Kabinet Presidensial
Miftah Thoha ;
Guru Besar Ilmu Administrasi
Publik UGM
|
KOMPAS, 18 Mei
2016
Istilah
kabinet berasal dari bahasa Perancis,
"cabinet", yang artinya sekelompok ahli yang bekerja sebagai
penasihat yang membantu untuk kepentingan raja. Pertama kali negara yang mempergunakan
istilah ini adalah Perancis sekitar abad ke-17, untuk menamakan kelompok
kerjanya ini sebagai cabinet. Di kelak kemudian hari, di dalam sistem
ketatanegaraan modern, disebut para
menteri. Setelah Perancis kemudian
diikuti Inggris sekitar abad ke-18.
Ketika itu Perancis dan Inggris dipimpin monarki absolut. Raja sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan kerajaan memegang kekuasaan yang tidak
terbatas.
Ketika
bentuk pemerintahan kerajaan absolut, sekelompok para ahli tersebut bekerja, dibentuk, dan ditentukan sebagai
penasihat dan pembantu oleh raja. Inisiatif keberadaan kelompok ahli itu dari
raja. Raja berkeinginan punya kelompok ahli yang bisa membantunya, raja yang memilih orangnya,
raja yang menentukan kewajiban dan beban tugasnya, dan raja yang meminta
kelompok kerjanya bertanggung jawab kepadanya.
Namun,
setelah monarki absolut berubah menjadi monarki konstitusional kedudukan
dan tugas penasihat dan pembantu raja
ini bergeser tidak lagi bertanggung jawab kepada raja, melainkan kepada parlemen. Dengan demikian, kabinet
yang semula dibentuk untuk membantu
kepala negara dan pemerintahan berganti ke parlemen, yang kelak di kemudian
hari dikenal sebagai kabinet ministerial atau kabinet parlementer. Di kabinet
ministerial ini bentuk pemerintahan ditentukan suara mayoritas di parlemen.
Seseorang dari pimpinan mayoritas parlemen yang memenangi suara ini ditunjuk
sebagai kepala pemerintahan atau perdana menteri. Para menterinya dari
anggota parlemen.
Jika
pembentukan kabinet itu ditentukan oleh kepala pemerintahan bukan berasal
dari parlemen, atau ditentukan oleh presiden atau bisa juga disebut perdana
menteri yang bukan berasal dari parlemen, kabinetnya disebut kabinet
presidensial. Di awal mula, Perancis dan Inggris membentuk
kabinetnya bukan kabinet
parlementer-karena belum ada parlemen-melainkan kabinet eksekutif raja atau
istilah sekarang kabinet presidensial.
Setelah monarki absolut Perancis dan
Inggris berubah jadi monarki konstitusional, di mana rakyat mulai berperan
menentukan konstitusi, berkembanglah jenis dan macam kabinet menjadi kabinet
presidensial dan kabinet parlementer.
Sekarang jenis dan macam kabinet itu bisa berbentuk yang ketiga, yakni
kombinasi atau mendekati (semi-) keduanya, seperti presidensial
semi-parlementer.
Macam
dan jenis atau bentuk kabinet itu dari dahulu sampai sekarang selalu berkisar
dan bermula dari peran yang dimainkan lembaga
eksekutif (presiden) dan lembaga legislatif (mayoritas suara partai di parlemen). Jika yang berperan penuh dalam
membentuk kabinet dan pertanggungjawabannya kepada presiden tanpa campur
tangan partai politik di parlemen disebut kabinet presidensial. Sebaliknya,
jika yang berperan penuh suara di parlemen dan yang memenangi suara mayoritas
membentuk kabinet, kabinetnya disebut kabinet parlementer.
Presidensial vs
multipartai
Di
dalam pemerintahan konstitusional, kekuasaan
rakyat mulai berperan dan membuat lahirnya lembaga pemegang kekuasaan
rakyat dalam membuat konstitusi dan lembaga pemegang kekuasaan rakyat yang
melaksanakan konstitusi. Dari keadaan inilah lahir lembaga legislatif pembuat
konstitusi dan lembaga eksekutif sebagai pelaksana konstitusi.
Kalau
ditilik aslinya, di depan dijelaskan kabinet presidensial itu merupakan
kabinet di lembaga eksekutif. Kabinet ini ditentukan oleh kepala
pemerintahan, yang cirinya atas inisiatif atau dibentuk atau ditunjuk oleh
kepala negara dan kepala pemerintahan (eksekutif) untuk membantu mewujudkan
kebijakan kepala eksekutif itu. Orang yang ditunjuk tersebut ditugaskan untuk
memimpin departemen atau kementerian tertentu sesuai arahan kebijakan kepala
eksekutif: raja atau presiden.
Menteri
yang ditunjuk dalam kabinet presidensial ini adalah orang-orang yang memahami
seluk-beluk kementeriannya. Proses penunjukan itu sangat bergantung pada diskresi yang
melekat pada keahlian presiden dan tidak pada kemauan partai politik yang
berada di luar rumah kabinet. Itulah sebabnya, dalam kabinet presidensial para
menterinya terdiri atas orang-orang yang profesional dan bertanggung jawab
kepada presiden sebagai kepala pemerintahan. Idealnya, kabinet presidensial
tidak ada kaitannya dengan kekuasaan parlemen
suatu lembaga legislatif tempat kerja para wakil partai politik.
Dengan kata lain, tidak ada kaitannya dengan intervensi partai politik dalam
proses presiden membentuk kabinet.
Dalam
pemerintahan demokrasi, kehidupan partai politik merupakan ciri tersendiri dari suatu pemerintah
tersebut. Karena itu, intervensi atau keterlibatan partai dalam pemerintahan
yang demokratis yang coba dibangun presiden tidak lagi bisa dihindari. Meski
demikian, kabinet presidensial berubah menjadi kabinet presidensial yang
diintervensi partai politik atau menjadi semi-parlementer. Bahkan pernah
terjadi satu atau beberapa partai politik di awal pembentukan kabinet
presidensial berada di barisan kelompok oposisi terhadap kabinet, tiba-tiba
berubah sikap menjadi pendukung kabinet karena ada keinginan bisa ditunjuk sebagai menteri di kabinet
bentukan presiden ini.
Di
Indonesia, kabinet presidensial yang dibentuk untuk melaksanakan suatu
pemerintahan yang demokratis menghadapi suatu kenyataan terhadap tumbuh
suburnya banyak partai politik. Keadaan ini membawa konsekuensi kabinet
presidensial murni tidak lagi murni. Biasanya, di beberapa negara, kabinet
presidensial hanya berhadapan dengan satu atau dua partai politik
sehingga wujud pemerintahan yang
demokratis dalam kabinet presidensial bisa dilaksanakan dengan baik.
Kabinet
presidensial yang asli di Indonesia pernah diwujudkan zaman Presiden Soekarno
dan Presiden Soeharto. Diskresi dan kekuasaan kedua presiden itu dalam
membentuk kabinet dan menunjuk para menterinya sangat berwibawa. Akan tetapi,
sejak era reformasi dan mulai tumbuhnya
partai-partai politik, intervensi partai politik di parlemen tidak bisa
dihindari. Walaupun kekuasaan membentuk kabinet masih berada pada presiden,
tetapi para menterinya banyak berasal dari
partai politik di parlemen. Sering kali terjadi suatu ketika kepuasan
presiden terhadap kinerja menterinya terganggu lalu timbul keinginan
melakukan pergantian atau perombakan kabinet. Dua masa pemerintahan semenjak
reformasi sampai sekarang selalu dihinggapi keinginan merombak kabinet.
Perombakan kabinet
Kabinet
bentukan presiden di Indonesia, kelompok menterinya banyak ditempati
orang-orang partai politik dan tidak jarang kelihatan kurang profesional.
Sementara orang-orang nonpartai yang profesional yang ditunjuk sebagai
menteri kelihatan tidak menonjol. Apalagi bila presiden terpilih berasal dari
calon parpol yang tak jarang didukung kelompok partai-partai lain.
Kelompok
partai-partai lain yang awalnya tak mendukung itu disebut kelompok oposisi.
Namun, proses pembentukan kabinet yang didukung kelompok partai pendukung dan
tak didukung kelompok partai oposisi, jadinya seperti suasana parlemen ketika
membentuk kabinet parlementer. Pimpinan kelompok suara mayoritas di parlemen
ditunjuk sebagai perdana menteri memimpin kabinet, kelompok minoritas menjadi
oposisi di parlemen yang bertugas mengevaluasi, bahkan mengkritik kinerja
mayoritas yang memimpin pemerintahan. Dan, tidak jarang berakhir dengan
lahirnya mosi tidak percaya yang mengakhiri kabinet parlementer.
Sekarang,
menjelang rencana presiden melakukan perombakan kabinet, ramai suara partai-
partai yang ingin mendukung perombakan tersebut. Sejak awal April lalu telah
berkembang di media sosial kabar "April Mop" menteri-menteri yang
akan diganti. Partai politik yang awalnya masuk kelompok oposisi kabinet
berubah ingin mendukung kabinet, bahkan telah mengusulkan calon menteri dari
partainya.
Tampaknya
istilah oposisi mulai dihindari. Bahkan ada partai yang mengaku selama ini
tidak pernah berada di oposisi melainkan selalu di dalam pemerintahan. Mereka
merancang menyusun intervensi politik dalam perombakan kabinet mendatang. Kalau dilihat sikap dan
ketegasan Presiden Joko Widodo untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara
kita, semoga cita-cita kabinet presidensial bisa terjaga. Akan tetapi, jika
intervensi partai politik sangat kuat dan sulit dihindari, lain warnanya
kabinet presidensial Jokowi.
Karena
itu, kita tunggu perombakan kabinet yang akan dijalankan Presiden Joko Widodo
nanti, mudah-mudahan masih berdiri tegak dalam posisi kabinet presidensial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar