Senin, 24 Februari 2014

Wallahu A’lam untuk Dua Tokoh Mikroba

Wallahu A’lam untuk Dua Tokoh Mikroba

Dahlan Iskan  ;   Menteri BUMN
JAWA POS,  24 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Mungkin saya belum akan bisa bertemu tokoh kita yang hebat ini: Prof Dr Ali Zum Mashar. Setidaknya dalam waktu dekat ini.

Padahal, saya pengin sekali bertemu. Dialah penemu mikroba P2000Z yang oleh beberapa pihak disebut mikroba Google.

Keinginan saya itu bermula dari permintaan masyarakat. Yakni, agar BUMN ikut mengatasi tanah pertanian yang tertimbun abu gunung berapi. Baik di Sinabung maupun di sekitar Gunung Kelud.

Abu itu memang bisa menjadi sumber kesuburan, tapi bukan sekarang. Beberapa waktu lagi. Padahal, petani harus segera bercocok tanam.

"Tanah itu akan langsung bisa ditanami kalau diberi mikroba temuan Prof Zum," tulis seorang petani dalam SMS-nya kepada saya.

Saya pun segera melacak keberadaan ahli kita itu. Saya gagal. Saya hanya berhasil memperoleh info yang membuat saya sedih.

Pertama, beliau akan tinggal lama di Dubai. Prof Zum, kata seorang stafnya, lagi dipercaya oleh pemerintah Dubai untuk menerapkan penemuan itu di sana.

Intinya, Prof Zum dipercaya untuk mengubah tanah Timur Tengah itu agar menjadi tanah yang bisa ditanami.

Informasi kedua lebih menyedihkan lagi: beliau mengatakan kepada stafnya untuk tidak mau saya temui.

Penyebabnya sederhana. Beliau merasa kecewa yang amat panjang. Kecewa pada keadaan. Temuannya tidak mendapat kepercayaan yang memadai di dalam negeri. Sejak dari pemerintahan Pak Harto sampai ke pemerintahan-pemerintahan berikutnya. Sampai sekarang.

Apa hubungannya dengan saya? Ini salah saya sepenuhnya. Saya telat mengenal beliau. Blak-blakan saja, saya baru tahu tentang kehebatan beliau itu minggu lalu. Setelah Gunung Kelud meletus.

Memang juga ada selentingan ini: mengapa saya, dalam tulisan saya dulu, memuji pupuk temuan Adi Wijaya. Yakni, ketika saya untuk kali pertama menemui Adi di Grobogan, Purwodadi.

Dalam uji cobanya Adi berhasil membuat produktivitas kedelai menjadi tiga ton per hektare. Dari hanya 1,5 ton per hektare selama ini.

Saat itu saya belum tahu kalau ada penemuan serupa. Yakni, oleh Prof Ali Zum Mashar. Dengan menggunakan mikroba temuan Prof Zum, konon hasilnya bisa lebih hebat dari itu.

Rupanya, dua tokoh peneliti ini lagi perang dingin. Setidaknya di dunia maya. Saya tidak tahu itu. Baru tahu belakangan. "Bukan perang kok, Pak. Saya tidak pernah menanggapi," ujar Adi Wijaya kepada saya kemarin.

Dengan nada merendah Adi mengatakan: saya ini bukan kelas beliau, saya ini masih junior.

Tapi, Adi memastikan bahwa temuan pupuknya itu tidak bisa dibandingkan dengan temuan Prof Zum. "Saya tidak meniru. Memang dulu sering ada proyek bersama. Tapi, temuan saya itu beda," kata Adi.

Inilah penjelasan Adi: temuan saya itu "Prebiotik". Temuan beliau adalah "Probiotik".

Prebiotik adalah materi non-digestible yang mampu menstimulasi pertumbuhan mikroba. Umumnya itu adalah hasil fermentasi sempurna dari biomassa organik.

Sedangkan "probiotik" adalah mikroba yang mendukung berada dalam suatu ekosistem tertentu, mendukung pertumbuhan pada ekosistem tersebut. Istilah ini sebenarnya dipakai dalam istilah pencernaan.

Secara umum prebiotik bisa dibilang nutrisinya mikroba, dan probiotik adalah mikrobanya, yang di pertanian disebut pupuk hayati.

Tentu saya tidak dalam posisi menilai mana yang terbaik. Saya bukan ahlinya. Saya akan menggunakan logika saya sendiri: mencoba keduanya di lahan yang bersebelahan dengan penggarapan dan benih yang sama.

Mudah-mudahan bisa saya lakukan musim tanam yang akan datang. Seperti saat membuat generasi pertama mobil listrik dulu. Ada aliran harus menggunakan gearbox, ada aliran tidak perlu gearbox.

Saya putuskan membuat dua-duanya. Hasilnya sudah ketahuan di lapangan.

Bagaimana dengan lahan yang tertutup abu sekarang? Ternyata tetap bisa langsung ditanami. Hanya perlakuannya harus berbeda. Misalnya, untuk yang lapisan abunya 5-10 cm, pengolahan tanahnya harus sedalam 20 cm.

Sedangkan yang lapisan abunya antara 10 sampai 15 cm pengolahan tanahnya harus sedalam 30 cm. Tentu harus ditambah pupuk organik satu ton per hektare (untuk padi) atau dua ton per hektare untuk tanaman hortikultura.

Tentu saya akan tetap berusaha untuk bisa bertemu Prof Zum. Saya akan minta maaf kepada beliau. Kok telat mengenal beliau. Juga akan minta agar beliau bersedia berdiskusi dengan tim BUMN.

Tokoh seperti beliau tidak boleh lebih dapat penghargaan di luar negeri daripada di negeri sendiri.

Prof Zum, 45, punya sejarah penelitian yang panjang. Beliaulah yang ditugasi menemukan jalan ini: bagaimana agar tanah gambut yang mahaluas di Kalimantan bisa ditanami padi. Waktu itu Presiden Soeharto mempunyai program membuka sawah baru seluas satu juta hektare di Kalteng. Lahan itu berupa tanah gambut yang keasamannya sangat tinggi.

Prof Zum yang lulus dari Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, memperdalam ilmunya di IPB sampai memperoleh gelar doktor.

Kini beliau memiliki produk P2000Z. Pupuk yang ditemukan pada 2000 itu diberi huruf Z di belakangnya sebagai pertanda itu ciptaan Prof Zum.

Mengapa konsumen menyebut P2000Z itu sebagai mikroba Google? Konon itu karena mikroba ini bisa mencari sendiri sasaran mana bagian tanah yang bisa disuburkan.

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar