Antara
Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Laut
Johanes Herlijanto ; Pengamat Hubungan Indonesia-Tiongkok,
Universitas Bina Nusantara
|
SINAR
HARAPAN, 18 November 2014
|
Pertemuan
antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Xi Jinping pada 9
November dapat dianggap sebagai awal sebuah babak baru hubungan antara
Indonesia dengan Tiongkok. Sebagaimana diberitakan dalam berbagai media,
dalam pembicaraan mereka, kedua pemimpin di atas antara lain menyoroti agenda
maritim Republik Indonesia (RI) yang belakangan ini populer disebut poros
maritim dunia dan gagasan jalur sutra laut yang dilontarkan Xi Jinping, tak
lama setelah ia menjabat sebagai pemimpin tertinggi Tiongkok.
Para
pemimpin tersebut sepakat menjadikan kedua gagasan di atas sebagai fokus
kerja sama kedua negara. Bagaimanakah prospek dari kesepakatan kerja sama
ini? Akankah gagasan poros maritim dunia bersinergi dengan visi jalur sutra
laut milik Tiongkok? Tantangan apa saja yang mungkin dihadapi? Tulisan
singkat ini mencoba menjawab pertanyaan di atas.
Jalur
sutra laut (maritime silk road) merupakan sebuah konsep yang dipopulerkan
para pemimpin Tiongkok beberapa tahun belakangan. Konsep ini dikembangkan bersamaan
dengan visi jalur sutra baru yang merupakan sebuah jalur ekonomi yang
menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara Asia Tengah, Asia Barat, bahkan
dengan negara-negara Eropa melalui jalan darat.
Sebaliknya,
jalur sutra laut menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara Asia Tenggara,
negara-negara di pesisir Samudra Hindia, negara-negara di sekitar Laut Merah,
hingga akhirnya sampai ke Eropa.
Gagasan
membangun jalur sutra Laut ini diungkapkan Presiden xi Jinping dalam
kunjungannya ke Indonesia, awal Oktober 2013. Belakangan, saat menghadiri
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN plus Tiongkok ke-16 di Brunei
Darussalam pada bulan yang sama, Perdana Menteri Li Keqiang melontarkan ide
tersebut.
Sebagaimana
dinyatakan Justyna Szczudlik-Tatar, seorang pengamat Tiongkok dari Polandia,
gagasan jalur sutra laut memberikan penekanan utama ke hubungan ekonomi yang
lebih kuat, termasuk masalah-masalah finansial, kerja sama yang kuat dalam
proyek-proyek pembangunan infrastruktur (seperti pembangunan jalan dan rel),
dan peningkatan kerja sama keamanan.
Dalam
konteks hubungan Tiongkok dengan Indonesia, aspek-aspek di atas sebenarnya
telah diimplementasikan, setidaknya sejak satu dasawarsa lalu. Sebagai
contoh, kerja sama dalam proyek infrastruktur telah dilakukan, seperti dalam
pembangungan Jembatan Surabaya-Madura, Waduk Jatigede, dan beberapa proyek
lain. Dengan demikian, gagasan jalur sutra laut hanyalah pendalaman dan
peningkatan dari berbagai kerja sama yang selama ini sudah ada.
Namun,
peningkatan diprediksi terjadi dalam skala besar. Ini mengingat komitmen yang
cukup serius yang ditunjukkan oleh Tiongkok. Komitmen ini terlihat dari
kesiapan Tiongkok memberi dukungan dana US$ 40 miliar untuk proyek-proyek
terkait gagasan jalur sutra ini.
Sebagaimana
dilaporkan oleh The Economic Times,
dana itu akan digunakan untuk investasi dan bantuan keuangan bagi
proyek-proyek infrastruktur, sumber daya, kerja sama ekonomi, dan
proyek-proyek lain terkait keterhubungan (connectivity)
antarnegara-negara yang termasuk dalam jalur tersebut.
Tak lama
setelah para pemimpin Tiongkok melontarkan gagasan jalur sutra laut, di
Indonesia muncul pula ide yang berkaitan dengan kelautan. Visi Indonesia
sebagai poros maritim dunia dikembangkan Jokowi saat mencalonkan diri sebagai
presiden RI. Sebagaimana dipaparkan
Rizal Sukma dalam sebuah forum yang diselenggarakan pada awal Oktober, visi
tersebut memiliki lima elemen utama, yaitu budaya maritim, infrastruktur
maritim, sumber daya maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim.
Dalam
kaitan di ataslah gagasan poros maritim dunia memiliki titik temu dengan visi
jalur sutra laut yang dicanangkan Tiongkok. Indonesia dapat memanfaatkan
komitmen Tiongkok untuk memberikan bantuan guna pembangunan infrastruktur dan
sumber daya yang mendukung keterhubungan di antara negara-negara yang berada
dalam jalur sutra laut.
Perlu
dicatat, selain dana khusus US$ 40 miliar—yang salah satunya akan digunakan
untuk memberikan pelatihan ke SDM dari negara-negara kawasan jalur sutra
laut—Tiongkok telah memelopori berdirinya Bank Investasi Infrastruktur Asia
(AIIB) dengan dana awal US$ 50 miliar. Indonesia dapat memanfaatkan hal-hal
di atas untuk kepentingan pengembangan potensi maritim, maupun untuk
proyek-proyek lain yang membawa keuntungan bagi bangsa ini.
Sehubungan
dengan hal ini, pembicaraan antara kedua pemimpin beberapa hari lalu, serta
harapan Presiden Jokowi agar AIIB berkantor di Indonesia, dapat dipahami
sebagai sinyal awal bahwa Indonesia memang sedang menyiapkan diri
memanfaatkan komitmen dari Tiongkok.
Namun,
upaya di atas bukannya tanpa tantangan. Salah satu tantangan yang patut
dicatat adalah kekhawatiran sementara kalangan di dalam negeri terhadap
semakin menguatnya pengaruh Tiongkok di Indonesia. Kekhawatiran semacam ini
tentu beralasan, mengingat ketergantungan pada bantuan dari negeri tersebut.
Bila terjadi, itu berpotensi menempatkan Indonesia ke hubungan yang kurang
seimbang dengan sang raksasa Asia itu.
Seiring dengan kekhawatiran ini, terdapat pula kecurigaan bahwa proyek
jalur sutra laut sebenarnya ditujukan untuk mengamankan kepentingan Tiongkok
semata.
Meski
tidak menyebar pada masyarakat luas, hal-hal di atas perlu ditanggapi serius
karena dapat menumbuhkan sentimen nasionalisme di kalangan masyarakat. Salah
satu cara mengatasinya dengan terus mempertahankan sikap saling menghormati
dan menghargai antara kedua negara. Selain itu, sikap tegas dari para
pemimpin bangsa Indonesia, khususnya ketika berhadapan dengan negara-negara
yang kuat, merupakan resep cukup ampuh untuk meredam kekhawatiran di atas.
Sikap tersebut sebenarnya telah diperlihatkan Presiden Jokowi, misalnya
ketika beliau dengan berani mengkritik kualitas bus buatan Tiongkok dan
pembangkit listrik tenaga uap yang dibangun para kontraktor dan teknisi dari
Negeri Panda itu. Sikap seperti itu perlu dipertahankan agar semua kalangan
di Indonesia dapat menyambut bertemunya gagasan poros maritim dunia dan jalur
sutra laut dengan lebih tenang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar