Neuron sebagai Landasan Revolusi Mental
Fikri Suadu ;
Dosen Neuroscience;
Peneliti pada Indonesia Brain
Research Center (IBRC) Surya University Bali
|
JAWA POS, 26 Februari
2016
PEMBANGUNAN adalah sebuah keharusan moral.
Disebut demikian karena pembangunan membutuhkan keterlibatan aktif seluruh
elemen bangsa. Ini penting mengingat pembangunan merupakan upaya
multidimensional yang melibatkan harapan, kesadaran, dan upaya politik untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Tak terkecuali dalam aspek pembangunan
mentalitas bangsa yang berkaitan langsung dengan dimensi moral dan kesadaran
manusia sebagai pelaku pembangunan.
Secara lebih telanjang, dimensi moral dan
kesadaran manusia tak lebih dari sekadar manifestasi aktivitas yang diatur
otak. Sebuah organ tubuh dengan konsistensi seperti puding seberat kurang
lebih 1.400 gram yang tersimpan rapi dalam tulang tengkorak kepala manusia.
Yang unit fungsionalnya disebut neuron, lazim dikenal sebagai sel saraf.
Dari neuron itulah idealnya pembangunan karakter
bangsa kita lakukan. Membangun manusia dari unit terkecil otaknya yang
mengatur serta mengendalikan seluruh aktivitas tubuh dan jiwanya 24 jam tanpa
henti, mulai denyut jantung, proses berpikir, bernapas, berkomunikasi, hingga
pengambilan keputusan.
Neuron dan Mentalitas
Bangsa
Ilmu dan teknologi telah berkembang sangat
pesat. Temuan-temuan di bidang biologi molekuler sel saraf (neuron) telah
berhasil menunjukkan bahwa neuron adalah unit fungsional otak yang
aktivitasnya bertanggung jawab penuh atas proses pembentukan perilaku dan
kematangan mental.
Neuron juga merupakan sel yang sangat rentan
terhadap kerusakan.
Terutama pada tahap-tahap awal perkembangan otak pada
tahap embrionik (janin dalam kandungan) dan masa kanak-kanak. Pada tahap
tersebut, faktor-faktor penting seperti nutrisi, zat kimia, racun, dan
infeksi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi otak pada masa dewasa.
Gangguan pada neuron secara langsung akan mengakibatkan fungsi otak mengalami
keterbatasan. Mustahil bisa terwujud mentalitas bangsa yang kuat jika sumber
daya manusianya lemah dan fungsi otak rakyatnya terbatas.
Berbagai persoalan seperti tingginya angka
kematian bayi, infeksi pada bayi saat persalinan, berat badan lahir rendah
pada bayi, malanutrisi dan gizi buruk pada anak secara langsung
mengindikasikan bahwa ada persoalan serius dalam tahapan perkembangan otak
yang mendera anak-anak bangsa kita. Belum lagi ditambah persoalan sosial lain
seperti anak putus sekolah, kehamilan tak diinginkan, serta kekerasan dan
pelecehan seksual terhadap anak. Hal tersebut tentu semakin menambah
pesimisme kita untuk mewujudkan hadirnya generasi bangsa dengan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Karena itu, tak heran jika Prof Dr Sarlito W.
Sarwono, seorang guru besar psikologi sosial Universitas Indonesia, menyebut
bangsa kita sebagai bangsa dengan mentalitas yang teledor. Juga bangsa dengan
mentalitas jalan pintas, suka kekerasan atas nama moral, bermental otomatis,
omong doang, tidak kritis, dan amburadul.
Revolusi Mental
ataukah Revolusi Neuron?
Revolusi mental tentu bukan istilah baru yang
asing di telinga kita. Sejak terpilihnya Jokowi sebagai presiden, istilah itu
semakin populer dan menjadi platform pemerintahan Jokowi-JK dalam lima tahun
kepemimpinan mereka. Fokus perubahannya meliputi aspek integritas, etos
kerja, dan gotong royong.
Upaya serius tersebut patut kita apresiasi.
Walaupun agenda revolusi mental itu terkesan birokratis, tidak membumi, dan
belum menyentuh substansi perubahan mental.
Mengapa demikian? Sebab, pendekatan konseptual
maupun terapan revolusi mental belum menyentuh aspek paling dasar unit
fungsional pengatur aktivitas mental manusia, yakni neuron. Mustahil
melakukan revolusi mental tanpa melibatkan neuron.
Melibatkan neuron berarti menjadikan otak
sebagai objek intervensi revolusi mental. Karena itu, revolusi mental
berbasis otak harus dilakukan pada saat neuron mulai dibentuk di akhir minggu
kedua setelah terjadinya pembuahan hingga sang janin tumbuh menjadi dewasa
dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan begitu, cita-cita pembangunan
mentalitas bangsa melalui gerakan revolusi mental bisa diwujudkan. Syaratnya,
menjadikan neuron sebagai landasan fundamental perubahan tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar