Belajar Indonesia dengan PAKSA
Ahmad Baedowi ;
Direktur Pendidikan Yayasan
SUkma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
07 Maret 2016
INISIATIF melakukan
pemberdayaan manusia melalui pendidikan yang menempatkan manusia secara apa
adanya dicontohkan dengan sangat baik oleh Julianto Eko Putra dengan Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI). Meskipun
mengaku sebagai pendosa, Julianto Eko Putra menerapkan komitmennya pada karya
kemanusiaan dengan memberikan perhatian secara utuh terhadap anak-anak
didiknya di Sekolah Selamat Pagi
Indonesia. Kesan itu terlihat dengan jelas dari ekspresi wajah, intonasi
suara, perilaku sopan, dan keramahan anak-anak SMA-SPI saat menerima saya dan
teman-teman Sekolah Sukma Bangsa, Aceh.
Dari rangkaian dialog
dan presentasi yang disajikan, SMA-SPI seperti ingin menunjukkan jati diri
mereka yang sesungguhnya, mempercayai proses pendidikan secara baik, dan sama
sekali tak berorientasi pada nilai dan ingar-bingar kompetisi akademik. Dalam
dialog sehari penuh, lebih dari 60% materi yang dipresentasikan secara sangat
menarik justru dilakukan anak-anak itu. Meskipun anak-anak SMA-SPI merupakan
yatim piatu serta tidak mampu dan kurang beruntung, setelah melalui proses
pendidikan yang berorientasi pada kecakapan usaha mandiri (entrepreneurship), mereka berubah 180
derajat dan menjadi anak-anak yang memiliki kepekaan nurani dan keterampilan
hidup yang luar biasa.
Seorang siswa putri
bernama Vedka asal Jombang lulus dua tahun lalu dan memutuskan tetap menetap
di lingkungan sekolah dan dipercaya menangani divisi penginapan. Dengan
berlinang air mata, ia bercerita bagaimana dia mengalami perubahan hidup luar
biasa setelah bersekolah di SPI. Ketika SMP, di kotanya, untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan keperluan sekolahnya, dia bekerja sebagai pembantu rumah
tangga selama 3 tahun. Namun, karena keberuntungannya bisa bergabung dengan
sekolah SPI, Vedka setahun lalu telah berhasil menghajikan ayahnya atas biaya
yang dia peroleh selama mengabdi di almamaternya itu.
PAKSA
Ada cukup banyak
Vedka-Vedka lain di sekolah SPI yang memiliki masa silam yang suram, baik
karena ditinggal mati ayah maupun ibu mereka.
Namun, mereka kemudian
mengalami transformasi mental yang luar biasa karena ada model dan pendekatan
pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keterampilan hidup
(life skill).
Sekolah SPI menerima
siswa dari seluruh penjuru Tanah Air yang diseleksi secara ketat berdasarkan
komposisi etnik, agama, dan status sosial yang kurang beruntung. Di SPI
anak-anak secara menyengaja diajak untuk mencintai Indonesia dengan fakta
keberagaman budaya, tradisi, dan agama karena 40% siswa SPI datang dari
kelompok Islam, 20% Kristen, 20% Katolik, 10% Buddha, dan 10% Hindu. Proses
pendampingan yang lebih dari cukup ketika mereka tinggal di asrama dalam
keragaman yang khas Indonesia membuat mereka saling mencintai dan sekaligus
menguatkan.
Nilai-nilai yang
diajarkan kepada mereka sebenarnya cukup banyak dan beragam. Namun, dalam
konteks memberikan dan menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk tumbuh
menjadi manusia seutuhnya, manajemen SPI merumuskan kombinasi afeksi,
kognisi, dan psikomotorik secara terpadu ke dalam bentuk perilaku yang
konkre, dalam rumusan PAKSA (Pray,
attitude, knowledge, skills, and action).
Bagi SPI, nilai dasar
PAKSA yang disemaikan bertujuan menanamkan kembali rasa percaya diri
anak-anak yang pada awalnya merasa sebagai manusia yang kurang beruntung,
terpuruk, dan tak percaya diri. Dengan keberagaman yang mereka lihat dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah, anak-anak SPI dari awal diminta untuk tidak
mudah melupakan Tuhan dan selalu berdoa (pray)
sebagai fondasi spiritual dalam beraktivitas.
Berdoa dalam arti sesungguhnya
bukan dalam pengertian yang pasif, melainkan kehendak untuk menempatkan Tuhan
sebagai pendorong semangat hidup agar mereka tetap menjadi anak-anak yang
optimistis dan selalu bersyukur terhadap apa yang mereka terima dari Tuhan
Yang Mahakuasa. Keyakinan itulah yang kemudian menjadikan anak-anak SPI harus
memiliki perilaku (attitude) yang
positif dan selalu berusaha menyenangkan orang lain. Perilaku yang baik dalam
prinsip SPI akan menjadikan anak sebagai ahli bertindak.
Tentang knowledge, SPI
memaknainya sebagai sebuah kewajiban anak untuk terus belajar tiada henti.
Secara praktik, kemampuan membaca merupakan tolok ukur yang selalu dinilai. Tak
mengherankan anak-anak SPI selalu fasih bercerita tentang isi sebuah buku
kepada siapa saja yang datang ke tempat mereka karena rata-rata mereka sudah
membaca buku-buku itu. Menilai pengetahuan anak melalui praktik membaca ialah
hal penting yang menjadikan anak-anak SPI gila membaca dan selalu ingin tahu
hal baru untuk kemudian mempraktikkannya secara konkret. Dalam terminologi
mereka, pengetahuan yang benar akan menjadikan seorang anak ahli berpikir.
Keterampilan (skill) merupakan kelebihan dari SPI. Dengan
tujuan ingin menjadikan anak mandiri secara sosial dan ekonomi, pihak
manajemen SPI menetapkan trial and
error sebagai pendekatan pembelajaran yang penting dalam rangka
meningkatkan keterampilan hidup (life
skill) siswa.
Saya cukup takjub
ketika mengetahui inisiatif anak untuk berekspresi harus didukung dengan alat
dan media yang dibutuhkan meskipun alat-alat itu relatif mahal dan tak jarang
dirusak para siswa karena kesalahan dalam mengoperasikannya. Bagi SPI,
kesalahan anak ialah berkah yang harus diterima agar anak dapat belajar
tentang kegagalan, sesuatu yang selama ini tak terlihat dalam praktik
pendidikan kita.
Dasar terakhir ialah action yang mengajari anak-anak agar
menjadi manusia yang senang berkarya dan beramal. Ketika menjawab pertanyaan
mengapa mereka mengalami perubahan dan bagaimana memaknai perubahan dalam
hidup mereka, seorang siswa asal Jombang bernama Sireen dengan fasih menjawab
perubahan datang karena di SPI mereka diminta untuk tetap mau berbagi dan membuat
orang lain bahagia serta tidak menyebarkan kebencian. Berkarya dan beramal
mereka tunjukkan dengan berbagi kepada para tua jompo dan anak-anak kurang
beruntung lainnya yang ada di sekitar mereka dari hasil jerih payah sendiri.
Hiduplah Indonesia. Selamat
pagi Indonesia ialah optimisme baru Indonesia masa depan. Ahli bersyukur,
berpikir, berkomunikasi, dan beramal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar