkan segala risiko.

Beberapa minggu yang lalu, laki-laki muda belia itu naik ke pelaminan. Sebuah perjuangan yang diraih dengan harapan yang minim. Prestasikah itu? Saya bertanya dalam hati. Tidak. Ini bukan sebuah lomba antara seorang laki-laki dengan egonya. Ini sebuah pembelajaran tentang berjuang dengan iman, bukan dengan otak, bukan dengan angka.

Pertanyaannya kemudian, benarkah wanita yang mendampinginya akan mencintainya sepenuhnya? Mungkinkah ada rasa kasihan yang menyelinap sehingga wanita ini tak kuasa untuk menolak pinangan laki-laki ini, apalagi melihat bagaimana ia berjuang untuk memenangkan hatinya?

Saya sungguh tak tahu dan itu bukan hal yang penting. Yang saya tahu dan yang penting sekali adalah, cerita di atas memberikan saya kepastian bahwa melakoni hidup dalam iman itu tidak hanya dicoba, tetapi patut dijadikan sebagai sebuah kebiasaan. Apakah itu sesuatu yang mustahil?

Di suatu hari, saya dikirimi pesan begini. No matter what happens, no matter how far you seem to be away from where you want to be, never stop believing that you will somehow make it. Have a unrelenting belief that things will work out, that the long road has a purpose, that the things that you desire may not happen today, but they will happen. Persist and persevere, your desired path remains possible.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar