Sabtu, 01 November 2014

Kabinet Kerja dan Antikorupsi

Kabinet Kerja dan Antikorupsi

Marwan Mas  ;  Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Bosowa 45, Makassar
MEDIA INDONESIA, 28 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


PRESIDEN Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) meng umumkan postur dan nama-nama menteri yang diberi nama Kabinet Kerja, Minggu (26/10). Lebih dari itu, kabinet tersebut juga bisa disebut Kabinet Antikorupsi sebab semuanya telah lolos dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebagaimana diketahui, Jokowi-JK menyerahkan 43 nama calon menteri untuk diselisik KPK dan PPATK terkait rekam jejak dari dugaan keterlibatan korupsi.

Langkah Presiden Jokowi mencari sosok bersih dan berintegritas bagi menterinya patut diacungi jempol. Selain sebagai bukti bahwa Jokowi berjiwa antikorupsi, itu merupakan langkah terobosan yang sangat kreatif, inovatif, dan berani yang belum pernah dilakukan presiden sebelumnya.Mencari calon menteri tidak boleh seperti membeli kucing dalam karung, perlu mencari informasi soal integritas dan track record sang calon apakah bebas dari perilaku korupsi. Pemerintah saat ini memang harus belajar pada pemerintah sebelumnya, sebab ada tiga menteri aktif yang dijerat KPK terkait kasus korupsi.

Wajar jika ada pandangan bahwa begitu susah mencari orang baik di negeri ini, harus bagus dari aspek integritas dan moralitas, juga punya komitmen untuk melayani rakyat. Untuk mendapatkan figur seperti itu, diibaratkan laksana mencari jarum jatuh di tumpukan jerami. Apalagi delapan dari 43 nama calon menteri dinyatakan punya rapor jelek dan diberi stabilo warna kuning dan merah yang menurut Ketua KPK Abraham Samad, tidak boleh menjadi menteri. Bagi KPK, itu merupakan langkah strategis untuk menjaga pemerintahan ke depan agar tidak terjerumus lebih jauh ke dalam kubangan korupsi.

Alasannya, mereka yang diduga keras terkait korupsi itu sangat berpotensi menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam kurun dua hingga tiga bulan jika Presiden Jokowi memilih mereka sebagai anggota kabinet pemerintahan mendatang. Malah saya berpendapat, meskipun hanya sebatas saksi dalam suatu kasus korupsi, mereka tidak pantas jadi menteri lantaran akan selalu dirongrong oleh para aktivis dan mahasiswa. Apalagi dalam hukum acara pidana yang dipraktikkan dengan baik oleh KPK, saksi dalam kasus korupsi sangat berpotensi menjadi tersangka karena korupsi umumnya dilakukan berjamaah.

Hak prerogatif

Hak prerogatif merupakan hak mutlak bagi presiden dalam menentukan menteri tanpa harus mendapatkan pertimbangan, persetujuan, atau intervensi dari lembaga negara lain. Presiden berhak menetapkan atau memutuskan sendiri siapa yang akan dijadikan menteri selaku pembantu yang menangani urusan tertentu dalam pemerintahan. Selain intervensi atau dicampuri dari pihak lain, yang harus paling dihindari ialah upaya transaksional dari partai politik pendukung.

Presiden Jokowi dari jauh hari sudah berkomitmen koalisi partai politik (parpol) yang dibangunnya tidak dilandasi oleh transaksi politik, tetapi tertundanya beberapa kali pengumuman menteri disinyalir karena kuatnya tarik-menarik dengan parpol koalisi. Oleh karena itu, semua menteri dari kader parpol harus melepaskan diri dari jabatan struktural di partai masing-masing.Apakah tidak ada politik kompromi dengan parpol koalisi? Biar waktu yang menjelaskannya nanti.

Semoga kabinet yang dibangun itu bukan produk transaksional, tetapi benar-benar dihasilkan dari hak prerogatif di mana presiden juga punya hak untuk meminta masukan dari pihak lain, termasuk KPK dan PPATK. Tujuannya untuk menemukan sosok yang betul-betul bersih sesuai dengan visi misi pemerintahan yang akan dilaksanakan, yaitu berjiwa antikorupsi yang ditandai dengan bersih dari catatan kasus korupsi, meskipun hanya sebatas saksi.

Selain itu yang terpenting dari hak prerogatif ialah hasil atau produk dengan memilih sosok yang bersih sesuai harapan rakyat dan juga harus profesional pada bidang yang akan dikerjakan di kementerian. Jika Abraham Samad bersikap tegas menyebut delapan nama yang diberi warna kuning dan merah tidak boleh menjadi menteri, tidak berarti ia mengintervensi hak prerogatif presiden. Apalagi Presiden Jokowi yang meminta nama-nama calon menterinya pada KPK untuk menelusuri rekam jejak dari dugaan korupsi, sehingga risiko berupa rekomendasi tegas juga harus diapresiasi.

Penekanan Ketua KPK sesuatu yang wajar di tengah harapan rakyat agar menteri ke depan tidak mudah tergoda rayuan korupsi.Mereka juga harus bersih dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan berbagai pelanggaran hukum lainnya. Berkaca pada Kabinet Bersatu II yang lalu, ternyata tiga menteri yang dijerat KPK karena kasus korupsi berasal dari parpol.

Berjiwa pekerja

Kita tidak boleh terbuai oleh hasil penelusuran KPK bahwa semua menteri itu tidak akan korupsi. Tidak ada jaminan kalau saat ini dia bersih dan saat menjabat menteri juga akan selalu bersih, meski ada dasar untuk menimbulkan kepercayaan. Oleh karena itu, kekuatan “revolusi mental“ Presiden Jokowi harus berfungsi dan menjadi acuan dasar bagi menteri dalam bekerja dan melayani rakyat, harus dijadikan prinsip untuk tidak mudah tergoda rayuan korupsi, apalagi menjadikan korupsi sebagai cita-cita.

Pilihan kabinet bersih dan berjiwa pekerja harus dihargai sebagai momentum awal membentuk pemerintahan yang bersih dari parasit korupsi. Tantangan paling berat Presiden Jokowi selain meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, ialah memerangi korupsi. Di sini dibutuhkan pemimpin yang berjiwa antikorupsi, kemudian didukung oleh para pembantu di kementerian yang juga antikorupsi. Mereka itulah yang akan membina birokrasi yang dipimpinnya dengan senjata revolusi mental.

Memberantas korupsi harus dijadikan pilihan politik (political will) bagi pemerintah dengan tidak menoleransi sedikit pun setiap perilaku korupsi. Akan menjadi omong kosong dalam upaya memerangi korupsi, jika para pemimpinnya tidak bersih dan tidak antikorupsi, atau selalu ada sikap toleran sekecil apa pun terhadap korupsi.Langkah Presiden Jokowi bukan hanya bermanfaat untuk jangka pendek, melainkan juga berguna untuk jangka panjang dalam memilih pejabat. Malah bisa dijadikan contoh bagi pemerintah daerah dalam memilih pejabat.

Semua pihak patut menghargai upaya Jokowi-JK untuk menciptakan kabinet bersih dan antikorupsi. Sejak awal memang ada yang mengkhawatirkan presiden tidak akan mampu memilih calon menteri yang seluruhnya bebas dari kasus korupsi. Hal itu sudah diselisik KPK, tetapi tidak boleh diartikan sebagai pembenaran secara politis. Semoga menteri pilihan Jokowi-JK bekerja sesuai harapan rakyat dan tahan dari godaan korupsi agar kelak tak terhalang dalam bekerja. Sangat muskil melakukan kerja pelayanan dan pencegahan korupsi, jika pejabat sendiri kotor dengan lumpur korupsi. Selamat bekerja kabinet kerja Jokowi-JK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar