Pendidikan
dan Kebudayaan
Komaruddin
Hidayat ; Rektor
Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif
Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 21 Februari 2014
Seorang siswa
dididik agar berbudi daya sehingga ketika tumbuh dewasa dan memasuki
kehidupan sosial mampu memberdayakan akal budinya. Akal budi merupakan
anugerah dan potensi yang amat mahal, tak ternilai, yang hanya dimiliki
manusia sehingga manusia memiliki dua dunia: naturedan culture.
Untuk
bertahan hidup, manusia mesti menjaga nature-nya
yang bersifat permanen, tak berubah seperti nature untuk makan, minum, tidur
dan berkembang biak, tetapi tugas dan misi kehidupannya adalah membangun
kultur atau kebudayaan. Tugas guru adalah mencintai dan memfasilitasi agar
anak didik mampu mengenali dan menumbuhkan potensi akal budinya sehingga
dalam bahasa Arab pendidikan disebut tarbiyah. Kata tarbiyah masih seakar
dengan kata Rabb, misalnya dalam
kalimat Rabbul‘alamin. Juga kata
riba yang artinya menumbuhkan uang.
Ada juga kata
rabwah, artinya tanah tinggi. Jadi, pendidikan atau educare dalam bahasa Latin merupakan proses pembelajaran yang
bertujuan menumbuhkan dan mengaktualkan potensi kemanusiaan serta bakat yang
tersimpan dalam diri siswa sehingga pada urutannya mampu hidup mandiri,
bahkan berkontribusi dalam menjaga dan membangun kebudayaan. Oleh karenanya sangat
tepat jika pendidik juga disebut guru, yaitu mereka yang dengan sadar, penuh
cinta kasih dan keterampilan, mengusir kegelapan atau kebodohan.
Dalam
Alquran, para nabi utusan Tuhan itu disebut para guru pembangun kebudayaan
dengan misi ”mengeluarkan manusia dari
kehidupan yang gelap, jahiliah, menuju kehidupan yang terang secara spiritual
dan intelektual”. Dalam berbagai ayat Alquran dikatakan, pengondisian dan
pembersihan jiwa (tazkiyah nafsiyah)
itu mendapat urutan pertama, menyusul kemudian materi pengetahuan kognitif.
Tahapan mental conditioning ini
analog dengan kinerja petani yang hendak menanam pohon. Sehebat apa pun jenis
bibit pohon kalau tanahnya tidak dipersiapkan lebih dahulu, bibit pohon tidak
akan tumbuh subur. Oleh karenanya sangat tepat ungkapan yang mengatakan
keluarga adalah sekolah pertama bagi anakanak mengingat keluarga merupakan
tahapan conditioningbagi anak-anak untuk belajar dan berkembang lebih lanjut.
Tiga Pilar Utama Kebudayaan
Dalam Alquran
Allah menjanjikan untuk mengangkat derajat seseorang atau bangsa karena tiga
hal: iman, ilmu, dan akhlak. Dalam konteks budaya, manifestasi iman adalah
karakter atau integritas. Integritas dan ilmu akan membuat seseorang atau
bangsa akan memiliki nilai lebih, bahkan berlipat-lipat. Contoh paling
sederhana adalah teknologi gadget seperti halnya handphone ataupun komputer.
Meski ukurannya kecil, ringan, harganya mahal karena di dalamnya terdapat
investasi sainsteknologi tinggi yang mampu melayani kebutuhan manusia untuk
berkomunikasi jarak jauh, kapan saja, di mana saja.
Gadget ini
merupakan artifisial body and
intelligent. Keterbatasan telinga sangat terbantu oleh teknologi
handphone untuk berbicara jarak jauh. Kelemahan daya ingat manusia sangat
terbantu oleh teknologi yang mampu menyimpan gambar dan informasi yang
sewaktu-waktu dapat ditampilkan ulang. Dengan begitu, yang membuat harga
handphone dan komputer mahal bukan semata karena teknologinya, melainkan
memori-memori penting yang sudah tersimpan di dalamnya.
Dengan kata
lain, iman, ilmu, dan budi pekerti akan mengangkat agar tidak berhenti
menjalani hidup pada tataran nature layaknya hewan, melainkan naik ke tataran
kultur, yaitu hidup yang berbudaya dan berkeadaban. Mari kita amati diri kita
sendiri. Manusia ditakdirkan secara natural tidak pandai terbang, tetapi
dengan prestasi sains dan teknologi manusia mampu menciptakan pesawat terbang
yang jauh lebih besar dan perkasa ketimbang burung apa pun yang ada. Manusia
ditakdirkan tidak mampu berenang menyaingi kehebatan ikan paus.
Namun atas
takdir Tuhan yang menganugerahkan akalbudi, manusia bisa menciptakan kapal
selam. Demikianlah seterusnya, melalui proses pendidikan manusia kemudian
mengembangkan manajemen takdir untuk membangun kebudayaan dan peradaban.
Salah satu fungsi utama ilmu adalah memahami dan mengidentifikasi perilaku
alam, perilaku sosial, dan humaniora. Dengan bantuan pemahamannya yang benar,
manusia menciptakan teknologi untuk membantu penyelenggaraan hidup agar lebih
nyaman dijalani. Tanpa iptek kita sulit menciptakan kesejahteraan hidup bagi
miliaran penduduk bumi.
Namun ketika
memasuki persoalan makna dan tujuan hidup, sebaiknya ditanyakan pada filsafat
dan agama, bukan pada iptek. Di Indonesia, integrasi iman, ilmu, dan
kemanusiaan sudah tercantum dalam Pancasila yang dimulai dengan ketuhanan,
kemanusiaan, dan kemudian bermuara pada kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Untuk mewujudkan kesejahteraan mesti memerlukan keunggulan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Namun untuk menjaga dan menyemai nilainilai kemanusiaan kita
memerlukan sumber yang transenden.
Dua pilar
ini, ilmu, iman dan integritas, sangat vital untuk membangun kebudayaan
unggul dalam rumah besar bangsa Indonesia, sebuah upaya yang mesti ditanamkan
dan diperkenalkan secara sadar sejak anakanak masuk sekolah. Jadi, hubungan
antarapendidikan dan kebudayaan bagi sebuah bangsa dan masyarakat tak dapat
dipisahkan. Jatuh-bangunnya sebuah bangsa sangat berkaitan dengan arah dan
kualitas pendidikannya dan pendidikan sangat dipengaruhi budayanya. Antara keduanya
terjadi hubungan dialektis.
Indonesia
dengan masyarakatnya yang majemuk yang hidup tersebar di ribuan pulau tentu
memerlukan proses panjang untuk membangun sebuah ”negara bangsa” yang solid.
Kata ”Indonesia” sendiri lebih merujuk pada posisi geografis, bukannya
identitas etnis atau ras. Jadi, kekayaan dan keragaman budaya dan agama bisa
jadi kekuatan, keunikan, dan keunggulan budaya kita, tetapi ini merupakan
agenda dan usaha sejarah lintas generasi untuk mewujudkan serta menjaganya.
Medium paling
utama adalah lembaga pendidikan. Namun, disayangkan, pemahaman anak-anak kita
tentang keunggulan dan kekayaan budaya serta alamnya sangat minim. Mereka
kurang mengenal ilmu bumi, sejarah, seni, dan kearifan lokal. Padahal
Indonesia ini rumah kita tempat lahir, tumbuh, dan berkreasi membangun
peradaban unggul. Mengingat kompleksitas peluang, tantangan, dan kekayaan
budaya yang ada, pendidikan mesti memiliki strategi dan pilihanpilihan yang
dibutuhkan zamannya. Pendidikan mesti menangkap the spirit of the nation.
Sangat urgen agar para siswa memiliki pemahaman dan penguatan komitmen
kebangsaan.
Mereka mesti
disadarkan bahwa Indonesia sebagai bangsa masih dalam proses menjadi (in the process of becoming),
kondisinya masih rapuh, belum solid. Adalah kewajiban orang tua dan guru
untuk mendidik anakanaknya agar bangga menjadi anak Indonesia. Dan itu hanya
bisa diraih kalau bangsa ini memiliki lembaga-lembaga pendidikan yang bagus,
yang mampu bersaing dalam percaturan global. Untuk menumbuhkan rasa bangga
pada siswa, mesti dimulai dari rasa bangga pada sekolah dan guru-gurunya.
Sebuah tantangan besar dan sekaligus mulia bagi para guru dan pemerintah
mengingat nasib masa depan bangsa akan sangat tergantung pada pilar
pendidikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar