Enam Tipe
Pemimpin
Komaruddin Hidayat ;
Rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 13 Desember 2013
Diskusi tentang kepemimpinan semakin sering mengemuka di
negeri ini sehubungan dengan banyaknya pilkada dan momen menjelang pemilu.
Banyak buku yang membahas teori kepemimpinan (leadership), tetapi kali ini saya akan melihatnya secara
singkat dan sederhana saja.
Setidaknya terdapat enam macam kepemimpinan
yang mudah kita cerna. Satu, umat beriman biasanya merujuk dan mengidealkan
kepemimpinan para nabi. Mereka ini muncul dari tengah umatnya dengan
kekuatan pribadi dan akhlaknya. Namun di atas semua itu mereka diyakini
memperoleh dukungan dan bimbingan Allah serta disertai senjata pemungkas
untuk menaklukkan umatnya yang membangkang, yang disebut mukjizat.
Tentu saja warisan ajarannya sangat bagus
untuk dicontoh dan dijadikan sumber inspirasi. Namun kita tidak mungkin
menggantikan posisinya karena bagi umat Islam tak ada lagi nabi setelah
Rasulullah Muhammad, sosok yang hidupnya terjaga dari dosa (maksum). Dua,
pemimpin berdasarkan keturunan darah biru atau anak raja. Pemimpin tipe ini
ada yang hebat, adil, dicintai rakyat, tetapi ada juga yang bengis dan
menindas rakyatnya.
Bagi Indonesia, kepemimpinan berdasarkan darah
biru ini sudah berlalu. Kita tidak lagi hidup di zaman kerajaan. Dulu,
kekuasaan raja diperoleh setelah berhasil menaklukkan lawannya sehingga istana
raja selalu dilindungi dengan tembok tinggi serta tentara yang kuat untuk
menakuti lawannya yang hendak melakukan balas dendam atau hendak
menaklukkan.
Tiga, kepemimpinan intelektual pejuang. Banyak
negara yang merdeka setelah Perang Dunia melahirkan pemimpin yang berasal
dari tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan. Mereka ini sangat akrab dan
mengenal rakyatnya sehingga ketika duduk menjadi pemimpin dalam tubuh
pemerintahan sangat mudah berempati dengan pikiran dan perasaan rakyatnya.
Semangat perjuangan dan komitmen ideologis untuk memajukan bangsanya lebih
kental ketimbang semangat menikmati jabatan formalnya.
Tipe pemimpin model ini yang sangat mudah
dikenali harihari ini adalah sosok Nelson Mandela. Di Indonesia kita juga
punya Bung Karno dan Bung Hatta serta teman-teman seangkatan mereka dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Mereka itu pemimpin-pejuang yang juga sosok
intelektual.
Empat, ada pemimpin bertipe
teknokratik-ilmuwan. Mereka menjadi pemimpin karena kemampuannya yang
menonjol dibandingkan yang lain dalam bidang keilmuan dan keahliannya dalam
mengendalikan sebuah organisasi pemerintahan layaknya memimpin sebuah
perusahaan. Pemimpin negara Singapura mendekati tipe ini. Untuk Indonesia,
pada jajaran menteri lebih cocok pemimpin tipe ilmuwan teknokratik ini.
Di sini profesionalisme sangat ditekankan.
Mereka paham agenda apa yang mesti dilakukan dan menguasai cara bagaimana
melakukannya untuk memenuhi tugas yang dibebankan pada jabatannya. Untuk
konteks Indonesia, kelemahan tipe ini sering kali kurang memahami realitas
budaya dan tradisi bangsanya dan menganggap bahwa dengan pendekatan
teknokratik masalah bangsa akan selesai.
Lima, ada tipe pemimpin baru di Indonesia
akhir-akhir ini yang tampil dengan mengandalkan popularitas dan dukungan
parpol pendukungnya sehingga berhasil mendapatkan posisi legal-formal dalam
tubuh pemerintahan. Menjadi problem serius ketika popularitas itu tidak
disertai kompetensi dan integritas karena mereka memenangi pemilihan semata
karena kekuatan uang dan jejaring dinastiisme.
Tipe pemimpin inilah yang telah merusak
cita-cita luhur kemerdekaan dan demokrasi. Mereka berbeda dari tipe
pemimpin intelektual-pejuang yang memiliki andil besar dalam pergerakan
kemerdekaan atau tipe ilmuwan-teknokratik yang mengandalkan profesionalisme.
Enam, tipe pemimpin yang mampu menyintesiskan
lima tipe yang ada untuk menghadapi dan menjawab problem bangsa yang
berkembang dinamis. Terutama perpaduan sifat ketulusan, kecintaan, dan
kesabaran dari tipe para nabi, semangat perjuangan dan pengorbanan membela
martabat bangsa dari tipe intelektual-pejuang dan kemampuan teknokratik
dalam mengelola birokrasi negara modern.
Adapun mandat dan legalitas dari parpol
pendukung hanyalah bersifat instrumental, jangan sampai parpol dijadikan
”majikan” dari karier politiknya. Pemimpin tipe keenam itu mungkin bisa
disebut sebagai pemimpin profetik-teknokratik. Disebut profetik karena kedekatan,
kecintaan, dan komitmennya dalam membela dan melayani rakyat dan disebut
teknokratik karena kemampuan dan penguasaannya secara teknis-empiris dalam
memecahkan problem bangsa dan masyarakat dengan menggunakan instrumen
birokrasi dan ilmu pengetahuan modern.
Fenomena yang mengemuka, ada pemimpin yang
memiliki semangat membela rakyat, tetapi miskin kemampuan teknokratik.
Sebaliknya, banyak teknokrat merasa hebat dalam bidangnya, tetapi tidak
memiliki pemahaman mendalam terhadap problem dan karakter bangsanya serta
kurang memiliki komitmen membela kepentingan rakyat.
Yang konyol adalah tampilnya orang-orang yang
berambisi menjadi pemimpin-penguasa yang memanfaatkan celah titik lemah
demokrasi untuk meraih suara rakyat dengan cara membeli dan membodohi
rakyat. Mari kita pilih pemimpin bangsa yang tepat demi kesejahteraan dan
kemajuan anak-anak cucu kita. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar