Babak Baru
Pertahanan Negara
Frega Ferdinand Wenas
Inkiriwang ; Dosen
Unhan untuk Prodi Defense Management, Alumni Macquarie University dan US Army
Command and General Staff College
|
KORAN
SINDO, 14 Desember 2013
Hampir lima tahun lalu,
tepatnya pada 11 Maret 2009, Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan)
didirikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pendirian Unhan tersebut dilihat sebagai
sebuah breakthrough dalam dunia
pendidikan pertahanan negara yang dicapai melalui proses cukup panjang
dantidakmudah. Sebagainegara ke-48 yang memiliki Lembaga Pendidikan Tinggi
Pertahanan (baca: Unhan), Indonesia berpeluang untuk mengedukasi warga
negaranya secara lebih luas tentang pertahanan negara.
Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 30 UUD
1945 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaanNegara”, pertahanan negara merupakan bidang yang bukan hanya
menjadi tanggung jawab militer, melainkan juga komponen nirmiliter bangsa.
Karena itu, kehadiran Unhan menjadi sebuah
media efektif dalam memberikan pembelajaran tentang sistem pertahanan
negara kepada siapa pun. Kelahiran Unhan menjadi sebuah melting point
antara sipil dan militer yang menjadi salah satufiturdari demokrasidimana
para praktisi militer mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dalam
sebuah proses akademik dengan mitra-mitra mereka dari sipil.
Keduanya bahkan dapat saling menggali
pengalaman dan pengetahuan yang menambah wawasan masing-masing dalam
tinjauan multidimensi dari bidang pertahanan negara sehingga siap mengawaki
organisasi dan sistem pertahanan negara masa kini dan mendatang. ***
Berbicara tentang pertahanan pada abad ke-21
tidaklah sesederhana dengan konteks pada era 1945 di mana Indonesia masih
menghadapi penjajahan asing. Pada masa yang lebih modern dan terkoneksi
dalam era globalisasi ini memiliki implikasi lebih luas terhadap aspekaspek
kehidupan.
Munculnya isu-isu pertahanan dan keamanan
nontradisional dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan kompleksitas
permasalahan semakin meningkat. Dalam beberapa dekade terakhir,
sistempertahanansebuah negara bahkan menjadi semakin rapuh hanya akibat
penggunaan perangkat-perangkat nonfisik yang diidentifikasi oleh Joseph Nye
sebagai komponen soft power ataupun kombinasinya dengan komponen hard power
yang dikenal sebagai smart power (Nye, 2011).
Sebagai contoh adalah serangan cyber ke
sejumlah negara yang melumpuhkan sistem data penting dari negaranegara
tersebut. Belum lagi ada perang ekonomi yang jika tidak diantisipasi dengan
baik juga berpeluang menciptakan krisis berkepanjangan. Sebagai negara
demokrasi terbesar ketiga yang saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi
positif dan progresif di samping Republik Rakyat Tiongkok dan India,
Indonesia berpotensi untuk berkembang ke arah yang lebih maju.
Dengan semakin membaiknya ekonomi, Indonesia
dapat membangun postur pertahanan negara yang lebih kuat, adaptif, serta
responsif terhadap beragam bentuk ancaman dan tantangan masa kini. ***
Peningkatan anggaran pertahanan Indonesia
secara signifikan telah ditunjukkan selama era kepemimpinan Presiden SBY.
Ini patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara cermat karena dengan
peningkatan anggaran pertahanan diharapkan semakin memperbaiki
penyelenggaraan sistem pertahanan negara.
Untuk itu, dalam penyelenggaraan tersebut
dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) pertahanan yang unggul di mana perlu
dikelola dengan berbasis pada konsep human capital yang dikategorikan
Angela Baron dan Michael Armstrong sebagai pengetahuan, keahlian,
kemampuan, dan kapasitas untuk mengembangkan dan melakukan inovasi yang
dimiliki oleh manusia dalam organisasi (Baron & Armstrong, 2007).
Karena itu, Unhan sebagai universitas yang
bertujuan mendidik baik sipil maupun militer yang akan diproyeksikan menjadi
kader pimpinan, analis, serta pengawak dari sistem pertahanan negara juga
mengedepankan prinsipprinsip dari human capital management. Siapa pun yang
belajar di Unhan akan mendapatkan nilai tambah yang bermanfaat bagi
organisasinya.
Keragaman mahasiswa Unhan bahkan menjadi poin
plus di samping kombinasi tim dosen yang berasal dari dalam dan luar
negeri. Belum lagi nilai tambah yang didapat karena mendapatkan kesempatan
untuk memotret kondisi nyata sistem pertahanan di sejumlah wilayah
perbatasan nasional.
Di samping itu, kerja sama yang telah dijalin
Unhan dengan institusi pendidikan seperti US National Defense University, Naval Postgraduate School,
Cranfield University, Tsing Hua University, Australian Defence College,
Dortmund Technological University, serta S Rajaratnam School of International Studies juga telah
memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk melakukan benchmarking
yang memperkaya pemahaman mereka akan sistem pertahanan negara lain.
Nilai tambah yang diperoleh mahasiswa, baik sipil
maupun militer, menjadi modal dalam menyiapkan diri mereka untuk mengawaki
sistem pertahanan negara secara profesional di mana dibutuhkan kemampuan
dalam menerapkan dynamic governance
yaitu think ahead, think again dan
think across (Neo & Chen,
2007).
Dalam manajemen pertahanan di era demokrasi,
kolaborasi sipil dan militer digambarkan oleh David Chutter dan Laura
Cleary sebagai sebuah kebutuhan dalam menjamin berlangsungnya proses
demokrasi secara utuh (Chutter & Cleary, 2006). Unhan diharapkan mampu
mencetak kaderkader pimpinan pertahanan sipil dan militer yang peka
terhadap segala bentuk permasalahan serta mampu mencarikan solusi terbaik.
Semoga Unhan dapat terus berkarya dalam
mendidik kader-kader SDM pertahanan yang unggul dan berkelas dunia sehingga
mampu berkompetisi secara profesional dalam memajukan bangsa dan negara. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar