Trump Sasaran Anak Kandung Konservatif Sendiri
Dahlan Iskan ;
Mantan CEO JAWA POS
|
JAWA POS, 16 Mei
2016
Sebenarnya
ada ”partai” baru di Amerika: kebangkitan rakyat bersatu. Lahir sejak sebelum
pemilu yang lalu. Masih terbilang baru. Untuk ukuran penataan demokrasi di
Amerika. Yang sudah berumur hampir 200 tahun.
Mengapa
disebut kebangkitan rakyat bersatu? Karena orang yang tidak ikut partai pun
kini bisa ikut menentukan politik. Termasuk menentukan siapa yang akan
terpilih jadi presiden. Memang tidak bisa ikut mencalonkan tapi bisa all-out
mendukung salah satu calon.
Tentu
calon yang disenangi. Atau menghabisi satu calon. Yang tidak disenangi.
Nama
umum lembaga itu: Super PAC. Singkatan dari Political Action Committee. Siapa pun boleh mendirikan Super PAC.
Tinggal mendaftarkannya ke Komisi Pemilihan Umum. Lalu boleh menggalang dana.
Tanpa batasan. Tanpa limit. Untuk mendukung atau menghabisi capres.
Donald
Trump, misalnya, merasa dikerjai salah satu Super PAC. ”Saya tahu ada Super
PAC di balik Hillary,” ujarnya minggu lalu. ”Pengumpulan dananya sampai 90
juta dolar.” Berarti hampir Rp 2,5 triliun.
Di
AS lebih dari 5.000 PAC dan Super PAC berdiri. Tidak semua berkaitan dengan
pemilu. Atau politik. Ada PAC yang didirikan untuk mendukung satu gagasan.
Atau menyerangnya. Misalnya gagasan reklamasi. Atau mobil listrik. Atau
jembatan Selat Sunda. Atau transplantasi. Atau apa pun. Mereka boleh
mengumpulkan dana untuk mendukung atau menyerang.
Super
PAC itu awalnya berbentuk PAC. Tapi untuk PAC ada batasan. Seseorang hanya
boleh menyumbang PAC maksimum USD 2.500. Bahkan perusahaan dan perkumpulan
dilarang.
Tidak
ada bedanya dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum untuk tim kampanye resmi
partai. Bedanya, PAC tidak terikat program partai. Atau program capres.
Persoalan
pun muncul. Yakni ketika sutradara Michael Moor bikin film berjudul 9/11 yang
laris itu. Film humor politik. Penuh satire. Saya juga terhibur saat
menontonnya. Film tersebut menelanjangi incumbent
George W. Bush. Habis-habisan. Terutama di balik pencitraannya.
Saya
jadi tahu berita tentang kehebatan Bush itu ternyata dibuat oleh sutradara.
Bukan selalu yang senyatanya. Bush benar-benar ”habis” di film itu. Pantas
kalau pendukung Bush geram.
Pendukung
Bush/Republik/konservatif tidak bisa menerima itu. Lalu mendirikan LSM.
Namanya: Citizens United. Rakyat
Bersatu. RB-lah yang kemudian menggugat KPU: mengapa KPU membatasi
pengumpulan dana untuk mendukung capres.
Sedangkan
orang seperti Moor dengan bendera nonpolitiknya bisa menghancurkan seorang
capres.
Proses
peradilan Rakyat Bersatu v KPU itu berlangsung lebih dari tiga tahun.
Akhirnya Mahkamah Agung memenangkan gugatan Rakyat Bersatu. Tidak ada lagi
batasan untuk menyumbang. Siapa pun boleh.
Perorangan,
perusahaan, atau lembaga apa pun. Berapa pun boleh. Sampai seorang pengusaha
media di Chicago menyumbang ”Prioritas Amerika” sampai Rp 25 miliar.
Pembatasan,
kata putusan itu, melanggar konstitusi Amerika. Terutama melanggar kebebasan
individu.
Dari
putusan itu lahirlah Super PAC. Yakni PAC yang bebas. Istilah ”Super PAC”
sebenarnya bukan istilah hukum. Istilah tersebut dipopulerkan seorang
wartawan lewat tulisannya. Lalu menjadi istilah umum.
Dengan
demikian, pada dasarnya Super PAC lahir dari perut pendukung Partai Republik.
Hanya saja kini berbalik. Super PAC banyak didirikan mendukung Hillary.
Sebenarnya
ada juga beberapa Super PAC yang mendukung Trump. Salah satunya yang jadi
berita hangat ini: Super PAC dengan nama ”Make
America Great Again”. Nama itu diambil dari tema utama kampanye Trump.
Pendirinya seorang wanita pendukung Trump di Colorado. Ivanka Trump pun
diberitakan sempat menyumbang 100.000 dolar (Rp 1,3 miliar).
Tapi
belakangan Super PAC itu dibubarkan. Oleh sang pendiri. Gara-garanya: Trump
sering menyerang keberadaan Super PAC. Bahkan suatu kali Trump keceplosan
bilang tidak didukung Super PAC pun tidak patheken.
Mungkin
karena dia kaya raya.
Mungkin
karena iri: begitu banyak Super PAC yang mendukung Hillary.
Sebenarnya
Trump tidak perlu menyembunyikan nama Super PAC tersebut. Publik tahu Super
PAC mana yang dimaksud. Yang sudah dapat dana USD 90 juta itu. Ia adalah
Super PAC bernama ”Prioritas-Prioritas Amerika”. Pendirinya adalah Bill
Burton. Bekas ketua tim pemenangan kembali Obama.
”Prioritas
Amerika”-lah dulu yang membiayai iklan besar-besaran untuk menyerang Mitt
Romney, capres dari Partai Republik saat itu. Dan Obama menang.
Iklan
yang menyerang Romney itu sederhana. Judulnya Understands. Kisah seorang bapak yang kehilangan pekerjaan. Yakni
ketika pabrik baja tempatnya kerja tutup. Bangkrut. Tidak dapat asuransi
pula. Dana pensiun lenyap ditelan kerugian. Istrinya sakit kanker. Lalu
meninggal.
Tamat.
Apa
hubungannya? Publik tahu perusahaan bangkrut itu bagian dari konglomerasi
Bein Capital. Salah satu pendirinya adalah Mitt Romney. Ia juga pernah
menjadi CEO grup yang berpusat di Boston itu.
Iklan
tersebut memang sempat dipersoalkan. Kematian sang istri sebenarnya tidak ada
hubungan dengan tutupnya pabrik. Tapi iklan tersebut telah jadi contoh iklan
yang sukses.
Kini
dengan dana lebih Rp 2,5 triliun, ”Prioritas Amerika” sudah siap menghabisi
Trump. Siap membalas serangan apa pun dari lawan Hillary. Jane Fonda, bintang
film itu, menyumbang Rp 23 miliar. Terang-terangan. Banyak pula tokoh
lainnya.
Memang,
menurut aturan, Super PAC tidak boleh ada hubungan dengan yang didukung.
Harus independen. Tapi status independen sangat mudah dinyatakan. Hanya lewat
pembuktian. Bukan kenyataan.
Super
PAC akan terus berperan di masa depan. Dari pemilu ke pemilu. Kemampuan
mengumpulkan dananya bisa lebih besar daripada tim resmi partai.
Tapi
ada juga yang menyorot: biaya yang dipakai pengurus PAC terlalu besar.
Terutama PAC abal-abal. Fasilitas untuk pengurus terlalu mewah: hotel bintang
lima sampai sewa pesawat jet kapan saja.
Bahkan
pernah ada pengurus PAC yang gajinya tidak pantas –saking besarnya. Ada yang
membayar rekanan sampai sekitar Rp 10 miliar. Padahal sang rekanan adalah
istrinya sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar