Kamis, 19 Mei 2016

Bisakah PAUD Dicurigai sebagai Racun Mental?

Bisakah PAUD Dicurigai sebagai Racun Mental?

Nurul Lathiffah ;   Sarjana Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
                                               MEDIA INDONESIA, 16 Mei 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

DI awal kemunculannya, pendidikan anak usia dini (PAUD) diharapkan menjadi starting point terselenggaranya pendidikan yang berhasil. Ekspektasi itu pada gilirannya menstimulasi kelahiran sekolah PAUD di berbagai daerah. Hingga kini jumlah PAUD semakin meningkat pesat. Jika pada awal kemunculannya sekolah usia dini sebelum TK itu masih sangat dirindukan masyarakat, kini hal itu berkebalikan. Euforia bahwa PAUD dinilai sebagai kunci keberhasilan pendidikan bahkan semakin terkikis.

Belum lama ini, PAUD juga dinilai dapat menjadi fondasi pendidikan yang berbahaya bagi anak. Pendidik yang tidak memiliki kualifikasi tepat diduga menjadi penyebab utama. Selain itu, pengajaran calistung sejak dini juga dicurigai merupakan racun mental bagi anak. Sebagaimana diwartakan sebuah televisi swasta (9/5/), guru menjadi elemen penting dalam perkembangan pendidikan anak. Namun, masih banyak PAUD dianggap belum memenuhi standar. PAUD yang tidak berkualitas akan menghambat perkembangan anak.

Meski terkesan kritis, opini publik itu juga perlu disikapi secara apresiatif.
Setidaknya, opini itu menduga bahwa PAUD dinilai berbahaya karena dua hal. Pertama, guru kurang kompeten. Kedua, racun mental secara tidak sengaja ditebar di PAUD. Secara objektif, harus disadari bersama bahwa PAUD digadang menjadi sekolah yang sangat penting dilalui anak.

Sebelum belajar di sekolah formal, anak-anak perlu bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain di sekolah usia dini. Hal itu sangat penting, sebab anak-anak yang terbiasa berinteraksi dengan pendidik dan anak-anak seusianya secara tidak langsung memiliki soft skill sebagai bekal beradaptasi di sekolah dasar dan pada tingkat-tingkat selanjutnya.

Hakikatnya, PAUD mengaksentuasikannya pada dasar pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, kreativitas, emosi, dan spiritual. PAUD diharapkan menjadi wahana stimulasi perkembangan anak, termasuk memetakan potensi anak dan mendidik sesuai dengan kapasitasnya.

Apabila anak sudah terampil bekerja sama, memiliki keterampilan berpikir kritis, dan memiliki keterampilan untuk bersahabat dengan aturan, di taraf pendidikan selanjutnya, mereka akan lebih mudah untuk berprestasi dan menyerap pengetahuan, nilai, dan norma.

Kabar baiknya, PAUD tetaplah menjadi lembaga pendidikan yang penting dalam mencerdaskan anak Indonesia. Hanya, tidak bisa dimungkiri faktor tenaga pengajar merupakan satu aspek penting yang perlu dievaluasi. Di kota besar, seleksi terhadap guru PAUD sangatlah teliti dan diperhitungkan, di samping meneliti riwayat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan berinteraksi dengan anak usia dini. Akan tetapi, realitas ini sungguh berbeda dengan PAUD di desa. Di desa, rekrutmen pengajar PAUD dilakukan secara sederhana.

Satu-satunya pendidikan yang efektif bagi pengajar diperoleh dari pelatihan atau seminar. Lebih disayangkan lagi, pelatihan atau seminar itu pun berbayar. Pengajar PAUD yang notabene mendapat insentif yang sangat minimal pun mengalami dilema. Di satu sisi, mereka ingin memperkaya khazanah pengetahuan, tapi di sisi lain mereka juga memiliki tantangan finansial yang tidak mudah. Dengan mengesampingkan riwayat pendidikan, perjuangan guru PAUD di desa-desa cukup membawa angin segar bagi dunia pendidikan, betapa pun mereka memiliki gairah untuk merawat perkembangan anak usia dini agar menjadi generasi yang cerdas berinteraksi dengan Tuhan, pengetahuan, sesama manusia, dan alam semesta.

Berbekal modal psikologis para guru PAUD di desa yang memiliki semangat berjuang tinggi, kiranya wacana mengenai pembatasan jumlah PAUD dan bahkan pengurangan PAUD perlu ditinjau ulang. Alih-alih membatasi atau mengurangi, berfokus pada pengayaan dan pembinaan pendidik PAUD merupakan langkah strategis yang tidak bisa dilupakan.

Bagaimanapun, keikhlasan dan daya mencintai anak-anak merupakan keterampilan yang sulit dipelajari. Keterampilan hati itu berkembang secara alamiah. Sementara itu, pengetahuan mengenai perkembangan anak dapat dikembangkan melalui berbagai cara. Seminar, kursus berkelanjutan, dan hal senada lain merupakan cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas pengetahuan pengajar PAUD. Tentunya, hal itu difasilitasi pemerintah dan para pemegang kebijakan.

Peningkatan kualitas pengajar PAUD sangat diperlukan. Terlebih di era digital, kompleksitas karakteristik anak semakin bertambah. Tantangan pengajaran pun akan semakin kompleks. Dalam tataran ini, keterampilan afektif dan kognitif para pengajar PAUD merupakan kunci utama keberhasilan. Menimbulkan minat positif anak, mengasah keterampilan mereka, dan mengapresiasi setiap keberhasilan anak merupakan sedikit dari sederet keterampilan yang perlu dimiliki setiap pengajar. Pada titik ini, persoalan pertama PAUD dinilai berbahaya dari segi tenaga pengajar sudah mendapatkan titik terang.

Pada intinya, PAUD berbahaya jika pengajar tidak memiliki keterampilan mengajar sehingga menimbulkan kebosanan, keengganan sekolah, dan menebar sikap negatif (semisal marah) di ruang kelas.

Permasalahan kedua yang ditengarai meracuni pengajaran di PAUD ialah kurikulum. Seiring dengan ekspektasi bahwa anak kelas 1 SD sudah diharapkan memiliki keterampilan dasar membaca, tidak sedikit PAUD yang mulai memperkenalkan kemampuan baca tulis kepada anak. Lantas, benarkah itu akan meracuni anak? Sebentar. Permasalahan ini memang cukup sensitif karena memiliki multiperspektif. Kita perlu memahami, bahwa dalam paradigma psikologi, setiap individu memiliki potensi unik yang diistilahkan dengan individual differences. Perbedaan individual pada gilirannya juga menuntun pengajar untuk memberikan sikap dan tugas yang berbeda pada tiap-tiap anak.

Realitasnya, ada anak-anak usia dini yang hanya suka pada aktivitas bermain. Pun sebaliknya, ada pula anak usia dini yang sudah memiliki minat membaca dan menulis sejak dini karena berbagai pengaruh hadir dalam lingkungannya. Anak usia dini yang tumbuh di lingkungan keluarga yang mentradisikan kebiasaan mendongeng dan membaca bisa jadi sudah memiliki minat dan kemampuan dasar untuk belajar mengenal huruf, mengeja, dan menulis. Apabila anak dengan potensi positif ini belajar di lingkungan PAUD yang murni 'bermain' saja, bisa jadi ia akan mengalami kebosanan. Kebutuhannya akan belajar dan mengasah keterampilan dasar terbentur kurikulum yang menurutnya terlampau 'main-main'.

Pelajaran pentingnya, pengajar PAUD harus tetap berada pada kurikulum yang telah ditetapkan. Mereka pun semestinya mampu menciptakan pembelajaran yang nyaman. Setiap anak unik dan para pengajar memiliki tugas oral untuk menyelami karakter sekaligus menciptakan iklim bermain, belajar, dan bersahabat yang penuh dengan nuansa nyaman. Di sisi lain, tugas mendidik anak usia dini tidak bisa hanya dilimpahkan kepada PAUD. Di luar itu, orangtua memiliki peran penting dan sentral. Sebagus apa pun PAUD, anak usia dini tidak akan mencapai perkembangan optimal jika diasuh dengan metode parenting yang kurang tepat.

Penguatan peran orangtua dapat menjadi strategi untuk menumbuhkan anak usia dini demi mencapai perkembangan 'emas'. Orangtua secara intens perlu menyelami keunikan dan potensi anak. Pada hakikatnya, rumah merupakan tempat belajar yang paling nyaman. Keterampilan emosi, fisik, kognitif, dan spiritual anak mencerminkan ketelatenan orangtua. Apabila orangtua berkomitmen mendidik emosi anak, anak-anak pun akan mengembangkan keterampilan emosional. Sampai di sini, ada yang perlu kita garis bawahi bahwa satu hal primer yang perlu direnungkan sebelum memvonis PAUD dapat membahayakan anak, kita perlu bertanya sudahkah orangtua memberikan pengasuhan yang aman dan nyaman? Orangtua perlu becermin sambil terus bersinergi dengan PAUD. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar