Dimensi Edukasi dari Gerhana
Abdul Wahab ;
Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
|
KORAN SINDO, 09 Maret
2016
Gerhana Matahari atau
Gerhana Bulan bukan semata-mata fenomena alam, melainkan merupakan ayat Allah
yang menunjukkan kebesaran dan kemahakuasaan-Nya. Gerhana Matahari Total
(GMT) ini akan terjadi di sebagian wilayah Indonesia seperti Halmahera,
Ternate, Palu, Poso, Luwuk, Balikpapan, hingga Palangkaraya dan Palembang
pada hari ini. Peristiwa ini menarik dimaknai dalam perspektif edukasi karena
memang sarat nilai dan pelajaran penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
Dalam konteks kebangsaan, Indonesia mendapat “kehormatan” dari Allah SWT
untuk menjadi “tuan rumah” GMT.
Peristiwa langka ini
pasti menarik perhatian para ilmuwan, wisatawan, fotografer, dan lainnya dari
mancanegara untuk melakukan pengamatan dan menikmati panorama gerhana yang
menakjubkan. Mereka akan mengabadikan momen-momen penting gerhana melalui
kamera, video, dan sebagainya. Karena itu, Indonesia harus banyak
memanfaatkan GMT ini sebagai objek “wisata ilmiah dan alamiah” secara memadai
dan memuaskan.
Agar menjadi “tuan
rumah” di negeri sendiri, dimensi edukasi dari gerhana ini penting dipahami
dan disosialisasikan kepada warga bangsa, khususnya umat Islam. Setidaknya
ada lima dimensi edukasi yang bernilai tinggi sebagai hikmah dari peristiwa
GMT. Pertama , edukasi sains dan teknologi. Warga bangsa perlu memahami bahwa
peristiwa GMT itu dapat diketahui berkat kemajuan sains, khususnya ilmu falak
dan astronomi.
Dua ilmu ini penting
dikuasai oleh generasi muda agar dapat menentukan berbagai peristiwa yang
terkait peredaran Matahari, Bulan, Bumi, dan lainnya. Pendidikan sains dan
teknologi di bidang astronomi memungkinkan kita bisa mengetahui dan menyusun
kalender, menetapkan awal Ramadan, awal Syawal (Idul Fitri), Idul Adha, dan
sebagainya secara matematis dengan tingkat akurasi dan presisi yang relatif
tinggi.
Selain itu, pendidikan
sains dan teknologi astronomi juga dapat memberi informasi berharga mengenai
terjadi Gerhana Matahari, Gerhana Bulan, dan sebagainya sehingga kita dapat
merencanakan agenda kehidupan secara lebih baik. Melalui perhitungan (hisab)
terhadap “perilaku makhluk Allah” bernama Matahari, Bumi, dan Bulan yang ajek
(konsisten) selalu bertasbih dan tawaf pada garis edarnya (QS Yasin [36]:
38-40), kita dididik untuk mengembangkan penelitian dan ilmu pengetahuan yang
memberi nilai tambah (added value)
bagi kemajuan dan kesejahteraan hidup umat manusia.
Jika terhadap
peristiwa GMT kita sudah mempercayai hasil perhitungan astronomi dan ilmu
falak dari segi waktu, lama, dan lokasi yang dilintasi gerhana (QS ar-Rahman
[55]: 5), idealnya penetapan awal Ramadan dan awal Syawal juga berbasis sains
modern yang tingkat akurasi dan presisinya dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, edukasi
spiritual. Gerhana bukan sekadar untuk ditonton, tetapi juga harus dimaknai
sesuai dengan tuntunan Islam secara komprehensif. Islam menganjurkan umatnya
dengan status hukum sunnah muakkadah (anjuran yang sangat ditekankan) untuk
memaknai peristiwa gerhana dengan melaksanakan salat gerhana, baik kusuf
(Gerhana Matahari) maupun khusuf (Gerhana Bulan) di masjid secara berjamaah.
Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya Matahari dan
Bulanituduatanda dari sekianbanyak tanda kebesaran Allah. Keduanya gerhana
bukan karena matinya atau hidupnya seseorang. Karena itu, apabila kalian
melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, laksanakanlah salat
gerhana, dan bersedekahlah.” (HR Muttafaq alaih) Jadi, gerhana merupakan
momentum bernilai ibadah spiritual bagi umat Islam untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT melalui salat, berzikir, berdoa, dan beristigfar (memohon
ampunan).
Dengan kata lain,
gerhana sarat dengan edukasi spiritual karena melaluinya umat Islam sangat dianjurkan
untuk melakukan penyucian diri (tazkiyat
an-nafsi) dan spiritualisasi diri dalam rangka memperoleh perlindungan
dan ampunan dari-Nya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Sesungguhnya Gerhana Matahari dan Bulan
itu tidak terjadi lantaran kematian atau kehidupan seseorang, melainkan
gerhana keduanya itu merupakan tanda kebesaran Allah. Dengan gerhana, Allah
membuat hambahamba-Nya takut. Apabila terjadi gerhana, berlindunglah (dengan
memohon pertolongan kepada Allah) dengan melaksanakan salat.” (HR Abu
Dawud)
Ketiga, edukasi
sosial. Gerhana juga sarat dengan nilai-nilai edukasi sosial. Anjuran Nabi Muhammad
SAW untuk melaksanakan salat gerhana secara berjamaah di masjid menunjukkan
pentingnya solidaritas dan soliditas sosial umat Islam.
Masjid merupakan
simbol sekaligus media untuk mempersatukan umat dan mewujudkan Ukhuwah
Islamiah di antara mereka. Lebih dari itu, anjuran bersedekah bersamaan
dengan salat gerhana di masjid juga mengandung pelajaran bahwa ibadah ritual
itu perlu diintegrasikan dengan ibadah sosial dengan menyisihkan sebagian
rezeki yang telah diberikan Allah untuk menunjukkan rasa empati, berbagi,
berfilantropi, dan peduli terhadap nasib saudara-saudaranya yang kurang
beruntung.
Salat berjamaah di
masjid itu bernilai sosial tinggi karena membuka peluang besar untuk bertemu,
bersilaturahmi, berdiskusi, berbagi informasi, dan berbagi rezeki sesama
muslim. Jadi, gerhana dan masjid menjadi perekat dan pemersatu umat yang pada
gilirannya dapat menumbuhkan kedermawanan dan kepedulian sosial yang tinggi.
Keempat, edukasi intelektual. Ketika terjadi Gerhana Matahari pada masa Nabi
Muhammad SAW, putra beliau bernama Ibrahim meninggal dunia.
Sebagian sahabat Nabi
beranggapan bahwa gerhana itu terjadi karena kematian putranya. Lalu, Nabi
Muhammad SAW meluruskan pandangan mereka dengan menyatakan bahwa
“sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari sekian banyak tanda
kebesaran Allah. Keduanya gerhana bukan karena matinya atau hidupnya
seseorang....”
Penegasan Nabi
Muhammad SAW menunjukkan bahwa gerhana bukan kejadian alam yang bernuansa
mitos, melainkan murni peristiwa alam yang matematis dan saintifik. Pada saat
yang sama, Nabi Muhammad SAW menghendaki umatnya untuk mendayagunakan potensi
intelektualnya untuk memahami sunatullah dengan pendekatan rasional dan
saintifik, bukan pendekatan irasional dan mitologis.
Jadi, peristiwa
gerhana memotivasi kita untuk mendayagunakan nalar ilmiah dan paradigma
saintifik dalam melihat, mencermati, dan meneorisasikan fenomena alam. Kelima
, edukasi moral. Muara dari semua dimensi edukasi tersebut adalah aktualisasi
nilai-nilai moral dalam kehidupan.
Gerhana mengedukasi
umat Islam untuk menghadiri masjid-masjid tempat diselenggarakannya salat
gerhana berikut khutbahnya. Tentu saja, sebelum berangkat menuju masjid,
muslim memantapkan niat yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
niat untuk berjamaah bersama saudara-saudaranya.
Penyelenggaraan salat
dan khutbah gerhana di masjid ini sarat dengan edukasi moral, mulai dari
penyucian diri lahir dan batin dengan mengambil air wudu dan berpakaian yang
bersih dan sopan hingga etika berada di “Rumah Allah”. Melalui salat gerhana
berjamaah, nilai kebersamaan dan kesatupaduan ditanamkan. Memperbanyak zikir,
doa, takbir, dan istigfar selama berada di masjid juga mengedukasi kita untuk
berhati bersih, khusyuk, tunduk, dan rendah hati di hadapan Allah SWT dan
sesama.
Dengan menyimak
khutbah gerhana, kita dilatih untuk menghormati dan mengapresiasi khatib yang
boleh jadi pendapat dan pandangannya tidak sama dengan kita. Khutbah gerhana
juga membelajarkan kita untuk kembali merenungkan ayat-ayat QurQuraniyyah dan
mengintegrasikannya dengan ayat-ayat alam semesta (kauniyyah) sehingga kita tidak lagi merasa takabur (sombong)
karena memang tidak ada yang pantas disombongkan di hadapan kemahabesaran
Allah.
Sedekah yang diberikan
saat dimasjidatausepulangdari masjid juga mengedukasi kita untuk berjiwa
sosial dan bermurah hati untuk bersikap peduli dan mau memberdayakan
saudarasaudara kita yang secara ekonomi masih perlu dibantu. Dengan demikian,
peristiwa gerhanaharusdilihat dandimaknaisecara komprehensif; tidaksemata
merupakan fenomena alam, melainkan berdimensi edukasi yang mendalam.
Tidak hanya
menginspirasi kita untuk memperdalam dan mengembangkan sains dan teknologi di
bidang astronomi, tetapi juga memotivasi kita semua untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan dan sesama melalui masjid dengan melaksanakan salat gerhana
secara berjamaah, menyimak khutbah, dan bersedekah. Jadi, gerhana itu indah
dan menakjubkan jika dimaknai secara holistik-integratifdandiaktualisasikan
dalam kehidupan nyata.
Semoga kita bisa
memanfaatkan momentum GMT kali ini dengan mengaktualisasikan lima dimensi
edukasi dari gerhana tersebut dalam rangka meningkatkan keimanan, ketakwaan,
keilmuan, kesalehan, kebangsaan, dan kemanusiaan kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar