Persatuan Bangsa, Belajar dari Sejarah
Kisnu Haryo Kartiko ;
Tenaga Ahli Pengajar Bidang
Politik Lemhannas RI
|
MEDIA INDONESIA,
10 Maret 2016
PENGALAMAN panjang
sejarah bangsa Indonesia telah memberikan pelajaran berharga bagaimana bangsa
ini sekuat tenaga menjaga keutuhan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah
negara. Sejak Indonesia merdeka, berbagai peristiwa yang memecah belah
persatuan dan kesatuan terjadi silih berganti. Beberapa di antaranya
dilakukan dengan latar belakang kepentingan kelompok tertentu.
Kita pernah mendengar
kelompok komunis dengan pemberontakan Madiun dan Peristiwa G-30-S/PKI,
kelompok PRRI-Permesta dengan tokoh-tokoh Masyumi di belakangnya, dan
pemberontakan Rakyat Maluku Selatan. Peristiwa ini menimbulkan kerugian melebihi
harta benda, dampak sosial-ekonomi, yaitu nyawa.
Selain peristiwa
berlatar belakang politik, bangsa Indonesia juga mempunyai pengalaman
peristiwa-peristiwa separatisme kedaerahan, misalnya pemberontakan GAM di DI
Aceh, perlawanan bersenjata Gerakan Papua Merdeka di Papua, pendirian PRRI di
Sumatra Barat dan Sumatra Bagian Selatan.
Ketidakstabilan
politik dan pemerintahan juga pernah terjadi pada masa Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan. Dilakukannya perubahan mendasar dalam menjalankan
pemerintahan pada masa itu, seperti sistem pemerintahan menjadi demokrasi
parlementer, dominasi peranan partai politik, peranan pemerintah pusat yang
sentralistis dan kuat, restrukturisasi personel dalam angkatan perang,
menyebabkan ketidakstabilan politik, kurangnya perhatian dalam pembangunan
daerah, terjadinya perpecahan Dwitunggal Soekarno-Hatta, dan kekecewaan di
kalangan militer. Keadaan ini menyebabkan timbulnya beberapa pemberontakan
dari kelompok militer, seperti yang dilakukan Dewan Banteng, Dewan Gajah,
Kahar Muzakar, dan peristiwa 17 September 1952.
Sejarah terpecahnya
bangsa juga pernah diwarnai kalangan birokrasi negara. Kelompok birokrasi
juga pernah menjadi aktor di belakang pemberontakan bersifat kedaerahan,
antara lain kelompok birokrasi di bawah Daud Beureueh (mantan Gubernur
Militer DI Aceh) yang melakukan perlawanan setelah DI Aceh dilebur dengan
Provinsi Sumatra Timur, dan kelompok birokrasi di bawah R Soumokil (mantan
Perdana Menteri Negara Bagian Maluku) yang memberontak dan mendirikan Republik
Maluku Selatan setelah dihapusnya Negara Republik Indonesia Serikat.
Kelompok-kelompok
dengan pembentukan berlatar belakang agama juga pernah menimbulkan peristiwa
yang menggoyahkan persatuan bangsa, antara lain tentara Hisbullah di bawah
Karto Suwiryo, kelompok Imron dan Warman, dan kelompok Jamaah Islamiyah di
bawah trio Abdulah Sungkar, Abu Bakar Ba'asyir, dan Ajengan Masduki.
Pemersatu bangsa
Sejak membentuk negara
Indonesia, bangsa ini bertekad untuk berada dalam naungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang wilayahnya tersebar dari Sabang sampai
Merauke, dari Kepulauan Sangir Talaud hingga Kepulauan Rote Ndao. Keteguhan
memegang bentuk negara unitaris dapat dilihat ketika RIS tidak berlaku lama
karena melalui mosi integral yang dipelopori Mohammad Natsir didukung banyak
fraksi di parlemen, akhirnya kembali mengantarkan Indonesia menjadi negara
kesatuan sejak 17 Agustus 1950.
Kemudian, hasil
amendemen UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa, "Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik," dan Pasal 37
ayat (5) menegaskan bahwa,
"Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan." Dalam prinsip dasar pengelolaan bangsa dan negara, peran
dari berbagai komponen bangsa sebagai alat pemersatu menjadi penting. Komponen
bangsa yang strategis untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara,
antara lain aparatur militer dan keamanan, birokrasi, politik, kedaerahan,
dan agama.
Dalam kehidupan negara
yang menganut sistem demokrasi, kelompok aparatur militer dan keamanan punya
peran sangat strategis karena mereka ialah warga negara yang dipersenjatai
oleh negara dan diberikan hak istimewa demi menjaga dan mewujudkan keamanan. Mereka
punya kemampuan dan kewenangan untuk melakukan deteksi, pencegahan, dan
penindakan untuk mempertahankan negara dan menciptakan keamanan.
Kelompok ini terdiri
dari unsur TNI (AD, AU, dan AL), serta kepolisian negara harus dibangun
kesiapsiagaannya, jiwa kejuangannya, pengabdiannya, kerelaan untuk berkorban,
soliditas, dan solidaritasnya.
Kelompok ini harus
punya kedudukan yang netral dan berada di atas semua kepentingan dan
golongan. Mereka harus melayani semua kepentingan masyarakat dan negara. Kewenangan
yang luar biasa berat dan besar ini harus selalu berada di bawah kontrol dan
komando dari pemerintahan yang sah yang dipilih oleh rakyat.
Peran pelayan publik
Berperan sebagai pilar
kedua pemersatu bangsa, yaitu kelompok birokrasi yang diawaki aparatur sipil
negara (ASN). ASN yang saat ini berjumlah 4,5 juta orang merupakan aparatur
negara yang menjalankan fungsi pemerintahan dari tingkat pusat sampai
kelurahan/desa. Selain itu, ASN adalah aparatur negara yang diberi tugas
melakukan pelayanan publik kepada masyarakat, diberi tanggung jawab
merencanakan dan melaksanakan pembangunan, dan panutan, serta teladan bagi
setiap warga bangsa.
ASN harus menjadi alat
pemersatu bangsa yang strategis, yakni mereka tidak boleh berpihak pada
kepentingan politik dan kelompok tertentu. Mereka harus netral dari pengaruh
dan intervensi politik, loyal kepada pemerintahan yang sah, mempunyai
soliditas, dan solidaritas antaranggota. Mereka juga harus mampu membangun
koordinasi dan mengintegrasikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik dari tingkat pusat sampai daerah sehingga mengurangi
terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan.
Hanya saja dalam
menjalankan sistem demokrasi, kita tidak bisa lepas dari adanya kekuatan
kelompok politik, yakni proses seleksi kepemimpinan dari tingkat pusat sampai
daerah ditentukan. Pengalaman sejarah bangsa menunjukkan adanya
kelompok-kelompok politik yang menyebabkan terjadinya perpecahan dan
pemberontakan. Oleh karena itu, kelompok politik harus punya kebajikan
sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan kelompok politiknya.
Alat pemersatu lain
yang tidak boleh diabaikan ialah para pemimpin daerah, para tokoh masyarakat
(agama, adat, dan organisasi masyarakat), dan para tokoh pemuda. Mereka
merupakan kelompok kedaerahan yang mewarnai kehidupan di daerah dan hubungan
antara pusat dan daerah, penyelenggaraan pelayanan publik, dan
penyelenggaraan pembangunan di daerah.
Tokoh agama
Kita ketahui bersama
bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula sebagai negara yang
berdasarkan ideologi suatu agama, melainkan negara yang berdasarkan ideologi
Pancasila yang mengakui atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan berbagai agama
dan kepercayaan yang hidup berdampingan di dalamnya.
Dalam sejarah
kenegaraan banyak kelompok agama yang selalu berusaha untuk membangun negara
berdasarkan kepada ajaran agama tertentu. Dalam rangka mencegah terjadinya
perpecahan yang disebabkan kelompok ini, peran kelompok agama yang moderat
dan nasionalistik sebagai alat pemersatu bangsa menjadi krusial.
Pemerintah harus
bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok radikal yang membawa kepentingan
kelompoknya melebihi kepentingan bangsa.
Kita menyadari
Indonesia sebagai bangsa majemuk yang terdiri dari beragam adat, budaya, dan
agama memiliki keunikannya tersendiri.
Oleh karena itu,
kolaborasi antarkomponen untuk bersinergi merekatkan persatuan dan kesatuan
bangsa sangat dibutuhkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar