Jumat, 11 Maret 2016

Dimensi Edukasi dari Gerhana

Dimensi Edukasi dari Gerhana

Abdul Wahab ;  Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
                                                  KORAN SINDO, 09 Maret 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Gerhana Matahari atau Gerhana Bulan bukan semata-mata fenomena alam, melainkan merupakan ayat Allah yang menunjukkan kebesaran dan kemahakuasaan-Nya. Gerhana Matahari Total (GMT) ini akan terjadi di sebagian wilayah Indonesia seperti Halmahera, Ternate, Palu, Poso, Luwuk, Balikpapan, hingga Palangkaraya dan Palembang pada hari ini. Peristiwa ini menarik dimaknai dalam perspektif edukasi karena memang sarat nilai dan pelajaran penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Dalam konteks kebangsaan, Indonesia mendapat “kehormatan” dari Allah SWT untuk menjadi “tuan rumah” GMT.

Peristiwa langka ini pasti menarik perhatian para ilmuwan, wisatawan, fotografer, dan lainnya dari mancanegara untuk melakukan pengamatan dan menikmati panorama gerhana yang menakjubkan. Mereka akan mengabadikan momen-momen penting gerhana melalui kamera, video, dan sebagainya. Karena itu, Indonesia harus banyak memanfaatkan GMT ini sebagai objek “wisata ilmiah dan alamiah” secara memadai dan memuaskan.

Agar menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri, dimensi edukasi dari gerhana ini penting dipahami dan disosialisasikan kepada warga bangsa, khususnya umat Islam. Setidaknya ada lima dimensi edukasi yang bernilai tinggi sebagai hikmah dari peristiwa GMT. Pertama , edukasi sains dan teknologi. Warga bangsa perlu memahami bahwa peristiwa GMT itu dapat diketahui berkat kemajuan sains, khususnya ilmu falak dan astronomi.

Dua ilmu ini penting dikuasai oleh generasi muda agar dapat menentukan berbagai peristiwa yang terkait peredaran Matahari, Bulan, Bumi, dan lainnya. Pendidikan sains dan teknologi di bidang astronomi memungkinkan kita bisa mengetahui dan menyusun kalender, menetapkan awal Ramadan, awal Syawal (Idul Fitri), Idul Adha, dan sebagainya secara matematis dengan tingkat akurasi dan presisi yang relatif tinggi.

Selain itu, pendidikan sains dan teknologi astronomi juga dapat memberi informasi berharga mengenai terjadi Gerhana Matahari, Gerhana Bulan, dan sebagainya sehingga kita dapat merencanakan agenda kehidupan secara lebih baik. Melalui perhitungan (hisab) terhadap “perilaku makhluk Allah” bernama Matahari, Bumi, dan Bulan yang ajek (konsisten) selalu bertasbih dan tawaf pada garis edarnya (QS Yasin [36]: 38-40), kita dididik untuk mengembangkan penelitian dan ilmu pengetahuan yang memberi nilai tambah (added value) bagi kemajuan dan kesejahteraan hidup umat manusia.

Jika terhadap peristiwa GMT kita sudah mempercayai hasil perhitungan astronomi dan ilmu falak dari segi waktu, lama, dan lokasi yang dilintasi gerhana (QS ar-Rahman [55]: 5), idealnya penetapan awal Ramadan dan awal Syawal juga berbasis sains modern yang tingkat akurasi dan presisinya dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, edukasi spiritual. Gerhana bukan sekadar untuk ditonton, tetapi juga harus dimaknai sesuai dengan tuntunan Islam secara komprehensif. Islam menganjurkan umatnya dengan status hukum sunnah muakkadah (anjuran yang sangat ditekankan) untuk memaknai peristiwa gerhana dengan melaksanakan salat gerhana, baik kusuf (Gerhana Matahari) maupun khusuf (Gerhana Bulan) di masjid secara berjamaah.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Matahari dan Bulanituduatanda dari sekianbanyak tanda kebesaran Allah. Keduanya gerhana bukan karena matinya atau hidupnya seseorang. Karena itu, apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, laksanakanlah salat gerhana, dan bersedekahlah.” (HR Muttafaq alaih) Jadi, gerhana merupakan momentum bernilai ibadah spiritual bagi umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui salat, berzikir, berdoa, dan beristigfar (memohon ampunan).

Dengan kata lain, gerhana sarat dengan edukasi spiritual karena melaluinya umat Islam sangat dianjurkan untuk melakukan penyucian diri (tazkiyat an-nafsi) dan spiritualisasi diri dalam rangka memperoleh perlindungan dan ampunan dari-Nya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Sesungguhnya Gerhana Matahari dan Bulan itu tidak terjadi lantaran kematian atau kehidupan seseorang, melainkan gerhana keduanya itu merupakan tanda kebesaran Allah. Dengan gerhana, Allah membuat hambahamba-Nya takut. Apabila terjadi gerhana, berlindunglah (dengan memohon pertolongan kepada Allah) dengan melaksanakan salat.” (HR Abu Dawud)

Ketiga, edukasi sosial. Gerhana juga sarat dengan nilai-nilai edukasi sosial. Anjuran Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan salat gerhana secara berjamaah di masjid menunjukkan pentingnya solidaritas dan soliditas sosial umat Islam.

Masjid merupakan simbol sekaligus media untuk mempersatukan umat dan mewujudkan Ukhuwah Islamiah di antara mereka. Lebih dari itu, anjuran bersedekah bersamaan dengan salat gerhana di masjid juga mengandung pelajaran bahwa ibadah ritual itu perlu diintegrasikan dengan ibadah sosial dengan menyisihkan sebagian rezeki yang telah diberikan Allah untuk menunjukkan rasa empati, berbagi, berfilantropi, dan peduli terhadap nasib saudara-saudaranya yang kurang beruntung.

Salat berjamaah di masjid itu bernilai sosial tinggi karena membuka peluang besar untuk bertemu, bersilaturahmi, berdiskusi, berbagi informasi, dan berbagi rezeki sesama muslim. Jadi, gerhana dan masjid menjadi perekat dan pemersatu umat yang pada gilirannya dapat menumbuhkan kedermawanan dan kepedulian sosial yang tinggi. Keempat, edukasi intelektual. Ketika terjadi Gerhana Matahari pada masa Nabi Muhammad SAW, putra beliau bernama Ibrahim meninggal dunia.

Sebagian sahabat Nabi beranggapan bahwa gerhana itu terjadi karena kematian putranya. Lalu, Nabi Muhammad SAW meluruskan pandangan mereka dengan menyatakan bahwa “sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari sekian banyak tanda kebesaran Allah. Keduanya gerhana bukan karena matinya atau hidupnya seseorang....”

Penegasan Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa gerhana bukan kejadian alam yang bernuansa mitos, melainkan murni peristiwa alam yang matematis dan saintifik. Pada saat yang sama, Nabi Muhammad SAW menghendaki umatnya untuk mendayagunakan potensi intelektualnya untuk memahami sunatullah dengan pendekatan rasional dan saintifik, bukan pendekatan irasional dan mitologis.

Jadi, peristiwa gerhana memotivasi kita untuk mendayagunakan nalar ilmiah dan paradigma saintifik dalam melihat, mencermati, dan meneorisasikan fenomena alam. Kelima , edukasi moral. Muara dari semua dimensi edukasi tersebut adalah aktualisasi nilai-nilai moral dalam kehidupan.

Gerhana mengedukasi umat Islam untuk menghadiri masjid-masjid tempat diselenggarakannya salat gerhana berikut khutbahnya. Tentu saja, sebelum berangkat menuju masjid, muslim memantapkan niat yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan niat untuk berjamaah bersama saudara-saudaranya.

Penyelenggaraan salat dan khutbah gerhana di masjid ini sarat dengan edukasi moral, mulai dari penyucian diri lahir dan batin dengan mengambil air wudu dan berpakaian yang bersih dan sopan hingga etika berada di “Rumah Allah”. Melalui salat gerhana berjamaah, nilai kebersamaan dan kesatupaduan ditanamkan. Memperbanyak zikir, doa, takbir, dan istigfar selama berada di masjid juga mengedukasi kita untuk berhati bersih, khusyuk, tunduk, dan rendah hati di hadapan Allah SWT dan sesama.

Dengan menyimak khutbah gerhana, kita dilatih untuk menghormati dan mengapresiasi khatib yang boleh jadi pendapat dan pandangannya tidak sama dengan kita. Khutbah gerhana juga membelajarkan kita untuk kembali merenungkan ayat-ayat QurQuraniyyah dan mengintegrasikannya dengan ayat-ayat alam semesta (kauniyyah) sehingga kita tidak lagi merasa takabur (sombong) karena memang tidak ada yang pantas disombongkan di hadapan kemahabesaran Allah.

Sedekah yang diberikan saat dimasjidatausepulangdari masjid juga mengedukasi kita untuk berjiwa sosial dan bermurah hati untuk bersikap peduli dan mau memberdayakan saudarasaudara kita yang secara ekonomi masih perlu dibantu. Dengan demikian, peristiwa gerhanaharusdilihat dandimaknaisecara komprehensif; tidaksemata merupakan fenomena alam, melainkan berdimensi edukasi yang mendalam.

Tidak hanya menginspirasi kita untuk memperdalam dan mengembangkan sains dan teknologi di bidang astronomi, tetapi juga memotivasi kita semua untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan sesama melalui masjid dengan melaksanakan salat gerhana secara berjamaah, menyimak khutbah, dan bersedekah. Jadi, gerhana itu indah dan menakjubkan jika dimaknai secara holistik-integratifdandiaktualisasikan dalam kehidupan nyata.

Semoga kita bisa memanfaatkan momentum GMT kali ini dengan mengaktualisasikan lima dimensi edukasi dari gerhana tersebut dalam rangka meningkatkan keimanan, ketakwaan, keilmuan, kesalehan, kebangsaan, dan kemanusiaan kita. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar