Refleksi
Milad Ke-102 Muhammadiyah
Biyanto ; Dosen UIN
Sunan Ampel,
Ketua Majelis
Dikdasmen PW Muhammadiyah Jawa Timur
|
JAWA
POS, 18 November 2014
HARI ini, Selasa, 18 November 2014, Muhammadiyah genap berusia 102
tahun. Itu berarti usia Muhammadiyah telah melampaui satu abad. Dilihat dari
usia, Muhammadiyah juga jauh lebih tua daripada negeri ini. Tentu banyak yang
sudah dilakukan Muhammadiyah untuk membantu tugas pemerintah, terutama di
bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial.
Yang patut disyukuri, sejak didirikan Ahmad Dahlan pada 18 November
1912, hingga kini Muhammadiyah tetap berkhidmat untuk berjuang melalui jalur
kultural. Tidak sekali pun Muhammadiyah tergoda menjadi partai politik
(parpol). Padahal, godaan untuk menjadi parpol selalu ada. Itu berarti
habitat Muhammadiyah yang sesungguhnya adalah bidang sosial keagamaan.
Jika menyimak konteks kelahiran Muhammadiyah, tampak sekali pada
awalnya organisasi ini didirikan untuk melakukan purifikasi bidang keagamaan.
Tujuannya adalah memurnikan akidah dan ibadah umat dari praktik takhayul,
bidah, dan churrafat (TBC). Semangat yang digelorakan adalah
mengembalikan praktik keagamaan sesuai dengan ajaran Alquran dan sunah Nabi
Muhammad SAW (al-ruju’ ila Alquran wa
al-Sunnah).
Setelah memasuki abad kedua, banyak pihak berharap jangkauan dakwah
Muhammadiyah diperluas. Dakwah Muhammadiyah harus dikembangkan. Tidak sekadar
melakukan purifikasi bidang keagamaan, tetapi juga purifikasi sosial. Dakwah
memberantas TBC barangkali penting bagi aktivis Muhammadiyah. Tetapi, harus
diingat, dakwah memberantas TBC membutuhkan pendekatan yang tepat.
Karena itu, mubalig Muhammadiyah harus mulai membiasakan penggunaan
pendekatan kebudayaan. Pendekatan kebudayaan penting untuk mengurangi
resistansi di kalangan umat yang masih akrab dengan tradisi lokal. Melalui
pendekatan kebudayaan, jangkauan dakwah Muhammadiyah pasti lebih luas.
Pendekatan kebudayaan juga menjadikan dakwah Muhammadiyah dapat diterima
kelompok abangan dan tradisional.
Hasil penelitian Mitsuo Nakamura (1976) dapat menjadi pelajaran bagi
aktivis Muhammadiyah. Nakamura, misalnya, menyatakan bahwa Muhammadiyah
merupakan gejala perkotaan (urban phenomenon).
Menurut Nakamura, dakwah Muhammadiyah sering kali hanya cocok untuk
masyarakat kota, kelas menengah, dan kaum terdidik. Itu berarti aktivis
Muhammadiyah harus selalu mengevaluasi metode dan kemasan materi
dakwahnya.
Seakan menyadari pentingnya pendekatan kebudayaan, Muhammadiyah
menggulirkan wacana dakwah kultural. Metode dakwah kultural menekankan
pentingnya berdakwah melalui beragam budaya seperti pendidikan, ekonomi,
seni, budaya, dan olahraga. Tetapi, sangat disayangkan, metode dakwah kultural
ternyata belum mendapat respons positif. Orientasi dakwah sebagian besar
mubalig Muhammadiyah masih bertema pemberantasan TBC. Padahal, persoalan yang
dihadapi umat telah berkembang begitu pesat. Tantangan Muhammadiyah masa kini
juga berbeda dengan saat didirikan dulu.
Aktivis Muhammadiyah juga harus membaca ulang hasil penelitian James L.
Peacock (1986). Penelitian Peacock menyimpulkan bahwa Muhammadiyah merupakan
gerakan keagamaan yang berorientasi untuk memurnikan ajaran Islam. Karena
itu, Muhammadiyah memainkan peran yang penting sebagai gerakan purifikasi di
bidang akidah dan ibadah. Kecenderungan dakwah untuk melakukan purifikasi
agama juga disadari kalangan insider Muhammadiyah seperti Muslim Abdurrahman
(Kang Muslim).
Bahkan, Kang Muslim tidak segan melakukan otokritik. Dalam pandangan
Kang Muslim, dakwah Muhammadiyah dianggap kurang berempati terhadap seni dan
budaya lokal. Padahal, semestinya seni dan budaya lokal termasuk dalam
wilayah muamalah duniawiah. Perspektif Muhammadiyah terhadap seni dan budaya
juga sangat tegas, yakni ibahah
(boleh) sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Tetapi, selalu ada kecenderungan di kalangan aktivis Muhammadiyah untuk
menafikan seni dan budaya lokal. Karena itulah, Kuntowijoyo (2001) menyebut
Muhammadiyah sebagai gerakan kebudayaan
tanpa kebudayaan. Kredo Muhammadiyah untuk kembali kepada Alquran dan
sunah serta kehati-hatiannya dalam menyikapi budaya kadang-kadang terdengar
seperti gerakan anti kebudayaan. Padahal, seharusnya Muhammadiyah menampilkan
diri sebagai gerakan kebudayaan baru tanpa kebudayaan lama.
Terkait dengan harapan agar orientasi dakwah persyarikatan bergeser
dari purifikasi ibadah ke purifikasi sosial, Muhammadiyah telah banyak
melangkah. Materi dakwah Muhammadiyah tidak hanya berkaitan dengan persoalan
akidah dan ibadah. Dakwah Muhammadiyah kini juga merambah berbagai bidang,
seperti politik, ekonomi, kesehatan, dan pelayanan sosial.
Bahkan, di bidang politik Muhammadiyah telah mengembangkan dakwah
melalui politik adiluhung (high politic). Muhammadiyah juga telah
memelopori berbagai kegiatan dalam rangka jihad konstitusi. Hal itu
ditunjukkan melalui kepeloporan Muhammadiyah saat mengajukan judicial review terhadap UU Migas, UU
Rumah Sakit, dan UU Minerba. Dakwah di bidang politik dan jihad konstitusi
merupakan wujud pengembangan purifikasi dalam kehidupan berbangsa.
Di bidang sosial Muhammadiyah juga terlibat dalam penanganan problem
prostitusi. Hal itu ditunjukkan melalui kiprah pejuang kemanusiaan sekaligus
aktivis Muhammadiyah di Kecamatan Krembangan, Surabaya. Mereka telah
bersinergi dengan pemerintah kota untuk membebaskan Surabaya dari prostitusi.
Tidak hanya dengan lisan, dakwah Muhammadiyah juga menggunakan
pendekatan kebudayaan. Misalnya, aktivis Muhammadiyah Krembangan secara
sukarela urunan untuk membeli rumah-rumah bordil. Tujuannya adalah
mempersempit ruang gerak bisnis prostitusi.
Muhammadiyah Krembangan juga memberikan bantuan modal usaha dan
pelatihan keterampilan bagi PSK. Bahkan, hingga kini beberapa mantan PSK
masih mendapat pendampingan agar tidak kembali ke dunia hitam. Teladan
Muhammadiyah Krembangan harus menjadi inspirasi model dakwah dalam rangka
purifikasi kehidupan sosial.
Akhirnya, semoga perayaan hari kelahiran
(milad) ke-102 menjadi momentum untuk mengembangkan dakwah Muhammadiyah dari
purifikasi agama ke purifikasi sosial. Itu berarti matahari
Muhammadiyah harus menyinari seluruh bidang kehidupan. Jika itu dapat
diwujudkan, kehadiran Muhammadiyah akan senantiasa dirindukan umat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar